"Kamu yang suruh aku menikahi suamimu, tapi kamu juga yang fitnah aku sebagai duri dalam rumah tanggamu!" Slavia menikah dengan kakak iparnya atas desakan Shara karena tidak kunjung dikaruniai anak. Kelak saat anak itu lahir, dia harus menyerahkan bayinya dan pergi jauh dengan seluruh biaya hidup ditanggung oleh Shara. Namun, pada faktanya Shara tidak dapat menahan rasa cemburunya melihat interaksi antara Rio dan juga Slavia. Dia mulai mengungkit perjanjian mereka supaya adiknya ditendang dari rumah suaminya, sesaat setelah bayi itu lahir. Subscribe, like, komen dan share ya!
Lihat lebih banyak“Mas, aku sudah menemukan calon yang cocok untuk kamu!”
Shara menarik seorang wanita muda berumur dua puluh tahunan ke hadapan suaminya, Rio.“Via?!” Jelas saja Rio terkejut karena wanita yang dibawa istrinya adalah Slavia, adik iparnya. “Kamu sudah gila, Ra?”Shara menarik napas keras. “Aku sudah suruh Via buat periksa, Mas! Kandungannya sehat, dia bisa hamil anak kita!”Rio memegang keningnya. Hanya karena ambisinya untuk memiliki momongan, Shara rela melakukan segala cara.“Aku memahami keinginan kamu sebagai istri yang ingin menjadi seorang ibu, tapi bukan begini caranya.” Rio berkata penuh wibawa, meskipun ada otot berkedut di punggung tangannya. “Kamu suruh aku menikahi adik iparku sendiri, di mana pikiran kamu?”“Aku tertekan, Mas! Teman-temanku sudah memiliki momongan semua, paling tidak satu! Aku malu kalau mereka kumpul bawa anak-anaknya!”“Ya sudah, kalau begitu untuk sementara kamu menghindar saja dan tidak usah ikut nongkrong.”“Nggak bisa begitu, aku ini ketua perkumpulan ... Tolonglah, Mas—lakukan ini demi aku!”Sementara pasangan suami istri itu beradu pendapat, Slavia lebih memilih diam. Dia tidak ingin terjebak dalam persoalan rumah tangga kakaknya, tapi kenapa justru sang kakak sendirilah yang membawanya masuk ke ranah pribadi mereka?“Dokter menyatakan kita berdua sehat, itu artinya kamu Cuma diminta bersabar untuk menunggu.” Rio mencoba memberikan pengertian. “Aku dan keluargaku tidak pernah menuntut soal anak, kenapa malah kamu sendiri yang membuatnya rumit?”“Sabar sampai kapan, Mas?” sentak Shara dengan kedua bahu naik turun.“Kamu suruh aku menikahi adik ipar aku sendiri, memangnya siapa yang menjamin kalau Via langsung bisa hamil?”“Setidaknya kita coba dulu, Mas!”“Dan kalau ternyata tidak berhasil, kamu mau membuang Via begitu saja? Di mana perasaan kamu?”Demi apa pun Slavia ingin sekali menyingkir pergi dari hadapan mereka berdua supaya tidak harus mendengarkan perdebatan mereka lebih jauh lagi.“Ya itu sudah risiko, Via juga sudah setuju—iya kan?”Rio langsung menoleh ke arah Slavia yang menghindari tatapannya.“Kan Kakak yang maksa, pakai ngancam-ngancam segala ....”“Via!” tegur Shara disertai dengan pelototan.Rio menarik napas. “Aku tetap tidak setuju, kasihan Via—dia juga memiliki masa depan, rencana kamu Cuma akan membuatnya terjebak masalah yang tidak seharusnya.”“Terus kamu nggak kasihan sama aku, begitu?”“Mau bagaimana lagi? Dokter sudah bilang kita tidak ada masalah apa pun soal kesuburan, Ra!”Namun, Shara tidak peduli. Dia sudah merancang rencana cerdas untuk bisa mendapatkan buah hati impiannya dengan memanfaatkan kepolosan Slavia. Setelah keinginannya itu terwujud, dia akan memberikan kompensasi yang besar kepada Slavia untuk biaya hidup di tempat yang terpisah dari anaknya kelak.Sementara itu, Slavia sangat lega karena Rio menolak ide Shara. Sejak awal, Shara yang selalu menekannya dan mengungkit jasa-jasa yang pernah dia lakukan untuk membantu Slavia meraih pendidikan yang layak sejak usaha toko orang tua mereka mengalami kemunduran.“Ingat ya Vi, biaya sekolah dan kuliah kamu tuh nggak sedikit! Kamu pikir ongkos transpor dan jajan kamu itu dibayar pakai daun?” gerutu Shara saat itu.“Aku tahu, Kak. Suatu saat nanti aku pasti akan balas semua kebaikan Kakak sama aku ....”“Kamu bisa membalasnya sekarang dengan cara menikahi Mas Rio dan jadi istri keduanya untuk sementara.”“Tapi Kak, itu nggak mungkin! Kak Rio kan kakak ipar aku, kenapa sih Kakak nggak memilih bayi tabung saja?”“Pikir dong, Vi! Kamu pikir biaya untuk bayi tabung itu nggak mahal?” semprot Shara sambil berkacak pinggang. “Kalau kamu yang hamil kan aku bisa menekan biaya supaya nggak semahal bayi tabung.”Slavia menghela napas.“Pokoknya kamu harus mau melahirkan anak untuk aku, setelah lahiran kamu bisa pergi jauh dari sini dengan uang yang sangat besar!”“Terus aku nggak boleh sama sekali bertemu sama anak aku?” tanya Slavia sambil menatap wajah ambisius kakaknya.“Ya iyalah, bisa lengket bayi itu kalau dari awal sudah kenal sama ibu kandungnya. Makin susah pisahnya, tahu nggak?”Slavia mengerjabkan matanya dan tidak menjawab.“Kamu mau kan bantu kakakmu ini?” tanya Shara dengan intonasi suara yang jauh lebih rendah, seakan sedang memohon. “Aku sangat ingin punya anak, lima tahun pernikahan dan aku belum hamil sampai sekarang ... Sebagai perempuan, kamu pasti tahu gimana rasanya ....”Melihat Shara memohon seperti itu, demi apa pun Slavia menjadi tidak tega.“Aku ... cuma kalau Kak Rio bersedia,” kata Slavia akhirnya. “Apa pun alasannya aku nggak mau dianggap sebagai orang ketiga di dalam rumah tangga kakakku sendiri.”Shara langsung menerbitkan senyum di bibirnya.“Kamu tenang saja, biar aku yang menjelaskannya ke orang tua kita. Ini semua keinginan aku, jadi kamu sama sekali nggak bisa disalahkan.” Dia memeluk Slavia erat. “Percaya sama aku, Vi. Aku akan menyayangi anakmu seperti darah dagingku sendiri, aku janji.”Slavia tidak berkata apa-apa, dia bimbang dan juga tertekan.***“Mas, kamu kok tega sama aku sih?”Sore itu Rio baru saja tiba di rumah, dan langsung disambut dengan omelan Shara.“Tega bagaimana?”“Kenapa kamu nggak mau menikah sama Via?”Rio menghentikan langkahnya, kemudian menatap Shara.“Apa masih kurang jelas? Via itu adik ipar aku,” jawab Rio tegas.“Tapi Mas, ini demi kebaikan kita bersama! Aku sudah susah payah membujuk Via biar mau menikah sama kamu, tapi kamu malah seperti ini ... Tolong kamu ngertiin aku, Mas.”Rio membuang napas berat. Pulang kerja dalam kondisi capek, sampai rumah bukannya disambut dengan penuh cinta malah disambut masalah baru.“Kita terapi saja, bagaimana? Meskipun aku juga nggak tahu apa yang harus diterapi, kata dokter kita ini sehat kok—atau kamu mau cari dokter lain buat second opinion?”Shara menggeleng tegas. “Kelamaan, Mas. Aku yakin banget kok kalau Via bisa cepat hamil kalau menikah sama kamu ....”“Sudahlah, aku capek.”“Mas, aku belum selesai ngomong! Jangan pergi dulu, Mas!”Rio tidak mendengarkan teriakan istrinya. Dia sudah hapal karakter Shara yang keras. Semakin ditentang, justru wanita itu akan semakin memaksa.Apa dia pikir Rio juga tidak memiliki keinginan yang sama? Sebagai suami, tentu saja dia juga menginginkan keturunan sebagai pelengkap rumah tangganya.Namun, apa harus dengan cara mengorbankan adik ipar sendiri?Sejak pembicaraan sensitif itu, Slavia memilih untuk menyibukkan diri dengan mengelola toko kelontong milik ayah ibunya yang mau tidak mau harus mengalami kemerosotan akibat kalah bersaing dengan toko online yang menjamur.Toko itu bukannya sepi atau tidak laku lagi, hanya saja omzet penjualan mengalami penurunan yang cukup besar.“Apa aku cari kerja saja ya, Bu?” celetuk Slavia. “Biar kalau toko ini nggak bisa diharapkan lagi, aku punya pemasukan untuk bantu-bantu kebutuhan kita.”“Ngapain kamu bingung-bingung, ada kakak kamu yang selama ini kasih uang bulanan yang lebih dari cukup.” Ibu menyahut sembari merapikan stok sabun cuci di etalase.Bersambung—Slavia lantas menaruh foto terakhir dan sukses membuat Shara terperanjat. “Kenapa kamu menaruh foto Mas Rio di situ?” “Memangnya salah kalau foto ayah kandung ditaruh dekat dengan anak-anak kandungnya?” Shara melotot. “Anak-anak kandung ...? Anak Mas Rio dengan kamu cuma Nico!” “Coba perhatikan lagi, yang ini mamanya Luna. Bibir dan hidungnya sangat mirip sama Mas Rio.” Dengan napas yang menderu cepat, Shara mengamati foto Rio dan Lunara bergantian. Semakin dilihat, semakin kemiripan itu menjelma nyata. “Nggak ... ini nggak mungkin! Mas Rio punya anak lagi ... selain Nico?” Slavia mengangguk tenang. “Kamu bohong, Vi. Kapan kamu hamil lagi? Itu pasti anak dari laki-laki lain kan? Anak dari suami baru kamu!” “Aku belum pernah menikah lagi sampai sekarang,” kata Slavia jujur. “Seharusnya kamu berpikir, gimana ceritanya aku tinggal berjauhan sama Mas Rio, tapi masih bisa hamil anaknya?” Shara menatap Slavia dengan penuh dendam. “Aku nggak percaya ini ....” “Tanya saja sama Mas
Sebuah mobil asing ternyata sudah menunggu ketika Ardan tiba di rumah Slavia. “Itu mobilnya Pak Rio, Dan!” “Mau aku antar sampai rumah?” “Nggak usah, aku akan hadapi Pak Rio sendiri.” “Apa kamu yakin, Vi? Kalau dia menyakiti kamu gimana?” “Aku sudah mempekerjakan asisten rumah tangga, Dan. Setidaknya aku nggak benar-benar sendirian di rumah,” jawab Slavia. “Kamu pulang saja, kamu juga harus istirahat karena ada air in kamu sama Raras sibuk banget bantu aku.” Mau tak mau Ardan mengangguk. “Kalau ada apa-apa, kamu harus cepat hubungi aku atau Raras.” “Pasti, aku turun ya?” Dengan berat hati, kartun terpaksa mengganggu dan membiarkan Slavia turun dari mobilnya. “Lama sekali, sengaja?” sambut Rio datar ketika akhirnya Slavia muncul di hadapannya. “Aku kan harus jaga-jaga, takutnya kamu coba-coba menyerangku karena aku sudah melaporkan istri kamu ke polisi.” “Bisa kita bicara baik-baik?” “Oke, masuk saja ke rumahku.” Tanpa menunggu jawaban Rio, Slavia segera meninggal pergi mem
“Kenapa, Bik?” “Ada polisi di depan, Pak ....” “Polisi? Mereka cari siapa?” Rio terbelalak kaget. “Cari ibu, Pak ... Saya nggak berani bilang Bu Shara, makanya saya langsung bilang Bapak saja.” Rio mengusap wajahnya dengan kalut. Ada masalah apa lagi ini? “Selamat malam, Pak!” “Selamat malam, ada perlu apa ya Pak?” tanya Rio sopan. “Kami datang ke sini sambil membawa perintah surat penangkapan untuk Bu Shara,” jawab salah seorang petugas yang datang. “Memangnya istri saya kenapa, Pak?” “Istri Bapak ditangkap atas laporan pengayaan terhadap Bu Slavia.” Rio terperanjat kaget, terlebih ketika petugas polisi menyebut nama mantan istri keduanya. “Mas, ini kita mau ke mana?” tanya Shara ketika Rio menjemputnya di kamar. “Ada yang mau bertemu sama kamu ....” “Siapa?” Rio tidak menjawab. Bukannya dia seorang suami yang tega, justru dia sangat ingin tahu tentang apa yang sedang terjadi sebenarnya. “Polisi? Kok mereka ada di sini sih, Mas?” Shara langsung menghentikan langkahnya s
Shara manggut-manggut, dia sangat yakin jika Slavia tidak akan seberani itu untuk melapor. Atau dia akan membuat namanya kembali viral, dan berimbas ke bisnis online yang digelutinya. “Gimana keadaan kamu, Vi?” “Ya beginilah, Ras ... Luna gimana?” “Ardan yang jemput Luna, kamu tenang saja.” Slavia menarik napas panjang. “Kamu harus dirawat ingat di sini ya?” tanya Raras. “Sebenarnya aku mau pulang, tapi tapi kepalaku pusing banget dan sama dokter diminta untuk observasi di klinik dulu sementara ....” “Atau kamu pindah ke rumah sakit saja?” “Nggak usah lah Ras, aku kan dianiaya bukan sakit kronis.” Raras menghela napas. “Tapi menurutku perbuatan mereka itu sudah sangat keterlaluan, mereka nggak Cuma mempermalukan kamu, Vi. Mereka juga menganiaya kamu, entah apa yang akan terjadi seandainya aku sama Ardan nggak datang ....” “Oh ya, kalian berdua kok bisa tahu posisiku sama apa yang aku alami?” tanya Slavia penuh rasa syukur. “Bukannya kamu yang nelepon pakai aplikas
Jantung Slavia berpacu dengan cepat ketika para wanita itu merundungnya baik verbal maupun fisik, dari mulai menjambak rambut, menampar wajah, dan menarik telinganya beramai-ramai. “Hentikan ini, aku nggak sepenuhnya salah!” teriak Slavia sambil menutupi wajahnya. “Banyak omong, aku viralkan kamu ya!” “Dasar pelakor hina!” Slavia berusaha melawan, tapi tentu saja dia kalah jumlah. Orang-orang mulai berdatangan untuk melihat apa yang terjadi, bahkan ada yang berusaha untuk menghentikan penganiayaan itu. “Stop, Ibu-Ibu! Ini ada apa?” “Tolong jangan main hakim sendiri!” “Anda ini kan sesama perempuan, kenapa menyakiti perempuan?” Teman-teman Shara menghentikan sejenak aksi bar-bar mereka. “Dia ini pelakor!” “Betul, dia adalah orang ketiga dalam rumah tangga teman kami!” “Haahh? Jadi dia itu pelakor?” Slavia menurunkan tangannya dan berteriak. “Bohong, itu semua fitnah!” “Wah, berani juga pelakor ini!” “Iya nih, dasar nggak punya malu!” “Aku memang bukan pelakor, istri perta
Mana bisa begitu,” tolak Shara. “Nico itu anak Mas Rio, dan aku adalah istrinya.” “Aku nggak peduli, aku ini ibu kandung Nico.” “Nggak bisa, Vi. Sesuai perjanjian, Nico harus kamu serahkan kepada Shara dan Rio untuk dirawat.” Rini menengahi. “Ibu lupa kalau perjanjian itu sudah enggak berlaku lagi?” tanya Slavia mengingatkan. “Mas Rio dan ibunya sendiri yang datang untuk bujuk aku supaya melanjutkan pernikahan itu, sedangkan uang ganti rugi yang sudah Kak Shara bayarkan juga diganti sama Mas Rio.” “Jadi kamu mau uang?” sentak Shara. “Tolong deh, bisa nggak jangan pakai teriak-teriak?” Slavia mengingatkan. “Di sini itu tempat umum, bukan tempat buat marah-marah ....” Rini mengusap tangan Shara. “Tenang.” Slavia menarik napas. “Sejak awal aku sudah bilang sama mas Rio Kalau aku cuma mau mengurus masalah hak asuh Nico, aku nggak peduli lagi sama kalian berdua. Asal aku nggak diusik, aku juga nggak akan mengusik kamu ataupun Mas Rio.” “Kamu nggak usah bohong, Vi. Buktinya kamu int
Aku mungkin menyesalkan ide kamu, tapi ... aku tidak menyesali kehadiran Nico sedikit pun.” “Kamu bikin aku sakit hati, Mas. Kamu tega ....” “Kamu sendiri tega memaksaku menduakan pernikahan kita, sampai kamu mencoba bunuh diri dan membuatku tersudut bersama Via. Ingat?” Shara mati kutu. Semua yang Rio ucapkan terasa seperti beberapa anak panah yang meluncur bersamaan dan menancap tepat di ulu hatinya. “Justru itu aku minta kamu untuk memperbaiki pernikahan kita, Mas. Aku nggak mau ada Via lagi di tengah-tengah kita, cukup Nico saja yang akan jadi pelengkap kebahagiaan ... Belum lagi anak kita nanti seandainya aku diberi kepercayaan untuk hamil anak kamu.” Rio memijat keningnya, rasa pusing kini seringkali mampir sejak dia bertemu kembali dengan Slavia dan juga bocah perempuan itu. “Mas, apa ucapan aku ada yang salah? Kok kamu diam saja?” tanya Shara khawatir. “Aku terlalu pusing dengan semua ini ....” “Oke, kita sebaiknya jangan membicarakan soal Via atau perjanjian masa lalu
“Istri satu-satunya ya, sungguh membanggakan. Akan jauh lebih membanggakan lagi kalau kamu bisa kasih keturunan sama suami kamu,” sindir Slavia tepat sasaran. “Kamu ....” “Atau jangan-jangan kamu juga sudah berhasil punya anak? Kalau begitu, kembalikan Nico sama aku. Bukankah kamu bisa merawat anak kandung kamu sendiri?” tanya Slavia pura-pura. “Mulut kamu itu ya, Vi. Pengin aku robek-robek rasanya!” Slavia tersenyum kecil. “Kamu masih nggak berubah juga ya, suka emosian.” “Diam kamu, aku sudah kasih kamu peringatan. Jangan sampai aku bikin mental kamu hancur untuk yang kedua kalinya.” Mendengar ancaman itu, Slavia seketika berdiri dan membuat Shara terperanjat kaget saat melihat sorot matanya yang tajam membunuh. “Coba saja, kamu pikir aku masih sama seperti Via yang dulu?” “Apa maksud kamu?” “Pikir saja sendiri, kamu masih bisa mikir kan?” “Jangan kurang ajar kamu!” Shara ikut berdiri dan bersiap melayangkan tamparan ke wajah Slavia, tapi tangan itu tidak pernah mendarat d
“Daripada Nico tahu dari orang lain, nanti dia malah bingung. Kasihan,” ucap Rio sembari memejamkan mata. “Kita tetap harus kasih tahu dia, Ra.” “Aku mohon pertimbangkan lagi keputusan kamu, Mas. Bukankah Via punya niat jelek untuk merampas Nico dari tangan kamu?” “Aku akan membujuknya supaya tidak melakukan hal itu.” “Membujuk gimana?” Shara menyipitkan mata. “Jangan bilang kalau kamu diam-diam menemui Via di belakang aku, ya?” “Ngapain aku harus diam-diam? Aku tidak harus minta izin kamu buat bicara sama Via kan?” tukas Rio, tampak tidak senang. “Bukan begitu juga maksud aku, Mas ....” “Aku bisa lihat kalau Via dendam sekali sama kita, seolah kita sudah melakukan kesalahan besar di masa lalu.” Rio menambahkan, membuat wajah Shara memucat. “Aku tidak habis pikir sama Via, dia benar-benar sudah berubah.” Shara menelan ludah, dia merasa harus segera berbuat sesuatu. “Terus apa rencana kamu?” “Seperti yang aku bilang tadi, aku akan minta Via untuk tidak meributkan soal hak asuh
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen