“Makanya kalian usaha yang keras, Mas!” desak Shara. “Aku tidak mau kamu sama Via terlalu lama jadi suami istri—aku sebenarnya ... cemburu.”“Salah siapa,” komentar Rio acuh. “Bukankah ini yang kamu inginkan?”Shara menarik napas.“Kita kan sudah sejauh ini,” katanya mengalah. “Gimana kalau kamu sama Via pergi bulan madu, mau nggak?”Rio diam sembari berpikir.“Pergi bulan madu?” tanya Rio ragu.“Iya, bulan madu seperti yang kita lakukan dulu,” jawab Shara. “Siapa tahu Via bisa hamil setelah kalian pulang dari bulan madu.”“Tidak.” Rio menggeleng tegas.“Kenapa tidak mau?” tanya Shara bingung.Rio memandang Shara.“Tidak usah pakai bulan madu, bukan kewajiban.” Rio mengingatkan Shara dengan tegas.“Bulan madu bisa membuat kalian lebih fokus pada tujuan,” sahut Shara tidak mau kalah.“Ra, aku itu ingin tetap berjarak sama Via,” sahut Rio kesal. “Aku tidak mau jarak itu jadi hilang gara-gara tuntutan kamu.”Shara langsung membantah pendapat suaminya mentah-mentah.“Kamu salah, Mas. Niat
Di ruang tamu, Shara masih menyangga kepalanya dengan tangan. Dia menyesal, tadi itu dia kelepasan karena rasa cemburunya yang sudah tidak terkontrol lagi.Shara hanya ingin Slavia cepat mengandung anak Rio dan melahirkan, setelah itu dia bisa segera mengakhiri pernikahan mereka.***Rio tiba di rumah dan merasakan aura suram yang menyambutnya.“Sepi sekali, aku kira kamu belum pulang.”Shara menoleh ketika Rio muncul di kamar sebelah.“Eh Mas, kamu sudah pulang!” Shara mau tak mau menyambut suaminya. “Kamu sudah lihat Via belum?”Rio menggeleng.“Aku langsung ke sini tadi, jadi belum sempat ke kamar utama. Memangnya kenapa?”Shara menarik napas dan wajahnya mendadak murung, dia lantas menceritakan keributan kecil yang sempat terjadi antara dirinya dan Slavia.“... takutnya Via ngambek dan minta cerai betulan, Mas ... Gimana ini?”Rio menghela napas, masalah ternyata tidak henti-hentinya mampir setelah semua hal yang dia lakukan.“Kamu juga sih, jangan terlalu menekan Via. Hamil itu t
“Gerah Kak, gerah banget!” Slavia mengipas-ngipas bagian depan bajunya. “Aku pengin ....”“Pengin apa sih?”“Aku pengin nyanyi-nyanyi ... ayo!”Shara melotot saat Slavia berlenggak-lenggok di depannya, segera dia berteriak, “Mas! Mas Rio! Tolong bantu aku, Mas!”“Ya, sebentar!”Shara memandang aneh ke arah adiknya yang kini bertingkah sangat tidak wajar.“Vi, kamu kenapa?” tanya Shara bingung saat Slavia mengipas-ngipas bagian depan bajunya lagi sambil melompat-lompat disertai senyuman lebar menggoda. “Via!”“Ayo kita joget!” racau Slavia lagi. “Aku butuh teman, ayo!”Bingung, Shara meraih jaket yang teronggok di sofa dan melingkarkannya di pinggang Slavia. “Jangan ditarik-tarik baju kamu, Vi! Mas Rio, kok lama banget sih?”“Iya, iya! Ini lagi jalan!”Sesampainya di ruang keluarga, Rio menghampiri Shara yang masih kerepotan mengatasi Slavia. Cepat-cepat dia mengambil alih istrinya yang sedang bertingkah seperti sedang berada di tempat hiburan.“Mas, tolong antar Via ke kamar saja!” pi
Rio mengernyit sambil menyingkirkan rambut lurus Slavia yang menutupi bagian depan tubuhnya.“Aku mau sama suami aku ...” celoteh Slavia lagi.Rio tidak menanggapi, hanya dalam waktu yang singkat saja dia dan Slavia sudah berpindah tempat.Slavia membuka matanya saat ujung hidung Rio mengenai kulit lehernya dan membuatnya meremang. Tangannya bergerak untuk menyingkirkan wajah Rio dan bersiap bangun, tapi Rio mendorongnya kembali agar berbaring di tempatnya.Setelah memastikan Slavia tidak akan menolaknya, Rio menanggalkan semua bajunya dan bergegas menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami sebagaimana yang juga dia lakukan terhadap Shara, istri pertamanya.Rio mengecup lembut bibir Slavia sebelum dia berguling ke samping, dan memeluk erat tubuh istrinya di balik selimut yang hangat.***“Ya ampun, jam berapa ini?”Saat tersadar kembali, Rio baru dihinggapi rasa bersalah ketika menyadari bahwa dia telah melakukan kewajibannya sebagai seorang suami di saat Slavia dalam kondisi tidak
“Vi?”Menjelang tengah hari, Shara tiba di rumah dan mendapati adiknya ketiduran di kamar utama.“Ya ampun, habis ini Mas Rio kan pulang, dia malah masih tidur.”Shara meletakkan tasnya di atas meja, lalu membangunkan Slavia yang masih terpejam.“Eh, sudah pulang Kak?” Slavia terbangun dengan kaget, padahal Shara merasa tidak berteriak kepada adiknya. “Mas Rio mana?”“Aku nggak bareng Rio, mungkin dia pulang sebentar lagi. Jangan lupa kamu layani dia ya, siapkan makan siangnya ....”“Lho, bukan Kakak saja yang siapkan?” Slavia langsung membulatkan matanya, dia tentu tidak berani selancang itu dekat-dekat Rio tanpa komando.“Sudah kamu saja, nggak apa-apa.” Shara menggeleng.“Tapi aku jadi nggak enak sama Kakak, aku sama Kak Rio khusus buat mewujudkan target saja ...” ucap Slavia pelan. “Jadi biar waktu kalian berdua nggak akan berkurang banyak.”Shara menatap Slavia selama beberapa detik, kemudian memeluk sang adik dengan penuh haru.“Terima kasih kamu sudah banyak mengerti, Vi.”“Sud
Slavia melepas tangan Rio kemudian berdiri dari duduknya untuk membuat kopi di dapur.Rio cukup terkesan dengan situasi sekarang ini, Slavia terlihat sudah menerima pernikahan mereka dengan lebih lapang sementara Shara juga jarang bersikap labil seperti sebelumnya.Satu minggu berlalu, Shara dengan antusias meminta Slavia untuk menggunakan testpack di suatu pagi.“Ini tinggal dicelupkan saja, Kak?” seru Slavia dari balik pintu kamar mandi sementara Rio masih tertidur di kamar tamu karena semalam adalah gilirannya bermalam dengan Shara.“Iya, pastikan yang kamu cek adalah air seni pertama kamu!” balas Shara yang berdiri menunggu dengan tidak sabar. “Habis itu kamu diamkan saja selama beberapa detik.”“Oke!” Slavia melakukan seluruh instruksi yang diberikan Shara dengan baik, setelah itu dia keluar untuk menunjukkan hasilnya kepada sang kakak.“Berapa garis, Vi?” tanya Shara antusias.“Ini ... satu terang banget, Kak.”“Yakin cuma satu? Sini aku lihat!”Slavia menyerahkan testpack itu k
“Malam ini giliranku menemani Via,” pamit Rio sambil menatap Shara dalam-dalam.“Nggak apa-apa, Mas. Dia kan sedang hamil anak kamu,” angguk Shara lapang dada.Rio mengecup kening Shara, setelah itu berlalu pergi ke kamar utama.“Gimana kandungan kamu, Vi?” tanya Rio setibanya di kamar dan mendapati istri keduanya sedang membelai perut buncitnya.“Bayinya mulai gerak-gerak Kak, bikin kaget!” jawab Slavia antusias.“Masa? Boleh aku pegang sebentar?”“Boleh, kamu kan ayahnya, Kak!”Rio tersenyum tipis dan mengusap perut Slavia sedang mengandung anaknya. “Semoga kamu dan bayi ini lahir sehat ....”“Amin!”Rio mengecup singkat perut Slavia dengan penuh perhatian, membuat adik iparnya sempat tertegun selama beberapa saat.Ada perasaan hangat di hati Slavia saat dia diperlakukan sedemikian rupa oleh kakak iparnya.Dari balik pintu kamar utama yang terbuka, Shara berdiri dan tertegun menyaksikan bentuk perhatian kecil yang diberikan suaminya kepada Slavia.Beberapa bulan kemudian ....“Kak,
Ekspresi wajah Shara mendadak berubah serius.“Nanti jangan biarkan Via lama-lama pegang bayinya, Mas.”“Kok begitu?”“Soalnya kalau Via terlalu lama pegang bayi itu, nanti mereka berdua akan jadi sulit pisahnya.” Shara menjelaskan. “Bayi itu kan nantinya aku yang rawat, jadi aku nggak mau dia kenal ibu lain kecuali aku.”“Iya, aku paham. Tapi jangan buru-buru juga, paling tidak biarkan Via lihat wajah bayinya seperti apa.” Rio membujuk. “Kalau langsung dipisahkan, itu terlalu kejam ....”“Kamu lupa sama kesepakatan kita, Mas?” potong Shara dengan suara yang mulai meninggi.Rio tidak menjawab, tepat saat itu ayah dan ibu mertuanya ikut bergabung dengan mereka dan mulai bertanya-tanya soal Slavia yang sedang bersih-bersih.“Cucu kita sudah lahir! Di mana dia?” Orang tua Rio juga tidak kalah antusias.“Masih dibersihkan, nanti juga diantar ke ruang bayi.” Rio menjelaskan. “Itu Via!”Dari sisi yang berlawanan, Slavia muncul dengan kursi roda yang didorong oleh seorang suster.Orang tua S