Di tengah kondisinya yang sedang hamil besar, Emma mengendus perselingkuhan yang dilakukan Chris, suaminya. Ketika kecurigaan Emma terbukti benar, ia tidak pernah menyangka kalau selingkuhan Chris adalah Evelyn, kakak kandungnya sendiri. Di tengah kegilaan rumah tangganya ketika ia berada dalam perjalanan menjadi seorang janda, Emma mencoba mencari pelarian. Dari sekian banyak pria tampan nan hebat yang ada di sekelilingnya, hormon kehamilan yang membuatnya bertingkah aneh justru menuntunnya untuk terpikat pada Andrew Costner Maurice, seorang pria kaya raya berdarah Inggris yang anti pada pernikahan. Emma tak mengharapkan dirinya akan terjebak membuat kesalahan besar bersama Andrew pada suatu malam. Nahasnya, kesalahan itu membawa mereka pada sebuah kesepakatan ranjang yang menggairahkan. ••• [Perlu diperhatikan bahwa novel ini adalah novel romansa dewasa, sehingga mengandung konten vulgar pada sejumlah chapter. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai umur.]
Lihat lebih banyakWanita berambut hitam yang berbaring telentang di bawahnya, tak henti menggaungkan desahan di tengah peraduan tubuh mereka.
Kedua tangan atletisnya memegang kedua kaki mulus wanita itu yang terangkat dan terbuka lebar. Sekilas dia menggigit bibir bawahnya sendiri dan mengerang pelan kala himpitan pada kejantanannya mulai terasa kian menjadi-jadi. “Chris ... lebih cepat ...,” lenguh wanita itu sembari berusaha menggapai salah satu tangan Chris, menuntun tangan yang keras itu untuk menyentuh salah satu gundukan dadanya. Chris meremasnya dengan penuh nafsu, lantas menunduk untuk meraup bibir merah wanita itu yang sedari tadi terbuka, lantas membawanya ke dalam ciuman panas. Bunyi dari penyatuan mereka tak henti-hentinya mengisi seluruh penjuru ruangan. Ditambah bunyi decak dari ciuman panas mereka, lalu napas berat mereka saling berlawanan. Kamar luas yang di sudutnya terdapat tumpukan barang bayi yang baru dibeli dan belum disusun itu seperti menjadi kotak panas yang menggairahkan. “Chris ... Ya Tuhan ....” Nama Tuhan terlalu suci untuk keluar dari mulut wanita itu yang terus meluncurkan desahan nista. Wanita itu memeluk Chris dengan erat ketika Chris kembali menunduk, membuat tubuh mereka semakin rapat selagi Chris bergerak menghujamnya lebih dalam dan cepat. Chris tahu ini tidak benar. Dia sudah punya istri. Emily Olsen Alison atau yang lebih dikenal sebagai Emma Alison—istrinya—pun sedang hamil besar. Namun, saat ini ia justru malah menikmati tubuh Evelyn, kakak kandung Emma, alias kakak iparnya sendiri. Sebentar lagi Emma mungkin akan pulang. Sejujurnya Chris lumayan panik dan khawatir jika Emma tiba di rumah ketika ia belum selesai menuntaskan gairah liarnya dengan Evelyn. Kepanikan dan kekhawatiran di tengah gairah yang menggebu-gebu, sebenarnya bukan pertama kali ia rasakan. Selama beberapa minggu belakangan, tiap kali ‘bermain’ dengan Evelyn, ia pun selalu merasakan hal yang sama. Panik, khawatir, tetapi juga senang dan nikmat. Ia menikmati segala perasaan campur aduk itu. Adrenalin yang berpacu tiap kali bertemu Evelyn, membuatnya merasa bahwa jiwanya sebagai pria dan hasratnya seperti terasah, membawanya terlena dalam perselingkuhan ini. Tentu, sebenarnya ada rasa bersalah yang kerap timbul dari dalam diri Chris. Hanya saja, rasa bersalah itu tidak lebih besar dari gairah dirinya dan Evelyn yang seimbang. Persetan soal rasa bersalah, ia menyukai kenikmatan yang ia dapatkan dalam hubungan rahasianya dengan kakak iparnya sendiri. Tak lama kemudian, ketika akhirnya sampai pada klimaks yang ia harapkan, Chris menjatuhkan tubuhnya menindih tepat di atas Evelyn yang sejak tadi berbaring di atas kasur, kasur yang merupakan tempat tidur Chris dan Emma. Chris tertegun di tengah embusan napas beratnya yang berusaha ia kontrol. Evelyn pun melakukan hal yang sama, sebelum kemudian dia tertawa kecil sambil mengelus-elus bahu Chris dan berkata dengan suara menggoda, “Kau memang ahlinya, Chris .... Aku benar-benar mencintaimu ....” Chris tersenyum. Dia mengangkat kepalanya dan melayangkan kecupan di pipi kiri Evelyn, lalu melepaskan penisnya dari Evelyn sebelum bergeser ke samping dan duduk tepat di samping kiri wanita itu. Chris meraih ponselnya dari atas meja kecil di sebelah kasur. Sebenarnya ia sadar kalau sejak tadi ponsel itu bergetar berkali-kali, menandakan ada telepon dan pesan pesan masuk. Akan tetapi, ia mengabaikannya karena memang ingin menikmati waktu ‘bermain’ dengan Evelyn. Ia mengaktifkan mode getar pada ponselnya itu bukan tanpa alasan. Begitu menyalakan ponsel, Chris mendapati ada tiga panggilan tak terjawab dan enam pesan masuk dari Emma. Istrinya yang lebih muda tiga tahun darinya itu mengabari kalau dia akan pulang terlambat lagi hari ini. Chris langsung mengetik balasan pesan ke nomor Emma. Tapi baru satu balasan singkat saja yang terkirim, tiba-tiba Evelyn bangkit dari baring dan mengambil alih ponsel dari tangannya. Wanita itu menggeletakkan ponsel Chris sembarangan di atas kasur. Dengan tubuhnya yang masih telanjang bulat, dia menaiki tubuh Chris dan duduk tepat di atas kedua paha Chris. Chris bergeming sesaat menatap wanita itu. Sebelah alisnya terangkat, bibirnya yang tipis mengulas senyum miring ketika Evelyn sengaja mulai bergerak-gerak di pangkuannya dan membuat bagian intim mereka saling bergesekan. “Apa kau menyukai ini?” tanya Evelyn tanpa menghentikan gerakannya. Chris menempatkan tangan kanannya di pinggul kiri Evelyn, melirik pinggul yang masih bergerak sensual itu dengan kilatan nafsu di kedua matanya. “Itu adalah sesuatu yang tidak perlu kau tanyakan, Eve.” “Kau punya kesempatan untuk merasakan ini sejak dua menit yang lalu. Tapi ... kau malah langsung fokus pada ponselmu dan seperti mengabaikanku. Apa kau tidak ingin melanjutkan permainan kita? Aku masih menginginkanmu ...,” tutur Evelyn seraya menopang kedua tangannya di bahu Chris, sengaja memajukan dadanya di depan wajah Chris, lantas tersenyum nakal dan terus bergoyang di atas paha suami adiknya itu. Alih-alih menjawab penuturan Evelyn, setelah beberapa saat memandangi dada Evelyn yang sangat menggoda, Chris menoleh pada jam dinding yang menunjukkan pukul lima sore kurang beberapa menit. Setelah beralih menatap wajah Evelyn, Chris berkata, “Emma lembur. Dia bilang, dia baru pulang pukul delapan.” “Bukankah itu bagus?” Evelyn tersenyum semringah. "Tadi saat aku mengabarimu bahwa hari ini aku tidak bekerja dan sedang libur, kau meneleponku dan menyuruhku datang ke sini karena kau pulang lebih cepat. Dan seingatku, begitu aku baru sampai di rumah ini ... kau membujukku untuk langsung melepas baju bersamamu dan berkata kalau kau menginginkan tubuhku. Sekarang, ternyata Emma akan lembur. Bukankah ini berarti semesta sangat berpihak pada kita? Aku libur, kau pulang cepat, dan Emma lembur.” Chris tertawa pelan seraya memegang dagu Evelyn dan mencium bibir merah wanita itu. Evelyn membalas ciuman Chris tanpa menghentikan gerakan pinggulnya. Dengan cepat, dia berhasil membuat Chris kembali menegang. Mereka melakukan penetrasi lagi dalam posisi itu selepas Chris mengambil kondom dari laci meja nakas dan memakai pengaman tersebut dengan cepat. Chris tidak tahu harus berkata apa melihat tubuh seksi kakak iparnya itu bergerak dengan penuh semangat di atas tubuhnya, bergoyang tanpa henti selagi ia setengah berbaring dengan punggungnya yang bersandar pada headboard kasur. Tak hanya tubuhnya yang seksi, suara Evelyn pun terdengar seksi sekali di telinga Chris ketika Evelyn bertanya, “Apakah semuanya masih aman? Emma sama sekali tidak curiga, ‘kan?” Pandangan Chris terkunci mengagumi tubuh Evelyn. Suaranya agak pelan namun tajam kala dia menjawab, “Kau tidak perlu mengkhawatirkan itu. Akan kupastikan semuanya aman dalam kendaliku.” *** Bersambung .....Seharian penuh Emma berusaha menutupi memar-memar di tangannya. Ketika rekannya tak sengaja melihat dan menanyakan apa yang terjadi, ia beralasan bahwa dirinya terjatuh. Beruntung, bekas tamparan Chris di pipinya tidak sampai meninggalkan bekas yang terlalu tebal, hanya memerah selama beberapa jam saja, tetapi gusinya sempat berdarah. Sementara memar di tangan kanannya, justru lumayan parah hingga berwarna merah keunguan. Emma pulang tepat waktu hari ini. Begitu sampai di rumah, ia langsung masuk ke kamar dan mengambil koper miliknya dari atas salah satu lemari di ruang pakaian. Tadi pagi setelah bertengkar hebat dengan Chris, karena ia harus berangkat bekerja, ia berusaha untuk bersabar dulu, menahan diri agar bisa tetap profesional dengan pekerjaannya dan tidak terlambat ke rumah sakit. Sekarang, karena ia sudah pulang dan untungnya tidak lembur, ia bergegas mengemasi pakaiannya sekaligus barang-barang penting yang akan ia bawa. Tidak semua pakaian ia bawa,
Selain karena pertanyaan intens Emma tentang siapa yang datang kemarin, kening Chris makin mengerut begitu melihat ponselnya ada di tangan oleh Emma. Sudah dua tahun menikah, selama ini Emma dan Chris tidak pernah memeriksa ponsel satu sama lain tanpa izin. Emma sangat percaya pada Chris, sehingga ia tidak pernah berpikiran negatif kalau Chris akan menyembunyikan sesuatu darinya. Pagi ini adalah pertama kalinya ia membuka ponsel Chris tanpa diketahui oleh Chris, itu pun hanya melihat notifikasi pesan saja, tidak lebih. Namun tampaknya, hal itu membuat Chris sangat tidak suka. Pria berambut pompadour itu menjawab, “Itu temanku.” “Temanmu yang mana? Wanita atau pria? Apakah kemarin dia datang ke sini? Kenapa dia membawa-bawa namaku?” Chris menghela napas. “Temanku dari kantor, Emma. Dan tentu saja dia pria. Dia pernah datang ke sini pekan lalu saat kau sedang lembur, lalu kami minum-minum bersama. Dia tahu kau melarangku minum alkohol, makanya aku baru bisa memp
“Kau sudah pulang, Sayang?” sapa Chris. Emma hanya mengangguk pelan pada suaminya yang baru muncul dari kamar itu. Karena entah mengapa perasaannya mendadak tidak enak dan sedikit curiga, ia mendorong Chris ke samping supaya Chris menyingkir dari depan pintu kamar tidur mereka, sehingga ia bisa membuka pintu kamar tersebut. Ia melempar pandangan ke seluruh penjuru kamar, melihat-lihat apakah ada sesuatu yang aneh dan tak biasa di sana. Tapi tidak ada apa-apa. Kamar tidur mereka sangat rapi. Kasur pun juga rapi sekali seperti tadi pagi. Membuat Emma berspekulasi kalau Chris baru pulang juga dan belum menyentuh kasur sama sekali. Chris kemudian menyusul masuk ke kamar. Pria yang sudah menikah selama sekitar dua tahun dengan Emma itu bertanya, “Ada apa? Kenapa kau buru-buru masuk ke kamar?” Beberapa minggu belakangan, Emma merasa kalau sikap Chris memang berbeda. Termasuk soal jadwal pulang kerja Chris yang sangat tak biasa, hampir tiap hari selalu terlambat s
“Kalau kau butuh sesuatu, kabari saja. Aku akan mampir ke sini jika senggang.” Sambil memegangi bagian bawah perut hamilnya, Emma sedikit membungkuk di samping pintu mobil. Ia menatap wanita berambut cokelat yang ada di dalam mobil itu dan duduk di kursi kemudi. “Kau yakin? Aku ini ibu hamil. Aku mungkin butuh sesuatu hampir setiap saat. Aku bisa mengabarimu tiap jam, Jenna,” sahut Emma. Jenna—dokter baru di Cornell Hill yang belakangan akrab dengannya—tertawa di dalam sana. Dia mengangguk dan menjawab, “Silakan saja. Aku tidak keberatan.” Emma turut tertawa. Ia mengetuk pelan kaca belakang mobil Jenna beberapa kali seraya berkata, “Terima kasih karena sudah mengantarku pulang. Kau pulanglah sekarang. Kasihan anakmu menunggu di rumah.” Emma menunggu sampai Jenna memundurkan mobil, lalu mulai melaju menjauh dari area rumahnya di wilayah Washington Heights. Sampai mobil Jenna benar-benar sudah tidak terlihat, barulah Emma berbalik dan melangkah memasuki rumah.
Memanfaatkan waktu sebaik mungkin selagi Emma belum pulang, mereka masih terus berpacu pada gairah di dalam kamar yang dingin itu. Tangan kanan Chris berada di dada kiri Evelyn, sementara tangan kirinya berada di punggung Evelyn, meraba punggung mulus tersebut dengan penuh kesensualan. Bersamaan dengan itu, bibir Chris tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk menikmati leher Evelyn ketika Evelyn mendongak di tengah desahan yang tak karuan. Sengaja ia tidak mencium bibir Evelyn, sebab ingin membiarkan mulut wanita itu terus menggaungkan desah yang semakin membangkitkan gairahnya. “Kau ... sudah berapa lama kau tidak bercinta dengan Emma, huh? Apakah ... semenjak rutin bercinta denganku ... kau tidak pernah lagi menyentuh Emma?” tanya Evelyn di sela napasnya yang menggebu-gebu dan beradu dengan desahan. Chris melirik wajah Evelyn sekilas, melihat bagaimana ekspresi wajah wanita itu menunjukkan kenikmatan yang luar biasa karena ia tak sedikitpun menjeda segala sentuh
Wanita berambut hitam yang berbaring telentang di bawahnya, tak henti menggaungkan desahan di tengah peraduan tubuh mereka. Kedua tangan atletisnya memegang kedua kaki mulus wanita itu yang terangkat dan terbuka lebar. Sekilas dia menggigit bibir bawahnya sendiri dan mengerang pelan kala himpitan pada kejantanannya mulai terasa kian menjadi-jadi. “Chris ... lebih cepat ...,” lenguh wanita itu sembari berusaha menggapai salah satu tangan Chris, menuntun tangan yang keras itu untuk menyentuh salah satu gundukan dadanya. Chris meremasnya dengan penuh nafsu, lantas menunduk untuk meraup bibir merah wanita itu yang sedari tadi terbuka, lantas membawanya ke dalam ciuman panas. Bunyi dari penyatuan mereka tak henti-hentinya mengisi seluruh penjuru ruangan. Ditambah bunyi decak dari ciuman panas mereka, lalu napas berat mereka saling berlawanan. Kamar luas yang di sudutnya terdapat tumpukan barang bayi yang baru dibeli dan belum disusun itu seperti menjadi kotak panas yang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen