“Kenapa, Bik?” “Ada polisi di depan, Pak ....” “Polisi? Mereka cari siapa?” Rio terbelalak kaget. “Cari ibu, Pak ... Saya nggak berani bilang Bu Shara, makanya saya langsung bilang Bapak saja.” Rio mengusap wajahnya dengan kalut. Ada masalah apa lagi ini? “Selamat malam, Pak!” “Selamat malam, ada perlu apa ya Pak?” tanya Rio sopan. “Kami datang ke sini sambil membawa perintah surat penangkapan untuk Bu Shara,” jawab salah seorang petugas yang datang. “Memangnya istri saya kenapa, Pak?” “Istri Bapak ditangkap atas laporan pengayaan terhadap Bu Slavia.” Rio terperanjat kaget, terlebih ketika petugas polisi menyebut nama mantan istri keduanya. “Mas, ini kita mau ke mana?” tanya Shara ketika Rio menjemputnya di kamar. “Ada yang mau bertemu sama kamu ....” “Siapa?” Rio tidak menjawab. Bukannya dia seorang suami yang tega, justru dia sangat ingin tahu tentang apa yang sedang terjadi sebenarnya. “Polisi? Kok mereka ada di sini sih, Mas?” Shara langsung menghentikan langkahnya s
Sebuah mobil asing ternyata sudah menunggu ketika Ardan tiba di rumah Slavia. “Itu mobilnya Pak Rio, Dan!” “Mau aku antar sampai rumah?” “Nggak usah, aku akan hadapi Pak Rio sendiri.” “Apa kamu yakin, Vi? Kalau dia menyakiti kamu gimana?” “Aku sudah mempekerjakan asisten rumah tangga, Dan. Setidaknya aku nggak benar-benar sendirian di rumah,” jawab Slavia. “Kamu pulang saja, kamu juga harus istirahat karena ada air in kamu sama Raras sibuk banget bantu aku.” Mau tak mau Ardan mengangguk. “Kalau ada apa-apa, kamu harus cepat hubungi aku atau Raras.” “Pasti, aku turun ya?” Dengan berat hati, kartun terpaksa mengganggu dan membiarkan Slavia turun dari mobilnya. “Lama sekali, sengaja?” sambut Rio datar ketika akhirnya Slavia muncul di hadapannya. “Aku kan harus jaga-jaga, takutnya kamu coba-coba menyerangku karena aku sudah melaporkan istri kamu ke polisi.” “Bisa kita bicara baik-baik?” “Oke, masuk saja ke rumahku.” Tanpa menunggu jawaban Rio, Slavia segera meninggal pergi mem
Slavia lantas menaruh foto terakhir dan sukses membuat Shara terperanjat. “Kenapa kamu menaruh foto Mas Rio di situ?” “Memangnya salah kalau foto ayah kandung ditaruh dekat dengan anak-anak kandungnya?” Shara melotot. “Anak-anak kandung ...? Anak Mas Rio dengan kamu cuma Nico!” “Coba perhatikan lagi, yang ini mamanya Luna. Bibir dan hidungnya sangat mirip sama Mas Rio.” Dengan napas yang menderu cepat, Shara mengamati foto Rio dan Lunara bergantian. Semakin dilihat, semakin kemiripan itu menjelma nyata. “Nggak ... ini nggak mungkin! Mas Rio punya anak lagi ... selain Nico?” Slavia mengangguk tenang. “Kamu bohong, Vi. Kapan kamu hamil lagi? Itu pasti anak dari laki-laki lain kan? Anak dari suami baru kamu!” “Aku belum pernah menikah lagi sampai sekarang,” kata Slavia jujur. “Seharusnya kamu berpikir, gimana ceritanya aku tinggal berjauhan sama Mas Rio, tapi masih bisa hamil anaknya?” Shara menatap Slavia dengan penuh dendam. “Aku nggak percaya ini ....” “Tanya saja sama Mas
“Mas, aku sudah menemukan calon yang cocok untuk kamu!”Shara menarik seorang wanita muda berumur dua puluh tahunan ke hadapan suaminya, Rio.“Via?!” Jelas saja Rio terkejut karena wanita yang dibawa istrinya adalah Slavia, adik iparnya. “Kamu sudah gila, Ra?”Shara menarik napas keras. “Aku sudah suruh Via buat periksa, Mas! Kandungannya sehat, dia bisa hamil anak kita!”Rio memegang keningnya. Hanya karena ambisinya untuk memiliki momongan, Shara rela melakukan segala cara.“Aku memahami keinginan kamu sebagai istri yang ingin menjadi seorang ibu, tapi bukan begini caranya.” Rio berkata penuh wibawa, meskipun ada otot berkedut di punggung tangannya. “Kamu suruh aku menikahi adik iparku sendiri, di mana pikiran kamu?”“Aku tertekan, Mas! Teman-temanku sudah memiliki momongan semua, paling tidak satu! Aku malu kalau mereka kumpul bawa anak-anaknya!”“Ya sudah, kalau begitu untuk sementara kamu menghindar saja dan tidak usah ikut nongkrong.”“Nggak bisa begitu, aku ini ketua perkumpula
Ibu menyahut sembari merapikan stok sabun cuci di etalase. “Tapi kalau kamu mau tetap kerja, minta kerjaan saja sama suami kakakmu. Dia kan punya usaha rumah makan juga ....”Slavia tidak menjawab. Rencananya untuk menjauhi Shara bisa gagal kalau dia menampakkan diri lagi, sedangkan Slavia tidak ingin berurusan dengan masalah rumah tangga sang kakak.Satu minggu berlalu dengan penuh kedamaian. Slavia nyaris bisa bernapas lega, karena Shara juga tidak menampakkan batang hidungnya untuk memaksakan kehendak yang mustahil itu.“Vi, ayah sama ibu mau ke pusat grosir untuk beli barang-barang yang menipis. Lumayan biar toko kita tetap lengkap!” pamit ayah kepada Slavia yang sedang duduk santai di sofa.“Hati-hati nyetirnya, Yah!” balas Slavia sambil tersenyum.Dia bersyukur memiliki orang tua yang masih enerjik dan penuh semangat seperti ayah ibunya.Selang lima belas menit setelah orang tuanya pergi, sebuah mobil putih bersih melambat di depan rumah dan pengemudinya turun buru-buru melintas
Ketika ayah dan ibu akhirnya kembali, Rio memberanikan diri untuk menceritakan keinginan Shara dan juga perbuatannya yang nyaris menghilangkan nyawa dirinya sendiri.“Apa, menikah?!”Ibu memandang bingung Slavia saat Rio memberitahukan soal keinginan Shara yang harus mereka lakukan karena keinginannya menimang anak.Saat itu hanya ada ayah dan ibu Slavia saja, sementara asisten rumah tangga sedang keluar rumah.“Betul, Bu. Aku ... sebenarnya aku juga tidak setuju dengan ide Shara,” sahut Rio dengan berat hati.“Tapi Rio, Via ini adalah adiknya Shara yang berarti dia adik ipar kamu.” Ibu mencoba mencari celah. “Bagaimana mungkin Shara memilih ide seperti itu ... Apa tidak ada cara lain yang bisa kalian lakukan selain menjadikan Via sebagai istri kedua?”“Masalahnya Shara memaksa, Bu. Dia bahkan rela melukai pergelangan tangannya sendiri karena aku menolak untuk menikahi Via,” jelas Rio putus asa.Slavia mulai merasa simpati dengan apa yang dialami Rio sebagai suami, dia tahu bahwa kaka
“Kakak ini benar-benar aneh memang,” tanggap Slavia sambil berdiri dan memandang dirinya sendiri di kaca untuk terakhir kalinya sebelum turun.Meskipun pernikahan ini hanya sementara dan akan diakhiri dengan diam-diam, Slavia tetap saja merasa gugup saat Shara menuntunnya untuk duduk di samping Rio yang hanya memakai kemeja putih sederhana dengan ekspresi tidak terbaca di wajahnya.Pernikahan itu sendiri dilaksanakan tertutup di kediaman orang tua Shara dan dihadiri oleh saksi dan orang tua Rio yang tampak bingung.Jantung Slavia bergemuruh keras sekali ketika sang ayah menjabat tangan Rio kuat-kuat saat dimulai pernikahan. Hanya dalam satu tarikan napas, Rio segera mengucapkan ikrar suci itu di hadapan semua orang yang hadir.Malam harinya sesuai persetujuan, Slavia akan menempati kamar tamu di rumah Rio. Awalnya dia pikir seperti itu, sebelum Shara muncul dan mempersilakan Slavia untuk bermalam di kamar utama bersama Rio.Shara memeluk suaminya dan sang adik sesaat setelah mereka ma
“Tapi aku butuh bukti kalau kalian sudah ....”“Astaga Shara, kamu anggap kami ini apa?” potong Rio, kali ini dia benar-benar sudah tidak bisa menahan diri lagi. “Kalau kamu tidak percaya bahwa kami akan melakukannya, sebaiknya malam ini aku dan Via tidur terpisah saja.”“Nggak bisa begitu, Mas! Aku cuma ... aku nggak yakin kalau Via mau melakukannya, aku takut hal itu juga yang akan bikin kamu nggak jadi melanjutkan rencana kita!” Shara masih gigih dengan pendapatnya. “Pokoknya cepat selesaikan, setelah itu kamu ke kamar sebelah.”Terjadi kesunyian panjang setelah Shara mengakhiri ucapannya.“Kak ...?” panggil Slavia lirih. “Aku ... aku belum siap kalau ....”“Mau sampai kapan kamu siap, hah?” tukas Shara tidak sabar. “Sudah Mas, langsung kamu selesaikan saja. Nggak usah pakai pemanasan segala, nggak penting!”Ada air bening yang menggenang di mata Slavia ketika Shara berbalik dan menutup pintu dengan keras.“Vi?” panggil Rio pelan.“I—ya Kak?” Slavia menyahut dengan tubuh gemetar.“