Share

Pertemuan Yang Mendebarkan

last update Last Updated: 2025-03-05 06:00:25

"Aduh... lututku," rintih Ayu memegang lututnya. Ia mengangkat wajah, napasnya tercekat sejenak.

Ayu tersentak. Tadi pria itu masih berdiri di seberang ruangan, tapi kini ia sudah berjongkok tepat di hadapannya.

Lelaki itu mengulurkan tangan, jemarinya besar namun gerakannya lembut. Sorot matanya tajam, tapi bukan menusuk—ada sesuatu yang menenangkan di sana. Ayu menelan ludah. Wajahnya bersih, rahangnya tegas, dan ada senyum samar yang hampir tak kentara di bibirnya. Setelan kasualnya tampak rapi, berkelas, seperti seseorang yang terbiasa berada di tempat-tempat eksklusif.

Baim. Ayah si kembar yang baru saja disusui ayu.

"Apa Mbak baik-baik saja?" tanya Baim.

Ayu tetap diam. Pikirannya berkelebat pada sosok lain—Narendra. Baru beberapa jam yang lalu, pria itu sekan-akan menawarkan bantuan. Tapi yang terjadi sesungguhnya, ia hanyalah ingin melecehkan Ayu

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Pasangan Menyakitkan

    "Ada apa kau terus menelepon putriku?"Namun, bukan suara Laura yang terdengar. Itu adalah laki-laki yang dingin. Suaranya terdengar berwibawa dan syarat dengan penolakan.Dada Baim terasa sesak, seolah sesuatu menekan dadanya dari dalam."Pa…" Suaranya bergetar, nyaris tercekat. Ia menggenggam ponsel lebih erat. "Tolong berikan ponselnya pada Laura.""Laura sangat sibuk. Dia tidak punya waktu untuk bicara denganmu.""Tapi, Pa—"Tuut. Tuut. Tuut.Sambungan terputus.Baim menatap layar ponselnya, napasnya memburu. Ia segera meneleponnya lagi.Kali ini tidak ada nada sambung. Hanya suara mekanis yang terdengar dingin dan asing.'Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi.'Baim mengatupkan rahangnya. Napasnya berat."Apa yang sebenarnya terjadi, Laura? Kenapa kamu masih belum datang untuk anak-anak kita?"Panas membakar dadanya—menyengat, menyakitkan hingga ke ulu hati.

    Last Updated : 2025-03-05
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Sakit Yang Luar Biasa

    Jaka hanya terkekeh, lalu menepis tangan Ayu. "Jangan rusak malamku, Yu. Aku sedang bersenang-senang."Ayu terhuyung selangkah ke belakang, tangannya mencengkeram rok lusuhnya erat-erat. Matanya membelalak, tetapi suaranya tetap bergetar. "Nggak, Mas. Ayo pulang. Anak kita sedang menunggu di rumah sakit."Jaka hanya menggeram pelan, tak melawan saat Ayu menggamit lengannya. Tubuhnya limbung, hampir jatuh ke trotoar.Sebuah taksi melintas, Ayu buru-buru melambaikan tangan. Mobil itu berhenti, dan dengan sisa tenaganya, ia membopong tubuh suaminya yang berat ke dalam mobil.Ketika pintu taksi tertutup, napas Ayu memburu. Ia menatap lurus ke depan, menahan isak. Hatinya terasa lebih dingin dari embusan AC yang menyapu kulitnya.Sesampainya di rumah, Ayu mengempaskan tubuh Jaka ke sofa. Tubuh suaminya terkulai, kepalanya miring ke samping, napas berat berbau alkohol meme

    Last Updated : 2025-03-06
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Berpapasan

    Dokter tersenyum sambil menatap bayi kembar yang tertidur pulas di balik kaca. "Mereka sudah menunjukkan perkembangan yang sangat bagus, Pak Baim. Masing-masing berat badannya sudah mencapai 3,2 sampai 4 kg. Itu adalah peningkatan yang sangat baik untuk bayi prematur."Baim menghela napas lega, bahunya yang sempat tegang mulai merosot sedikit. "Syukurlah, Dok. Jadi, kapan saya bisa membawa mereka pulang?"Dokter melipat tangan di depan dada. "Tiga hari lagi, mereka sudah siap keluar dari rumah sakit. Saat ini, mereka sudah tidak tidur di inkubator lagi," jelasnya.Baim mengangguk pelan, matanya tetap tertuju pada bayi-bayinya. "Lalu bagaimana selama mereka di rumah, Dok? Dan bagaimana dengan ibu susunya yang setiap hari datang ke rumah sakit?"Dokter menepuk dahinya ringan seolah baru teringat. "Ohh iya. Kemarin saya sudah mencatat nomor telepon ibu itu."Ia merogoh saku jas putihnya, mengeluarkan secarik kertas yang sedikit terlipat. "Ini nomor ib

    Last Updated : 2025-03-06
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Napas Terakhir

    "Ya Allah, kenapa hari ini sepi banget ya?" Ayu bergumam pelan, matanya melirik dagangannya yang masih banyak.Udara pagi masih dingin ketika Ayu sibuk memilah tumpukan sayur mayur di lapaknya. Tangannya bergerak lincah, memisahkan daun yang layu, sementara lengan bajunya ia gunakan untuk mengelap keringat yang mulai mengembun di kening.Pasar masih sepi. Hanya beberapa pembeli yang melintas, kebanyakan sekadar melihat tanpa membeli. Ia menghela napas. Sejak melahirkan, lapaknya tak lagi seramai dulu."Apa mungkin, pelanggan mengira aku sudah gak jualan lagi?" pikirnya, menggigit bibir. Tapi ia tak punya pilihan. Ia butuh uang untuk biaya rumah sakit bayinya.Matahari mulai naik, sinarnya menyapu kios-kios yang berjejer. Ayu menegakkan badan, tersenyum tipis pada seorang ibu yang mendekat."Silakan, Bu. Sayurnya masih segar," ucapnya penuh harap.Ibu itu memegang beberapa ikat bayam, lalu mengangguk. "Kamu Ayu, kan? Lama gak kelihatan.

    Last Updated : 2025-03-06
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Pelukan Terakhir

    Ayu menggeleng, air matanya jatuh deras. "Belum, Dok. Saya… Saya nggak punya uangnya." Suaranya pecah dalam isakan.Dokter menatapnya sejenak, lalu mengalihkan pandangan. Wajahnya menyiratkan iba, tapi tangannya tetap terlipat di depan dada. Ada batas yang tak bisa ia langgar.Di ruangan itu, Ayu menangis tanpa suara. Sementara di dalam NICU, waktu terus berdetak tanpa menunggu siapa pun.Langkah-langkah cepat bergema di lorong rumah sakit. Seorang suster muncul tergesa-gesa, wajahnya penuh kepanikan."Dok, cepat! Bayi sudah sangat kritis!" suaranya hampir tertelan suara sirine yang meraung dari ruang NICU.Dokter anak tak menunggu lama. Bersama Ayu, mereka berlari menuju ruangan itu. Ayu hampir tak bisa merasakan kakinya sendiri, tubuhnya lunglai oleh ketakutan yang menggumpal di dadanya."Tunggu di sini, Bu!" perintah suster begitu mereka tiba. Ia segera menutup pintu, meninggalkan Ayu di luar dengan jantung yang berdegup kenca

    Last Updated : 2025-03-07
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Bagai Mimpi

    "Maaf, Bu. Kalau belum dibayar, jenazah akan ditahan di rumah sakit." Kata-kata itu menghantamnya seperti pukulan telak. Dunianya berputar. Pandangannya mengabur. Ayu membuka mulut, ingin berbicara, tetapi tubuhnya lebih dulu tumbang. Lalu segalanya menjadi gelap. Saat Ayu membuka mata, cahaya putih menyilaukan penglihatannya. Dengungan samar suara alat medis terdengar di sekelilingnya. Ia mencoba bangun, tapi tubuhnya terasa lemah. "Bayiku…" suaranya serak. Ia mencoba mengangkat tangannya, meraba udara seolah mencari sesuatu yang hilang. "Di mana bayiku?" Seorang perawat segera menghampiri, menenangkan Ayu yang mulai gelisah. "Bu, tenang dulu, ya. Bayi Ibu sudah disimpan di kamar jenazah." Ayu membeku. "Apa?" Ia menatap perawat itu dengan mata membelalak. "Jadi bayi saya benar-benar meninggal, Sus? Saya nggak mimpi?" Perawat menatapnya dengan penuh simpati. "Iya, Bu Ayu. Bayi Ib

    Last Updated : 2025-03-07
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Permohonan

    "Kenapa Mas Jaka sama sekali nggak peduli? Aku sendirian, Mas!" Ruangan mendadak sunyi. Percakapan yang tadi terdengar ramai terhenti begitu saja. Semua mata kini tertuju padanya. Ayu tak peduli. Dadanya naik turun, tangisnya pecah, tubuhnya lunglai, tetapi kemarahan di dalamnya terus membakar. Jaka bergerak, menghampirinya, meraih tangannya dengan genggaman erat. Lalu membawanya masuk ke dalam ruang keluarga. "Ayu, berhenti menangis. Katakan pelan-pelan apa yang terjadi?" suaranya lebih rendah, tapi Ayu bisa merasakan ketegangan Jaka di baliknya. Ayu menatap suaminya dengan mata merah dan penuh luka. "Anak kamu sudah meninggal, Mas..." suaranya serak. "Dia meninggal karena aku nggak punya biaya untuk operasi."1 Napasnya memburu. Tangannya mengepal. "Di mana tanggung jawab kamu sebagai ayah? Di mana?!" Pukulan-pukulan kecil mendarat di dada Jaka, tapi itu bukan sekadar amarah. Itu luka. Itu ke

    Last Updated : 2025-03-07
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Jebakan Sang Kakak

    Tapi Hayati tak menghentikan langkahnya."Ayu, sudah..."Sebuah tangan kuat menariknya berdiri. Jaka. Wajahnya penuh penyesalan, tapi juga ketidakberdayaan."Mas, tolong lakukan sesuatu..." suara Ayu pecah. "Tolong bantu aku bawa pulang jenazah Bintang. Aku mohon, Mas..."Dari kejauhan, suara Hayati menggema, penuh perintah. "Jaka! Cepat kembali ke ruang tamu!"Jaka menunduk, ragu. Lalu, dengan gerakan cepat, ia menyelipkan sesuatu ke tangan Ayu—sebuah kartu ATM."Ayu, maaf... Aku nggak becus jadi suami maupun ayah."Ayu menatap kartu itu. Jemarinya bergetar saat menyentuhnya."Ini nggak banyak... Hanya lima juta. Semoga bisa sedikit membantu.""Jaka!" Hayati kembali memanggil, kali ini lebih keras.Jaka menatap Ayu sejenak, lalu melangkah mundur. "Aku ke depan dulu. Maafin aku..."Dan seperti itu saja, ia pergi, meninggalkan Ayu bersama Maharani di ruang keluarga yang terasa semakin d

    Last Updated : 2025-03-08

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Ancaman Yang Tak Main-main

    "Baik, Pak. Di mana posisi target sekarang?" Suara dalam ponsel itu terdengar datar. "Di rumah. Dia tidak ke mana-mana." Sambo melirik ke arah jendela, seolah bisa menembus dinding dengan tatapan. "Lenyapkan dia. Malam ini." "Siap, Pak." Telepon berakhir dengan bunyi klik. Sambo menatap layar ponsel yang mati, lalu mengepalkannya hingga sendi jarinya memutih. "Bangsat!" gumamnya pelan namun penuh geram. Ia melempar ponsel ke sofa, lalu menghantam meja kecil di sampingnya dengan kepalan tangan. "Anak itu benar-benar tidak bisa diajak bicara baik-baik. Sudah kuperingatkan. Tapi dia tetap melawan." Dari dalam rumah, langkah cepat terdengar. Hayati muncul dengan napas tersengal, wajahnya pucat. "Pa... barusan itu wartawan? Suaranya ramai sekali." Sambo memutar tubuhnya, sorot matanya gelap. "Mereka menanyakan surat itu. Memaksa aku mengakui perbuatan Jaka. Dan sekarang... mereka ingin Ayu tampil di jumpa pers." Hayati menutup mulutnya dengan tangan. "Ya Tuhan... Pa, aku sudah cob

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Ketegangan Di Rumah Dinas

    "Nggak masuk akal, menantu Gubernur adalah penjual sayur. Mereka pasti sengaja menyembunyikan sesuatu, agar nama Gubernur tetap bersih." Polisi itu menjabat tangan Baim, lalu melangkah pergi. Baim membeku. Pandangannya kosong, bahunya kaku, dan wajahnya pucat. Melihat itu, Yoga buru-buru menghampiri. "Pak? Anda baik-baik saja?" Baim mengangkat kepala perlahan. Suaranya parau. "Yoga, aku nggak begitu paham maksud polisi tadi. Aku bingung." Yoga mengeluarkan ponselnya. Ia membuka unggahan yang sedang viral, menampakkan surat perjanjian bermaterai. Komentar-komentar menghujani layar, sebagian besar berisi kemarahan. "Ini, Pak. Surat ini sudah tersebar ke mana-mana. Banyak yang menuntut Gubernur diperiksa KPK. Rakyat marah karena kasus ini ditutupi. Mereka menyuarakan keadilan untuk Ayu." Baim membaca cepat. Sorot matanya tajam, lalu berubah nanar saat melihat nama Ayu dan Jaka tertera jelas dalam perjanjian itu. "Jadi... orangtua Ayu...?" "Iya, Pak. Jaka menabraknya saat mabuk. Ibu

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Kejahatan Yang Terungkap

    Baim mendongak. "Apa? Bagaimana bisa?"Yoga menoleh ke Laura sejenak, lalu kembali ke Baim. "Dia memang sudah lama diincar. Tapi selalu lolos karena punya pelindung kuat. Gubernur."Laura menyambung, suaranya mantap. "Kamu lihat sendiri kan, Mas. Bahkan tanpa ikut permainannya, kita masih bisa bertahan. Ayu nggak perlu lagi jadi korban mereka.""Benar, Pak. Orang saya bilang, salah satu bandar kecil yang kerja buat Bram akhirnya buka suara. Polisi tinggal menunggu waktu."Baim menarik napas dalam. Pandangannya kini lebih terang. Ragu-ragu yang tadi menggumpal mulai menguap."Terima kasih, Yoga," ucapnya lega. "Ayo, waktunya kita masuk ke ruang jumpa pers." Ia menggandeng tangan Laura mantab.Hingga akhirnya, jumpa pers itu berjalan tanpa mengikuti tekanan dari Bram. Kini suara kamera mulai mereda, para wartawan berkemas, beberapa masih sibuk menelepon redaksi.Tapi di lorong luar, langkah kaki bergemuruh. Bram datang tergesa, matanya menyala seperti bara. Saat ia melihat Baim keluar

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Diam-diam Melawan

    "Lalu ke mana ibunya saat itu? Kenapa bukan dia yang memberi ASI anak kalian?"  Seorang wartawan mengangkat tangan di antara kerumunan, lalu bertanya lantang—menyayat keheningan yang baru saja terbentuk.Pertanyaan itu membuat Laura tersentak pelan. Ia menunduk, menahan gelombang emosi yang nyaris tumpah. Lalu, dengan napas dalam, ia angkat wajahnya. Matanya basah, tapi suaranya jelas."Ya... itu salahku," ucap Laura pelan, tapi suaranya cukup menggema memenuhi ruangan."Saat itu, aku mengalami baby blues. Aku... aku memilih pergi ke Jerman. Meninggalkan anakku sesaat setelah mereka dilahirkan."Laura menarik napas dalam. Tangannya bergetar saat menyentuh dada, mencoba meredakan rasa bersalah yang terus menghantui."Aku sangat berterima kasih pada Ayu," lanjutnya. "Kalau bukan karena dia... mungkin anakku nggak akan selamat."Suasana ruangan menegang, namun bukan karena kecurigaan—melainkan karena rasa haru yang makin nyata.

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Malaikat Tak Bersayap

    Bram tertawa pendek, puas. "Tentu saja. Pria sehebat kamu, masa iya mau mengorbankan semuanya hanya demi... wanita penjual sayur." Ia melirik Laura, lalu menambahkan, "Apalagi istrimu secantik dan seanggun ini. Ah, Ayu... mana mungkin bisa menandingi."Laura hanya tersenyum tipis, tanpa menanggapi. Ia dan Baim saling menatap, sebuah kesepahaman diam tercipta di antara mereka—entah apa isi dari kesepakatan itu."Baiklah, Pak," kata Baim, melirik jam tangannya sekilas. "Saya harus segera masuk. Media sudah menunggu.""Silakan," balas Bram dengan anggukan ringan. "Aku tunggu kejutanmu di atas podium."Baim melangkah pergi bersama Laura. Sorot matanya masih tajam, namun kini menyimpan sesuatu yang lain. Bukan keraguan. Tapi rencana.Baim dan Laura melanjutkan langkah mereka menuju ruang jumpa pers. Kamera sudah mengarah ke podium. Lampu sorot menyilaukan. Suara bisik-bisik dari para wartawan memenuhi ruangan. Sorotan publik sedang tertuju pada mereka, dan tak ada tempat untuk bersembunyi

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Separuh Jiwa Telah Pergi

    "Aku menyuruhnya pergi demi kamu, Mas," kata Laura. Suaranya nyaris bergetar. Wajahnya menegang, bukan karena malu, tapi karena amarah yang ia tahan. Tatapannya tajam, menantang Baim untuk membantah."Kalau dia masih tinggal di sini, semua gosip itu akan dianggap benar. Dia menantu Gubernur, Mas. Kita bukan siapa-siapa."Baim menunduk, lalu menggeleng pelan. Pandangannya kosong."Tapi kenapa harus kamu usir, Laura?" suaranya serak. "Aku berutang banyak pada Ayu. Dia yang selamatkan anak-anak kita. Setidaknya, biarkan aku bicara sebelum dia pergi."Ia terdiam sejenak, sebelum menatap Laura tajam. "Lalu anak-anak... bagaimana dengan mereka? Tidakkah kamu memikirkan mereka sebelum bertindak?"Laura menunduk. "Aku tahu, Mas. Aku salah. Aku terlalu emosi... Maafkan aku. Aku janji akan menjadi ibu yang lebih baik. Aku akan mencari ASIP. Kalau perlu, ke seluruh rumah sakit di Jakarta."Baim memejamkan mata. Tangannya mencengkeram pinggiran bathtub. Suhu air hangat yang tadinya menenangkan ki

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Permohonan Yang Tak Diharapkan

    "Laura... Ada yang ingin aku sampaikan." Baim menatap wajah istrinya dalam-dalam, mencoba memahami isi hatinya sebelum ledakan yang tak terhindarkan itu datang."Mas... nanti aja, ya. Ayo tenangkan badan dulu."Laura menggandeng tangan Baim menuju kamar mandi. Baim menurut, langkahnya berat seperti orang yang kehilangan arah.Ia melangkah masuk ke dalam bathtub, membiarkan tubuhnya tenggelam perlahan ke air hangat penuh busa. Uap naik lembut dari permukaan, menenangkan otot-ototnya yang tegang. Untuk sesaat, dunia seolah diam.Di samping bathtub, Laura duduk tenang. Ia menyusun potongan buah di piring kecil, menuang jus ke dalam gelas, lalu meletakkannya di meja mungil di samping mereka. Setiap gerakannya penuh perhatian—nyaris seperti perawat yang menjaga pasien.Baim memandangi wajahnya. Tak ada kemarahan, tak ada ketegangan seperti hari-hari sebelumnya. Hanya ketenangan... dan sesuatu yang menyerupai ketulusan.Namun justru itu yang membuat hati Baim semakin kacau. Ia menelan luda

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Ketegangan Yang Menyelimuti

    "M-Maksud Papa?"Ayu membeku. Untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar terancam—bukan hanya secara fisik, tapi juga secara batin.Ia tak tahu… apakah barusan ia telah membuka pintu menuju jurang yang lebih dalam."Kamu tidak punya siapa-siapa di Jakarta, kan? Kedua orang tuamu juga sudah meninggal. Aku harap kamu tetap polos. Dan jangan sekali-kali mencoba melawanku."Ayu menelan ludah. Ia tak berani menatap Sambo. Ia sadar, ucapan mertuanya itu bukan sekadar ancaman kosong."Ya sudah, Papa pulang dulu. Ayo, Ma.""Baik, Pa." Hayati mengikutinya dari belakang, namun sorot matanya masih tajam mengarah ke Ayu.Ayu berdiri, merasa tidak nyaman dengan tekanan yang semakin berat. Namun ia tak melawan. Ia hanya menghela napas panjang.Setelah mereka keluar, percakapan di antara Sambo dan Hayati ternyata belum berakhir."Ma... cari cara agar Ayu menyerahkan surat itu ke kita," suara Sambo terdengar dari luar, semakin lama semakin cemas. "Papa nggak tenang kalau surat itu masih ada. Kita h

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Sebuah Ancaman

    "Maaf, Nyonya. Saya harus mengepel lantai ini lagi. Permisi..."Tanpa membantah, Ayu mulai bekerja. Ia mengepel lantai dengan tenang, seolah tanpa emosi—meskipun di dalam hatinya, mungkin ia sedang menyusun balasan yang rapi dan penuh perhitungan.Semua orang di ruangan itu terdiam, tercengang. Tak seorang pun tahu apa yang sebenarnya dipikirkan Ayu.Rani mendekati ibunya, Hayati, lalu berbisik pelan,"Ada apa dengan Ayu, Ma? Tumben dia nggak melawan. Padahal tadi kelihatan banget dia siap berperang."Hayati mengerutkan kening, matanya terus mengikuti gerakan Ayu yang sibuk mengepel."Mama juga nggak tahu. Apa mungkin berita itu membuatnya berubah?""Oh... iya. Sekarang semua orang balik menyalahkannya," ujar Rani, tampak berpikir. "Jangan-jangan dia nyesel sudah sok berani di pesta Jaka kemarin."Tak lama kemudian, Sambo datang dengan langkah perlahan."Ayu... kamu sudah kembali?"Ayu berdiri. Tubuhnya menegang mendengar suara Sambo. "Tumben dia bertanya. Ada drama apalagi kali ini?"

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status