Share

3. Bos Baru Ternyata Ayah Tisa

Saat aku harus berjuang melahirkan buah hati kami,  suamiku tak terlihat. Dan kemudian di saat anakku berusia lima bulan, datanglah seorang pengacara meminta tanda tangan persetujuan cerai dariku. Hati ini terlalu sakit, dia bahkan tak pernah melihat wajah Tisa yang begitu mirip dengan dirinya. 

Kuhempaskan nafasku dengan kuat, lalu bergegas keluar. Aku melakukan pekerjaanku dengan tekun, kubuang semua kenangan indah tentang suamiku. Bagiku, dia sudah mati. Sekarang aku harus berjuang untuk menghidupi anakku sendiri. Apapun akan aku lakukan untuk kesembuhan dan masa depannya. Dialah hartaku satu-satunya selain ibu.

Derap langkah sepatu hels menggema di lantai satu. Kuangkat wajahku, nampak seorang wanita dengan pakaian elegan berkulit sawo matang melangkah di dampingi dua orang pengawal. Aku sudah bisa menduga jika wanita ini pasti isteri bos. Dari gayanya yang terlihat sangat arogan sudah menunjukkan jika dialah wanita yang menjadi obrolan karyawan di kantin pagi tadi. Sebisa mungkin aku menghindar agar tidak menimbulkan masalah. Aku menunduk dan mundur perlahan saat wanita itu melewatiku. 

Dia benar-benar angkuh, tak sedikitpun dia melirik pada resepsionis dan karyawan yang dilewatinya. Apalagi diriku yang hanya cleaning service ini. 

Aku masuk lagi ke ruangan kami dan meletakkan pembersih lantai. Entah mengapa, aku mulai menyukai pekerjaan ini. Sangat ringan dan tidak terlalu melelahkan. Apalagi makan siang kami disediakan di kantor ini sehingga kami tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makan.

"Menurut informasi dari asisten manajer Personalia, sore nanti akan diadakan apel sekaligus perkenalan dengan bos baru Perusahaan," tutur Faijah saat aku masuk ke dalam ruangan.

"Cepat sekali perkenalannya," jawabku seadanya.

"Ah kau ini, apa kau tak ingin melihat wajah bos baru yang tampan itu ?" 

Aku hanya tertawa mendengar ucapan Faijah. Hati ini rasanya sudah tertutup untuk menerima laki-laki lain, yang menjadi tekadku saat ini bagaimana Tisa sembuh, itu saja. Walau kata orang aku cantik dan usiaku masih sangat muda tapi aku sama sekali belum berpikir mencari pengganti ayah Tisa.

Cuaca terlihat mendung, tapi belum tentu hujan. Hal ini hanya menandakan jika sore hari ini udaranya terasa sejuk. 

Benar kata Faijah, semua cleaning service berkumpul di atap gedung. Aku bersama teman-teman naik lift karyawan menuju lantai tujuh. Aku sempat melihat ruangan Ceo berada di ujung kanan seberang lift. Dari lantai tujuh kami naik lagi ke atas melalui tangga.

Nampak semua cleaning service telah berkumpul. Ternyata diatap gedung tersedia tempat duduk. Di samping gedung terpasang pagar stenlis sebagai bagian dari keamanan. Jadi tidak terlalu ngeri ketika melongokkan kepala ke bawah. 

Aku yang sedikit pobia akan ketinggian tak berani untuk berdiri di pagar itu, bahkan menoleh pun aku tak berani. Aku duduk dideretan kursi paling belakang.

Tak berapa lama terdengar suara keributan, rupanya bos dan rombongan sedang naik ke atas. Kami diminta untuk segera berdiri membentuk barisan.

"Laki-laki berbaris terpisah dengan wanita, masing-masing dua baris," terdengar aba-aba dari seorang pria. Yang kuingat dia adalah asisten manager personalia.

Kami segera berbaris dengan rapi, aku berada di barisan paling belakang tepat di belakang Stela cleaning service di lantai dua, sedangkan Faijah berada di sebelahku di belakang Tina.

Aku terkesiap tatkala melihat bos, apalagi ketika mendengar suaranya. Yakinlah aku jika dia adalah ayah dari anakku. Aku menunduk dan bersembunyi di belakang Stela. Aku tak mendengar lagi apa yang dikatakannya. Pikiranku melayang, rasanya aku ingin berlari dan keluar dari gedung ini.

"Coba yang di belakang maju ke depan." 

Oh Tuhan itu suara Azhar, aku semakin tertunduk dalam. Faijah segera maju kedepan. 

"Yang satu lagi maju." 

Stela menengok ke belakang, "Kau maju."

Aku berjalan ke depan sambil menunduk, sebisa mungkin aku menghindar dari tatapan pria yang pernah mengisi relung hatiku yang paling dalam itu.

Aku bersyukur di dalam hati, karena dia tak memperhatikan aku. Namun aku salah.

Saat aku mendongak tak sadar mata kami saling bersirobok. Wajahku seketika memanas, kulihat juga wajahnya yang seketika memucat dan mundur beberapa langkah ke belakang.

"Bos.., apakah kau sakit ?" seru asisten yang segera menangkap lengan Azhar.

Aku kembali menunduk, tak sadar air mata ini jatuh ke lantai. Entah Azhar melihatnya atau tidak, biarlah dia tahu jika sekarang aku hanyalah seorang cleaning service demi menghidupi buah hati kami.

Sekuat tenaga aku menguatkan hatiku, aku tak boleh lemah di hadapannya. Kini aku sadar mengapa dia meninggalkan aku tanpa pesan.

Azhar menatapku tak berkedip, aku pura-pura tak melihatnya dan menatap lurus ke depan.

Faijah menyenggol lenganku dan berbisik, "Bos sepertinya terus memperhatikanmu."

Aku hanya tersenyum sinis, biarlah dia melihat cibiranku ini. Biarlah dia tahu jika aku sangat membencinya. Cinta yang dulu pernah ada telah hilang di telan waktu.

Azhar memilih ďuduk dikursi yang disodorkan asistennya, mungkin kehadiranku membuatnya sedikit shock sehingga asistennya yang mengambil alih apel sore ini. Dan dia hanya terus menatapku tak berkedip.

Aku tak perduli, aku harus tetap bersikap profesional. Aku tak akan mengundurkan diri, sebisa mungkin aku menghadapi kenyataan ini. Rupanya dia meninggalkanku karena menikahi anak konglomerat. Aku mengatupkan rahangku dengan kuat.

"Teman-teman semua, saya perkenalkan pemilik perusahaan yang baru. Beliau bernama Muhammad Azhar dan mempunyai seorang isteri bernama Alena Saputri. Besar harapan kami teman-teman bisa mengerjakan tugas dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab. Kalian adalah bagian dari perusahaan ini, jadi marilah kita bekerja sama dengan baik" 

Asisten memperkenalkan bos perusahaan yang terlihat menyatukan kedua tangannya di depan dada. 

Lalu asisten itu kembali memberikan beberapa arahan setelah itu membubarkan barisan. Aku segera membalikkan badanku saat terdengar suara memanggilku. Aku berbalik, kulihat Azhar membisikkan sesuatu ke telinga asistennya.

"Mita Ariendy, harap keruang Ceo." 

Aku hanya mengangguk tanpa suara, lalu berjalan menuruni tangga. Aku tak tahu jika seorang cleaning service sempat memperhatikan aku.

Setibanya di lantai tujuh aku tidak langsung ke ruang Ceo. Aku memilih masuk ke dalam lift dan turun ke lantai satu menuju ruangan. Tak kuhiraukan lagi pertanyaan Faijah, aku buru-buru mengambil tas ranselku di loker dan segera berjalan setengah berlari.

"Maaf aku harus ke rumah sakit."

Mungkin Faijah dan Reza akan berpikir jika terjadi sesuatu pada anakku. Tak apa mereka berpikir begitu, yang penting sebisa mungkin aku keluar dari gedung ini secepatnya.

Aku memanggil ojek yang biasa mangkal di depan gedung dan secepatnya berlalu dari tempat itu menuju rumah sakit. 

Aku bahkan tak perduli tatapan heran satpam karena aku keluar masih dengan seragam cleaning service. Kupejamkan mataku sesaat, terserah anggapan orang bagaimana. Aku sebisa mungkin menghindari mantan suamiku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status