Share

Bab 42 : Hati yang Ragu

Author: Vanilla_Nilla
last update Huling Na-update: 2025-03-07 21:30:20

Daniel mengernyit, rasa gelisah tiba-tiba menyelinap ke dalam hatinya. Entah kenapa, melihat punggung Sophia yang menghilang di balik pintu membuat dadanya terasa sesak.

"Lepaskan, Laura," ucapnya tiba-tiba.

Laura yang masih memeluknya dari belakang sedikit tersentak. "Daniel?"

"Aku bilang, lepaskan." Kali ini suara Daniel terdengar lebih tegas.

Laura terdiam sejenak, sebelum akhirnya perlahan melonggarkan pelukannya.

Sementara itu, Daniel segera berbalik, menatap Laura beberapa detik sebelum akhirnya ia berkata kembali, "Kau bilang aku masih mencintaimu, tapi sejujurnya aku bahkan tak tahu apa yang kurasakan sekarang."

Daniel mengusap wajahnya kasar, berusaha mencoba menahan sesak yang ada di dalam dadanya, ia menghela napas berat, kemudian berkata lagi, "Lima tahun bukan waktu yang singkat, Laura. Aku sudah terlalu lama belajar hidup tanpamu."

Sepasang mata Laura berkaca-kaca, bibirnya bergetar. Namun, ia mencoba untuk berkata meski terasa sesak. "Jadi … maksudmu?"

"A
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 111 : Ingatan Masa Lalu

    Pagi ini, sinar matahari mengintip malu-malu dari balik tirai kamar Daniel. Ia baru saja selesai mengenakan kemeja, saat itu juga, ponselnya bergetar di atas meja. Sebuah pesan singkat masuk, dari satu nama yang membuat alisnya langsung terangkat—Ayah. "Temui aku di ruang kerjaku. Sekarang." Tak ada tambahan kata, tak ada penjelasan. Pesan itu singkat, tegas, dan cukup untuk membuat jantung Daniel berdegup sedikit lebih cepat. Ia menatap layar ponsel beberapa detik sebelum akhirnya meraih jasnya dan melangkah keluar. Ada firasat yang aneh di dadanya, firasat bahwa pagi ini akan menjadi awal dari sesuatu yang besar. Atau sesuatu yang sulit. Beberapa menit kemudian, langkah Daniel bergema di sepanjang koridor mansion. Para pelayan yang lewat menunduk hormat, namun ia tak membalas sapaan apa pun. Matanya hanya tertuju pada pintu besar ruang kerja William di ujung lorong.Setelah berada di depan pintu, Ia mengetuk pelan. "Masuk," suara William terdengar dari dalam. Daniel mendorong

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 110 : Ingin Kembali

    Malam ini, setelah panggilan telepon dengan Sophia berakhir, Daniel duduk lama di depan jendela rumah tua peninggalan ibunya di London. Matanya menatap langit gelap yang bertabur bintang, tapi pikirannya jauh, melayang kembali ke tanah kelahirannya, ke wanita yang baru saja ia akui mencintainya. Tak ada alasan lagi baginya untuk tinggal di sana. Rumah itu hanya menyimpan kenangan lama yang tak mampu mengisi kehampaan hatinya. Semua yang ia cintai, dan yang selama ini membuatnya bertahan, ada di sana—di sisi Sophia. Dengan pelan, Daniel bangkit dari duduknya. Ia mengambil koper kecil yang belum benar-benar ia bongkar sejak kedatangannya. Tangannya mulai memasukkan pakaian seadanya ke dalam koper itu, lalu melirik tiket pesawat pulang yang sudah ia pesan diam-diam setelah panggilan telepon itu selesai. Penerbangan tercepat, esok pagi. Ia tidak memberi tahu siapa pun, termasuk John. Hanya satu pesan pendek yang ia kirimkan: "Aku pulang. Jaga apa pun yang mungkin bisa terbongkar selam

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 109 : Pengakuan

    Daniel terduduk lama di lantai, punggungnya bersandar pada sisi tempat tidur tua, sementara album foto itu tetap berada di pangkuannya. Pandangannya kosong, namun matanya menyimpan badai yang mulai bergejolak. Jarinya menggenggam tepi halaman foto erat-erat, ia ingin sekali merobek kenyataan yang ada di depannya. Ia menatap wajah ibunya di foto itu—wajah yang tersenyum, penuh kehangatan. Tapi di sebelahnya berdiri seorang pria yang tak pernah ia duga akan muncul dalam kenangan ibunya. Robert. Ayah dari Sophia. Seseorang yang selama ini tak pernah ia kaitkan dengan masa lalu keluarganya. "Kenapa ... kenapa Mama tidak pernah cerita tentang ini?" Rasa kecewa, curiga, dan amarah berkecamuk di dalam dadanya. Ia merasa seperti sedang membaca kisah hidup orang lain, padahal ini adalah kisah hidupnya sendiri. Dunia yang selama ini ia kenal, perlahan-lahan mulai retak. Dan ia tahu, jika benar ada hubungan masa lalu antara ibunya dan Robert, maka banyak hal dalam hidupnya—dan hidup Sophia—ya

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 108 : Hubungan Rumit

    Sophia dan David akhirnya tiba di sebuah pulau kecil yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota. Lautan membentang luas di hadapan mereka, ombak bergulung lembut menyapu pasir putih yang membingkai pantai. Angin laut yang sejuk berembus pelan, menyibakkan helaian rambut Sophia yang tergerai di pundaknya. Wajah David tampak cerah saat ia melirik ke arah Sophia. "Bagaimana? Kau suka tempat ini?" tanyanya ringan, mencoba mencairkan suasana. Sophia mengangguk pelan, meski senyum di wajahnya tampak sedikit dipaksakan. "Indah sekali," ucapnya lirih, matanya menatap ke arah hamparan laut biru di hadapannya. Mereka berjalan berdampingan menuju vila kecil yang sudah dipesan David sebelumnya—sebuah tempat terpencil dan privat, menghadap langsung ke laut. Sepanjang perjalanan, suasana antara mereka terasa canggung. Meski David berusaha bersikap hangat, ada jarak tak terlihat yang memisahkan mereka, seolah masing-masing terjebak dalam pikiran dan perasaannya sendiri. Sophia menatap sekitar, menc

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 107 : Keputusan William

    Dengan langkah berat, Daniel keluar dari ruang kerja sang ayah. Di tangannya tergenggam erat tiket dan dokumen perjalanan yang baru saja diberikan William. Ia menatap kertas-kertas itu dengan perasaan campur aduk—ada kecewa, ada marah, namun yang paling dominan adalah ketidakpercayaan. Ia tak menyangka. Ia benar-benar tak menyangka bahwa keputusan ayahnya bukanlah kemarahan atau hukuman langsung … melainkan menyuruhnya pergi jauh, ke luar negeri. Kepercayaan, begitu William menyebutnya. Tapi di mata Daniel, ini tak ubahnya pengasingan halus—cara ayahnya menyingkirkannya dari semua kekacauan yang telah terjadi di rumah ini. Langkahnya menuruni anak tangga terasa lebih berat dari biasanya. Setiap derap seolah menggemakan perasaan sesak dalam dadanya. Ia melangkah keluar menuju taman belakang, berharap udara segar bisa menenangkan gejolak yang mengaduk-aduk pikirannya. London … Ia menatap langit yang mulai menguning ditimpa matahari senja. Pergi ke luar negeri di saat seperti ini, d

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 106 : Pengasingan

    "Kenapa kau diam, Sophia?" Tatapan mata William menusuk, berusaha mencari kejujuran di balik wajah cucu menantunya itu. "Apakah … sampai saat ini dia masih ada dalam hatimu?" Suasana kamar menjadi sunyi. Hanya suara detik jam di dinding yang terdengar, menggema pelan seiring detak jantung Sophia yang makin tak menentu. Perlahan, Sophia mengangkat pandangannya. Mata mereka bertemu. Ada kegelisahan di matanya, juga luka yang belum sembuh. "Kakek …" "Jujur saja, Sophia. Kakek tidak akan marah. Aku hanya ingin tahu isi hatimu yang sebenarnya." "Aku hanya ingin membahagiakan orang tuaku, Kakek ..." Sophia menunduk, menatap ujung jemarinya yang saling menggenggam erat di atas pangkuan. William memandang cucu menantunya itu lama. Ada getir yang terasa merambat di dadanya. Ia menarik napas dalam, lalu menyandarkan tubuhnya lebih nyaman pada bantal tebal di belakang punggung. "Membahagiakan orang tuamu …" ulangnya pelan, seolah menimbang-nimbang kalimat itu. "Tapi ... bagaimana dengan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status