“Jelaskan, dengan singkat, apa yang terjadi di sini.”Suasana hening langsung menyertai begitu Kaisar mengucapkan kalimat tersebut. Suara pria itu terdengar dingin hingga menusuk ke tulang, membuat para peserta rapat yang sedang hadir di ruangan tersebut menggigil.Padahal beberapa menit yang lalu, para peserta rapat itu masih sibuk berbicara dan mengobrol. Namun, begitu Kaisar memasuki ruangan rapat, semuanya terdiam.“Kenapa semuanya diam?” ucap Kaisar lagi. Mata hitamnya mengamati wajah para peserta rapat yang sedang setengah menunduk. “Tidak ada yang berniat menjelaskan pada saya?Kali ini, agenda rapat adalah membahas pembangunan pusat perbelanjaan yang akan menyatu dengan Asthana Hotel. Seharusnya proyek ini sudah bisa diresmikan di akhir bulan. Akan tetapi, ada beberapa kendala yang membuat proyek ini belum bisa diresmikan.“Pak Kaisar, mohon maaf. Dua investor besar proyek ini tiba-tiba saja mundur,” ucap salah satu peserta rapat yang duduk di sebelah Nicholas. Pria itu menje
“Dengan Tante Embun? Yang benar saja!”Nicholas menggeleng-gelengkan kepalanya, mengusir pikiran aneh tersebut dari kepalanya.Sang paman jarang sekali terlibat masalah dengan orang, sekalipun sikapnya datar senantiasa seperti itu. Yah, memang Kaisar lebih sering bertemu dengan orang-orang untuk urusan bisnis, tapi–“Oh, Paman tidak bersikap terlalu formal pada Tante Embun, kan?” ucap Nicholas. Namun, dengan segera, ia menepis pikiran buruknya lagi. “Tidak mungkin. Aku lihat ekspresi Paman tiap kali menyingggung soal bekal dari Tante Embun.”Pria muda itu mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sebuah pesan singkat untuk Kaisar.Saat sudah berada di kantornya, barulah Kaisar membuka pesan tersebut.[Tenang saja, Paman. Serahkan semuanya padaku. Paman Kaisar istirahat saja.]Suami Embun tersebut mengizinkan Nicholas untuk membantunya, sebab Kaisar percaya pada kemampuan Nicholas. Meskipun keponakannya itu masih sangat muda, tapi ia adalah pemuda yang cerdas. Nicholas hanya perlu diberik
“Nicholas, cucu Surya Rahardja yang itu, bukan?”Mendengar itu, ibu Friska langsung menoleh ke arah Nicholas dengan ekspresi terkejut. Dari situ Nicholas menduga bahwa tampaknya Friska tidak mengatakan apa pun terkait latar belakang Nicholas kepada keluarganya.Oleh karena itu, saat ini Nicholas tengah tersenyum canggung sembari berkata, “Senang bertemu dengan Anda sekalian.”Rombongan itu terkesiap, kemudian hening selama beberapa saat sebelum semuanya kembali berebutan mengajak Nicholas mengobrol.“Astaga~ Pantas saja wajahmu tidak asing. Ternyata keluarga Rahardja yang itu!”“Benar kamu pacarnya Friska? Sudah berapa lama?”Nicholas masih saja tampak canggung, tapi ia mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu satu per satu selihai mungkin. Sementara, ibu Friska masih saja terdiam di sampingnya, seakan tidak percaya bahwa ia melewatkan informasi terpenting tersebut.Bagaimana tidak? Saat itu, Friska memang hanya mengatakan padanya bahwa, “Kenalkan, ini Nic. Pacarku.”Awalnya, Bu Nin
“Lima puluh?”Embun terkejut ketika mendengar jumlah peserta yang mendaftar kelasnya. Jumlah itu adalah dua kali lipat dari keseluruhan siswa yang ada di kelas hariannya. Oleh karena itu, pada akhirnya kelas Embun dibagi menjadi dua kelas, otomatis mengambil waktu Embun lebih banyak daripada hari=hari biasanya.Itu adalah salah satu sebab Embun memutuskan untuk menginap selama beberapa hari di sini, alih-alih pulang setiap hari ke apartemen.“Ini bulan keduamu di sini, kan, Embun?” ucap Gina, salah satu rekan Embun di sana. Wanita muda yang tampaknya berusia sekitar 25 tahun tersebut jugalah yang bersedia membagi kamarnya dengan Embun selama beberapa malam. “Bagaimana menurutmu?”“Sejauh ini, semua tampak oke,” jawab Embun disertai senyum.Gina tertawa ringan. “Yah, nanti kutanya lagi ya setelah kamu mengajar di masa liburan ini.”Benar, Bulan kedua Embun bekerja di situ bertepatan dengan liburan sekolah, yang biasanya akan membuat tempat itu dikunjungi oleh banyak anak-anak dan remaj
“Kenapa aku memikirkan ini sekarang?” Embun menatap gadis cilik yang sedang bersamanya sementara gadis cilik itu sedang menyodorkan sepiring pancake dan sendok pada Embun. “Ayo dimakan, Kak!” ucap gadis cilik itu, membuat Embun tersenyum dan mencoba hidangan buatan si koki kecil. Namun, di otaknya, dia ada pikiran lain selain menganalisis rasa dari apa yang baru saja Embun makan. Kira-kira, bagaimana sikap Kaisar di sekitar anak kecil ya? Jelas, Embun tahu kalau Kaisar tidak mengharapkan anak karena obrolan itu sama sekali tidak pernah disinggung oleh Kaisar sebelumnya, sejak mereka menikah dan sepakat tentang apa yang mereka harapkan dari pernikahan ini. Toh, Papa Surya juga tidak menekan mereka. Beliau sudah memiliki cucu dari kakak-kakak Kaisar, jadi tidak ada tekanan. Akan tetapi, Embun penasaran. Jika dihadapkan dengan anak kecil, bagaimana Kaisar akan bersikap. “Bagaimana, Kak? Enak?” Si gadis cilik itu tampaknya menunggu reaksi Embun. Karenanya, istri Kaisar tersebut te
Beberapa hari yang lalu .... “Paman harus hati-hati. Pria itu tampaknya memang benar-benar mengincar Tante Embun.” Kaisar yang mendengar kalimat dari Nicholas itu sampai harus menghentikan aktivitasnya mengecek surel. “Maksud kamu?” tanya suami Embun tersebut. Nicholas bangkit dari sofa yang ia duduki dan berjalan menghampiri sang paman. Keduanya sedang berada di ruang kerja Kaisar di apartemen. Awalnya, Nicholas hanya berniat menyerahkan beberapa berkas sembari bertamu, menyapa tantenya. Namun, ternyata Embun sedang tidak ada di sana. Pada akhirnya, Nicholas beristirahat sebentar di sana sembari menemani pamannya yang, menurut Nicholas, sedang tampak menyedihkan. Pria muda itu kemudian menyodorkan tablet di tangannya yang sedang menampilkan sebuah foto dan berita terkini hari ini. Kaisar mengalihkan fokusnya dari layar laptop dan melihat foto yang sedang ditunjukkan oleh Nicholas. Itu adalah potret Henri Pradana dan putra tunggalnya, Dion. Kaisar kemudian kembali mengarahkan
“Ada keperluan apa Anda di sini?”Kaisar menatap Dion selama beberapa saat tanpa mengatakan apa pun. Sebagian dari dirinya memikirkan hal remeh yang tidak penting seperti kenyataan bahwa ini adalah pertama kalinya Dion menyapa Kaisar. Sebelumnya, pemilik DairyDeluxe ini mengabaikan Kaisar secara terang-terangan dan hanya berfokus pada Embun.Sekarang, putra tunggal Pradana itu menyapa Kaisar? Tepat saat ia akan menemui Embun?Benar kata Nicholas. Kaisar patut waspada pada pria ini.“Ini sedang masa liburan. Apakah Pak Kaisar juga sedang berlibur?” tanya Dion lagi, terdengar ramah. “Kalau begitu, mari saya ajak berkeliling. Saat ini memang sedang ramai, tapi Pak Kaisar bisa dapat keuntungan khusus, kalau ikut saya.”Kaisar mengamati setiap gerak-gerik Dion yang masih mencoba mengajaknya mengobrol. Putra tunggal Pradana itu terlihat amat santai saat mengobrol dengan Kaisar, seakan-akan mereka berdua adalah teman baik.“Tidak, terima kasih.” Akhirnya Kaisar membalas. “Saya masih ingin di
“Dia mengobrol dengan Dion?” batin Embun. Ia sedikit terkejut dengan perkembangan tersebut karena sepengetahuan Embun, Kaisar tidak suka segala jenis hal yang berhubungan dengan Dion.Kaisar bahkan menginterogasinya saat suaminya itu tahu kalau Embun bekerja dengan Dion.Jadi, kenapa sekarang mereka terlihat akrab mengobrol?Ralat, ada yang aneh. Sepertinya yang terlihat santai hanyalah Dion. Sementara Kaisar, masih seperti biasa, dengan wajah datarnya.“Kak Embun, Kak Embun! Aku nggak mau satu kelompok sama dia!”Perhatian Embun yang tertuju pada Kaisar terpaksa harus teralihkan ketika seorang anak menarik ujung bajunya, meminta perhatian Embun. “Ya?” Embun berucap lembut, akhirnya memberikan fokusnya pada anak kecil tersebut. “Aku nggak mau satu kelompok sama dia!” ulang anak itu sambil menunjuk ke arah seorang gadis kecil yang terdiam di pojok ruangan, seperti sedang menghindari keramaian. “Dia dari tadi diam terus. Sombong banget!” Embun mengalihkan fokusnya, mengikuti arah yan