Share

Sebuah Nama

last update Last Updated: 2025-03-01 07:31:00

"Astagfirullah, Ma... Bayi ini kan anak Mas Jaka juga," suara Ayu gemetar, tapi ia mencoba bertahan.

Ayu terkesiap dengan tingkah Hayati. Matanya membulat, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Alahh... Cuma anak perempuan. Sama sekali gak guna!" cibiran Hayati jatuh begitu saja, seakan bayi itu hanyalah benda tak berharga.

Ayu merasakan kemarahan yang asing merayap di dadanya. Ia menatap Hayati dengan tatapan terluka sekaligus marah.

Jaka menghela napas, wajahnya menegang. "Tapi dia tetap anakku, Ma."

"Ooww... Berani bantah kamu sekarang? Mau sok-sok an bela tukang sayur ini?" Nada sinis itu memukul lebih keras daripada tamparan.

Jaka menelan ludah, tampak ragu. "N-ngak, Ma. Bukan begitu maksud aku."

Hayati mendengus, lalu berbalik ke arah pintu. "Sudahlah… Gerah Mama di ruangan ini. Ayo keluar! Mama kasih kamu waktu lima menit!"

"Iya, Ma..." Jaka menunduk, suaranya hampir tak terdengar.

Hayati melenggang keluar, bahkan tanpa menoleh sedikit pun ke arah bayi
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Secercah Harapan

    Ayu terkejut. "Kenapa, Mas?" Jaka menatapnya serius. "Aku nggak mau dia pakai nama belakang keluargaku." "Kenapa?" Jaka mengalihkan pandangan. Wajahnya mengeras. "Aku nggak mau nasibnya seperti aku." Ayu terdiam, mencoba memahami maksud kata-kata itu. Jaka kembali menatap bayinya, kali ini dengan tatapan yang lebih lembut. "Bintang Kejora. Ia mempunyai mata yang bersinar indah seperti dirimu. Bagaimana menurutmu, Yu?" Ayu tersenyum seraya mengangguk pelan. "Baiklah, Mas…" Keheningan mengisi ruangan sejenak, sebelum Jaka akhirnya berkata dengan suara yang lebih lirih. "Ayu, aku banyak salah sama kamu. Aku harap kamu memaafkanku. Mungkin… karena selama ini aku nggak pernah memperhatikan kehamilanmu, itu sebabnya bayi ini mengidap kelainan." Ayu menatapnya dalam, lalu menggenggam lengannya. "Mas, menyesal nggak guna sama sekali. Sekarang, bantulah aku mencari biaya untuk operasi anak ini, Mas." Jaka mengangguk pelan namun tegas, meski sorot matanya tampak ragu. "Tapi, apa yang ha

    Last Updated : 2025-03-02
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Harapan Yang Pudar

    "Halo, Mas Baim?"Baim refleks berdiri dari kursinya, langkahnya gelisah. Ia melambaikan tangan ke arah Pak Yoga, memberi isyarat agar pria itu pergi. Setelah memastikan dirinya sendirian, ia kembali menempelkan ponsel ke telinga."Laura, bagaimana kabarmu?""Aku—aku tidak baik-baik saja, Mas." Suara Laura terdengar patah. "Bagaimana dengan anak kita? Bagaimana keadaannya?"Baim menutup matanya sejenak, menarik napas dalam, lalu mengembuskannya berat. "Buruk, Laura! Mereka butuh kamu. Tidak bisakah kamu pulang?""Mas, aku ingin pulang. Aku—"Tut... Tut...Nada putus itu menggema di telinganya."Laura... Halo? Laura?"Baim menatap layar, panggilan terputus. Jemarinya mengepal erat ponsel, rahangnya mengatup.Bayangan masa lalu menyeruak. Wajah Laura, senyumnya saat menggendong bayi mereka untuk pertama kali—lalu, hilang begitu saja. Tanpa kabar. Tanpa pesan. Ponselnya tak pernah bisa dihubungi. Hingga beberapa waktu lalu, sebuah pesan datang."Aku di Jerman." Itu saja. Setelah itu,

    Last Updated : 2025-03-02
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Terbuang

    "Mas Jaka, kamu di mana Mas? Aku sendirian di sini. Aku mohon angkat telponnya sekali saja Mas..." gumam Ayu sembari terisak.Namun, layar ponselnya hanya menampilkan satu hal—panggilan tidak terjawab.Ayu menurunkan tangannya perlahan. Matanya menatap kosong ke koridor rumah sakit yang lengang. Tak ada satu pun yang datang menjemputnya. Tak ada satu pun yang menanyakan keadaannya.Keluar dari rumah sakit, ia berdiri di bawah langit yang terik. Panas menyengat kepalanya, tubuhnya terasa limbung. Bekas jahitan di perutnya masih berdenyut, tapi ia mengabaikannya.Yang lebih mengganggunya adalah pertanyaan yang terus berputar di kepalanya. " Ya Allah... Aku harus bagaimana? Bagaimana aku bisa pulang?"Air matanya terus mengalir di pipi. Tiba-tiba, jari-jarinya yang merogoh saku merasakan sesuatu. Selembar uang kertas.Ayu menariknya keluar—seratus ribu rupiah.Sejenak, matanya terpaku pada lembaran lusuh itu. Ingatan berkelebat, mengantarnya kembali ke depan rumah Hayati, saat seorang

    Last Updated : 2025-03-02
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Sakit, Kak...

    "Aku telpon kamu berulang kali, Mas. Kenapa gak diangkat?""Gak sopan banget kamu ya! Baru datang bukannya mengucapkan salam pada kami," hardik Hayati."Maaf, Ma. Tapi bisakah kalian sedikit saja menganggapku? Aku baru saja habis dioperasi. Setidaknya, biarkan Mas Jaka menjemputku ke rumah sakit."Ayu sedikit memberontak, meski air matanya tak dapat dibendung lagi."Alah... Gak usah lebai deh kamu. Cuma operasi lahiran juga. Drama banget. Jadi maunya kamu diperlakukan kayak ratu begitu?" sanggah Rani."Kak, meski aku cuma lahiran, tapi itu penuh perjuangan. Aku berusaha keras untuk sampai di rumah sakit agar bayi itu terlahir dengan selamat. Tapi di mana kalian semua? Adakah sedikit saja rasa simpati?"Rani yang merasa kesal, bangkit dari kursinya lalu mendekati Ayu. Ia menjambak rambutnya dengan keras. Matanya melotot penuh amarah.Ayu tersentak saat rasa sakit menjalar dari kulit kepalanya. Rambut

    Last Updated : 2025-03-03
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Tolong bayiku

    Rani semakin penuh amarah. Matanya memerah. Ia kembali meraih rambut Ayu dengan kasar. "Masih berani bicara kau ya..."Namun dengan cepat, Narendra menarik tangannya. "Sayang... Sudahlah. Nanti kalau dia terluka, kamu bisa kena masalah."Seketika, Rani menghentikan aksinya. Meski dalam hatinya masih tersimpan kemarahan yang begitu besar.Ruangan yang tadinya penuh dengan ketegangan kini perlahan senyap. Hanya suara napas tertahan yang terdengar di antara mereka.Ayu masih terduduk di lantai, tangannya mencengkeram perutnya, menahan nyeri yang semakin menjadi. Matanya terus menatap Jaka, berharap ada sedikit keberanian dalam dirinya untuk berpihak kepadanya."Mas..." suaranya bergetar. "Anak kita sedang butuh kita sekarang. Dia sedang berjuang untuk bisa hidup lebih lama. Tidakkah kamu kasihan padanya, Mas?"Jaka mengepalkan tangannya, tubuhnya menegang, tapi tetap tak bergerak.Ketidakmampuannya melawan Hayati dan keluarganya membuatn

    Last Updated : 2025-03-03
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Bukan Salahku

    Maharani menghampiri Ayu dengan kedua tangan mengepal di sisi tubuhnya. Ia mencondongkan badan, lalu menunjuk dan mendorong dahi Ayu dengan keras."Gara-gara kamu! Makan siang ini jadi berantakan!"Ayu terjungkal tanpa perlawanan. Lalu dengan satu dengusan, Rani pun melangkah pergi, meninggalkan ruangan yang kini terasa lebih dingin.Narendra masih berdiri di tempatnya. Tatapannya tak lepas dari Ayu yang masih bersimpuh di lantai. Dengan satu tangan, ia mengulurkan bantuan.Ayu menatapnya ragu, matanya mencari kepastian di wajah pria itu. "Apa maksud Mas Rendra? Kenapa dia tiba-tiba bersikap baik?" batinnya."Ayo bangun," kata Narendra ringan. "Tanganku pegel nih..."Perlahan, Ayu menggapai tangannya. Telapak tangan Narendra terasa hangat, kontras dengan dinginnya ruangan yang menyesakkan.Dengan sedikit tarikan, ia berdiri.

    Last Updated : 2025-03-03
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Pencarian Ibu Susu

    Ayu meraba pipinya yang panas dan perih. Tangannya gemetar, hatinya semakin remuk. "Aku gak ngapa-ngapain, Kak. Kak Rani salah paham.""Kamu masih berani mengelak?" Maharani mengangkat tangannya lagi, siap memberikan tamparan kedua.Tapi kali ini, Narendra bertindak cepat. Ia menangkap tangan istrinya sebelum sempat mendarat di wajah Ayu. "Sudah, sayang, sudah. Gak ada gunanya meladeni dia."Maharani menatap Narendra dengan penuh emosi, masih marah, tapi juga menunggu kelanjutannya.Narendra tersenyum tipis, suaranya berubah lebih lembut. "Ayo kita pergi saja! Aku akan temani kamu shopping, oke?"Mata Maharani seketika berbinar. Seolah emosinya langsung menguap begitu saja. "Benarkah, Mas?""Tentu. Kamu mau tas Chanel terbaru itu, kan?"Maharani langsung berubah sumringah. "Iya! Aku mau!"Nar

    Last Updated : 2025-03-04
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Menahan Nyeri

    Nirmala terlonjak, buru-buru bangkit dari kursinya. "I-iya Pak..."Tanpa menunggu lebih lama, ia membalikkan badan dan melangkah cepat ke luar, hampir tersandung kakinya sendiri saat menyeberangi ambang pintu."Bisa-bisanya dia tidak menyusui anaknya sendiri. Wanita macam apa itu!" teriak Baim. Suaranya menggema di ruangannya yang luas.Begitu pintu tertutup, Baim menghela napas panjang, lalu meraih telepon dan menekan nomor ekstensi Yoga dengan gerakan cepat."Pak… cepat panggil wanita selanjutnya!" suaranya terdengar lebih tajam dari sebelumnya.Di ujung sana, Yoga sempat terdiam sejenak sebelum menjawab, "B-baik, Pak."Ia segera bangkit dari mejanya, menata napas yang sedikit berantakan. "Apa yang baru saja terjadi di dalam sana?" batin Yoga.Sementara itu jauh di luar sana, Ayu berusaha keluar dari rumah Hayati den

    Last Updated : 2025-03-04

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Keraguan Yang Terselip

    "Papa ngirim pesan..." Suara Narendra terdengar panik.Mata Ayu membulat. "Apa? Mungkinkah itu orang suruhan Papa?"Narendra kembali melirik spion, lalu menggeleng pelan. "Nggak tahu."Beberapa detik kemudian, getaran panggilan masuk dari Sambo membuat ponselnya bergerak."Papa nelpon, Mas!" seru Ayu panik.Narendra spontan menoleh ke arah ponsel. Pegangannya di setir mulai goyah."Apa Papa tahu aku bawa Ayu kabur?" batinnya.Ayu melirik spion dengan napas tak teratur. "Mas, van hitam itu masih ngikutin kita. Gimana dong?""Di depan ada pom bensin. Aku akan masuk ke sana."Narendra membanting setir, lalu menepi ke area pom. Dari kaca spion, ia melihat van itu menyalip dan terus melaju.Ayu menghela napas panjang. Matanya terpejam sebentar."Syukurlah... Van itu udah nggak ngikutin kita."Narendra mengangguk kecil. "Aku angkat telepon dari Papa. Kamu tenang dulu, ya."Ayu mengangguk cepat. "Iya, Mas..."Narendra menekan tombol hijau. Ia menarik napas panjang sebelum berbicara."Halo,

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Ketegangan Dalam Pelarian

    Mata Ayu membelalak. Nafasnya tertahan saat melihat sosok di ambang pintu. Degup jantungnya melambat—bukan karena takut, tapi lega."Mas Rendra..." suaranya lirih, nyaris seperti bisikan yang tercekat. Ia bergegas membuka pintu.Narendra masuk tanpa basa-basi. Tangannya meraih gagang pintu dan membantingnya hingga tertutup rapat. Tatapannya tajam, nadanya nyaris membentak."Kamu yang menyebarkan surat itu? Kenapa kamu gegabah, Ayu?"Ayu tersentak, lalu buru-buru menggeleng. "Bukan aku, Mas. Sumpah. Aku bahkan nggak tahu siapa yang—""Ini gawat." Narendra menyapu ruangan dengan pandangan waspada. Matanya menyipit."Kamu bisa dalam bahaya. Siapapun yang menyebarkan, yang jelas isi perjanjian itu sudah terungkap ke publik. Papa Sambo nggak akan membiarkan kamu muncul dan bicara.""Kenapa, Mas? Aku bisa menyangkal. Berpura-pura perjanjian itu nggak benar.""Karena kamu itu ancaman, Ayu. Dari awal!"Narendra mendekat, matanya menyala marah—bukan padanya, tapi pada kebenaran yang selama ini

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Ancaman Yang Tak Main-main

    "Baik, Pak. Di mana posisi target sekarang?" Suara dalam ponsel itu terdengar datar. "Di rumah. Dia tidak ke mana-mana." Sambo melirik ke arah jendela, seolah bisa menembus dinding dengan tatapan. "Lenyapkan dia. Malam ini." "Siap, Pak." Telepon berakhir dengan bunyi klik. Sambo menatap layar ponsel yang mati, lalu mengepalkannya hingga sendi jarinya memutih. "Bangsat!" gumamnya pelan namun penuh geram. Ia melempar ponsel ke sofa, lalu menghantam meja kecil di sampingnya dengan kepalan tangan. "Anak itu benar-benar tidak bisa diajak bicara baik-baik. Sudah kuperingatkan. Tapi dia tetap melawan." Dari dalam rumah, langkah cepat terdengar. Hayati muncul dengan napas tersengal, wajahnya pucat. "Pa... barusan itu wartawan? Suaranya ramai sekali." Sambo memutar tubuhnya, sorot matanya gelap. "Mereka menanyakan surat itu. Memaksa aku mengakui perbuatan Jaka. Dan sekarang... mereka ingin Ayu tampil di jumpa pers." Hayati menutup mulutnya dengan tangan. "Ya Tuhan... Pa, aku sudah cob

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Ketegangan Di Rumah Dinas

    "Nggak masuk akal, menantu Gubernur adalah penjual sayur. Mereka pasti sengaja menyembunyikan sesuatu, agar nama Gubernur tetap bersih." Polisi itu menjabat tangan Baim, lalu melangkah pergi. Baim membeku. Pandangannya kosong, bahunya kaku, dan wajahnya pucat. Melihat itu, Yoga buru-buru menghampiri. "Pak? Anda baik-baik saja?" Baim mengangkat kepala perlahan. Suaranya parau. "Yoga, aku nggak begitu paham maksud polisi tadi. Aku bingung." Yoga mengeluarkan ponselnya. Ia membuka unggahan yang sedang viral, menampakkan surat perjanjian bermaterai. Komentar-komentar menghujani layar, sebagian besar berisi kemarahan. "Ini, Pak. Surat ini sudah tersebar ke mana-mana. Banyak yang menuntut Gubernur diperiksa KPK. Rakyat marah karena kasus ini ditutupi. Mereka menyuarakan keadilan untuk Ayu." Baim membaca cepat. Sorot matanya tajam, lalu berubah nanar saat melihat nama Ayu dan Jaka tertera jelas dalam perjanjian itu. "Jadi... orangtua Ayu...?" "Iya, Pak. Jaka menabraknya saat mabuk. Ibu

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Kejahatan Yang Terungkap

    Baim mendongak. "Apa? Bagaimana bisa?"Yoga menoleh ke Laura sejenak, lalu kembali ke Baim. "Dia memang sudah lama diincar. Tapi selalu lolos karena punya pelindung kuat. Gubernur."Laura menyambung, suaranya mantap. "Kamu lihat sendiri kan, Mas. Bahkan tanpa ikut permainannya, kita masih bisa bertahan. Ayu nggak perlu lagi jadi korban mereka.""Benar, Pak. Orang saya bilang, salah satu bandar kecil yang kerja buat Bram akhirnya buka suara. Polisi tinggal menunggu waktu."Baim menarik napas dalam. Pandangannya kini lebih terang. Ragu-ragu yang tadi menggumpal mulai menguap."Terima kasih, Yoga," ucapnya lega. "Ayo, waktunya kita masuk ke ruang jumpa pers." Ia menggandeng tangan Laura mantab.Hingga akhirnya, jumpa pers itu berjalan tanpa mengikuti tekanan dari Bram. Kini suara kamera mulai mereda, para wartawan berkemas, beberapa masih sibuk menelepon redaksi.Tapi di lorong luar, langkah kaki bergemuruh. Bram datang tergesa, matanya menyala seperti bara. Saat ia melihat Baim keluar

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Diam-diam Melawan

    "Lalu ke mana ibunya saat itu? Kenapa bukan dia yang memberi ASI anak kalian?"  Seorang wartawan mengangkat tangan di antara kerumunan, lalu bertanya lantang—menyayat keheningan yang baru saja terbentuk.Pertanyaan itu membuat Laura tersentak pelan. Ia menunduk, menahan gelombang emosi yang nyaris tumpah. Lalu, dengan napas dalam, ia angkat wajahnya. Matanya basah, tapi suaranya jelas."Ya... itu salahku," ucap Laura pelan, tapi suaranya cukup menggema memenuhi ruangan."Saat itu, aku mengalami baby blues. Aku... aku memilih pergi ke Jerman. Meninggalkan anakku sesaat setelah mereka dilahirkan."Laura menarik napas dalam. Tangannya bergetar saat menyentuh dada, mencoba meredakan rasa bersalah yang terus menghantui."Aku sangat berterima kasih pada Ayu," lanjutnya. "Kalau bukan karena dia... mungkin anakku nggak akan selamat."Suasana ruangan menegang, namun bukan karena kecurigaan—melainkan karena rasa haru yang makin nyata.

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Malaikat Tak Bersayap

    Bram tertawa pendek, puas. "Tentu saja. Pria sehebat kamu, masa iya mau mengorbankan semuanya hanya demi... wanita penjual sayur." Ia melirik Laura, lalu menambahkan, "Apalagi istrimu secantik dan seanggun ini. Ah, Ayu... mana mungkin bisa menandingi."Laura hanya tersenyum tipis, tanpa menanggapi. Ia dan Baim saling menatap, sebuah kesepahaman diam tercipta di antara mereka—entah apa isi dari kesepakatan itu."Baiklah, Pak," kata Baim, melirik jam tangannya sekilas. "Saya harus segera masuk. Media sudah menunggu.""Silakan," balas Bram dengan anggukan ringan. "Aku tunggu kejutanmu di atas podium."Baim melangkah pergi bersama Laura. Sorot matanya masih tajam, namun kini menyimpan sesuatu yang lain. Bukan keraguan. Tapi rencana.Baim dan Laura melanjutkan langkah mereka menuju ruang jumpa pers. Kamera sudah mengarah ke podium. Lampu sorot menyilaukan. Suara bisik-bisik dari para wartawan memenuhi ruangan. Sorotan publik sedang tertuju pada mereka, dan tak ada tempat untuk bersembunyi

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Separuh Jiwa Telah Pergi

    "Aku menyuruhnya pergi demi kamu, Mas," kata Laura. Suaranya nyaris bergetar. Wajahnya menegang, bukan karena malu, tapi karena amarah yang ia tahan. Tatapannya tajam, menantang Baim untuk membantah."Kalau dia masih tinggal di sini, semua gosip itu akan dianggap benar. Dia menantu Gubernur, Mas. Kita bukan siapa-siapa."Baim menunduk, lalu menggeleng pelan. Pandangannya kosong."Tapi kenapa harus kamu usir, Laura?" suaranya serak. "Aku berutang banyak pada Ayu. Dia yang selamatkan anak-anak kita. Setidaknya, biarkan aku bicara sebelum dia pergi."Ia terdiam sejenak, sebelum menatap Laura tajam. "Lalu anak-anak... bagaimana dengan mereka? Tidakkah kamu memikirkan mereka sebelum bertindak?"Laura menunduk. "Aku tahu, Mas. Aku salah. Aku terlalu emosi... Maafkan aku. Aku janji akan menjadi ibu yang lebih baik. Aku akan mencari ASIP. Kalau perlu, ke seluruh rumah sakit di Jakarta."Baim memejamkan mata. Tangannya mencengkeram pinggiran bathtub. Suhu air hangat yang tadinya menenangkan ki

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Permohonan Yang Tak Diharapkan

    "Laura... Ada yang ingin aku sampaikan." Baim menatap wajah istrinya dalam-dalam, mencoba memahami isi hatinya sebelum ledakan yang tak terhindarkan itu datang."Mas... nanti aja, ya. Ayo tenangkan badan dulu."Laura menggandeng tangan Baim menuju kamar mandi. Baim menurut, langkahnya berat seperti orang yang kehilangan arah.Ia melangkah masuk ke dalam bathtub, membiarkan tubuhnya tenggelam perlahan ke air hangat penuh busa. Uap naik lembut dari permukaan, menenangkan otot-ototnya yang tegang. Untuk sesaat, dunia seolah diam.Di samping bathtub, Laura duduk tenang. Ia menyusun potongan buah di piring kecil, menuang jus ke dalam gelas, lalu meletakkannya di meja mungil di samping mereka. Setiap gerakannya penuh perhatian—nyaris seperti perawat yang menjaga pasien.Baim memandangi wajahnya. Tak ada kemarahan, tak ada ketegangan seperti hari-hari sebelumnya. Hanya ketenangan... dan sesuatu yang menyerupai ketulusan.Namun justru itu yang membuat hati Baim semakin kacau. Ia menelan luda

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status