Share

Bab 4. Salah Orang

Sementara itu di tempat lain, seorang gadis meringkuk dengan tangan dan kaki terikat. Mulutnya ditutup dengan lakban. Gadis itu masih mengenakan pakaian pengantin. Perlahan ia membuka mata dan melihat sekeliling ruangan itu yang tampak asing baginya. Samar-samar ia mendengar seseorang sedang berbicara.

“Dia baik-baik saja, Tuan.”

“Dimana aku?” tanya Calantha pada dirinya sendiri.

Gadis itu adalah Calantha Mariama. Seharusnya ia sekarang sudah berbulan madu bersama dengan suaminya. Melihat keadaannya yang sedang terikat, jangankan bulan madu menikah saja mungkin ia tidak jadi.

Pria itu melihat ke tempat tidur. “Dia sudah siuman. Sekitar lima menit yang lalu, Tuan,” kata pria itu. Pandangannya masih tetap terarah pada Calantha.

“Baik, saya akan pastikan dia baik-baik saja."

"....."

"Bagaimana dengan ikatannya, Tuan?"

"....."

"Baik, saya akan melepaskannya dan menyuruh pelayan wanita untuk membantu membersihkan tubunya."

"...."

"Siap, Tuan!"

Pria berkepala plontos itu pun mengakhiri pembicaraannya dan menghampiri Calantha. Kemudian ia membuka lakban yang menutupi mulut Calantha.

“Si-siapa kamu?” tanya Calantha dengan terbata.

“Jangan men-dekat.”  ucapnya lagi

Calantha berusaha menjauhi pria yang mendekatinya hingga sampai ke sudut kepala tempat tidur. Pria itu tidak menjawab pertanyaan Calantha dan berlalu begitu saja dari ruangan.

Tak lama kemudian terdengar langkah kaki mendekat, pria itu masuk di ikuti dengan seorang wanita paruh baya.

“Lepaskan semua ikatan di tangan dan kakinya, bersihkan badannya. Dandani dia sebaik mungkin,” ucap pria berkepala plontos itu. Ia pun keluar dari kamar itu.

Wanita paruh baya itu membuka semua ikatan dari tubuh Calantha, terlihat ada bekas ikatan di pergelangan tangan dan kakinya berwarna merah. Kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih bersih.

“Mari, Nona. Kita bersihkan tubuh Nona terlebih dahulu. Saya sudah mempersiapkan air hangat dengan aroma terapi. Nona berendam saja dahulu untuk merilekskan tubuh kaku nona. Mari saya bantu membuka pakaian nona,” ucap wanita paruh baya itu dengan lembut.

Wanita paruh baya itu hendak membuka pakaian yang dikenakan Calantha, tapi ia menolak. Tidak ada yang pernah melihat dia tanpa busana. Saat berpacaran dengan Redra, mereka hanya berpegangan tangan saja, ciuman pun hanya sekilas saja.

“Sa-ya bisa sen-diri,” jawab Calantha gugup. Dia lelah, badannya semua lengket. Ia juga tidak tahu jam berapa sekarang. Sudah berapa hari ini berada di tempat ini, ia pun tak tahu tanggal dan hari apa sekarang ini.

“Tapi Nona. Tuan memerintahkan kami untuk membantu dan mempersiapkan semua keperluan Nona.”

Wanita paruh baya itu sekali lagi mencoba untuk membantu menanggalkan pakaian Calantha. Lagi-lagi Calantha menolak. Saat ingin membuka resleting gaun pengantinnya, ia kesulitan untuk membukanya. Wanita paruh baya itu pun membantu menurunkan resleting itu. Namun, hanya sebatas itu saja.

“Jangan takut, nama saya Marina. Panggil saja Rina. Tuan adalah orang yang sangat baik dan sangat sayang pada Nona. Dia tidak bermaksud menyakiti Nona. Tuan membawa Nona ke tempat ini agar Nona tidak kabur lagi,” kata pelayan yang bernama Marimar.

Saat ini mereka sedang berada di kamar mandi. Calantha sedang berendam di bathup. Ia tidak punya tenaga untuk melawan dan saat ini ia tak tahu sedang berada dimana. Rina masih setia menunggu Calantha berendam, sesekali Rina menggosok tubuh Calantha. Rina juga membatu Calantha untuk berpakaian dan juga membantu Calantha untuk berdandan.

“Cantik,” guman Rina lirih, namun masih di dengar oleh Calantha, ia pun tersenyum.

Calantha menggunakan dress selutut dengan kerah V dan berwarna merah marroon. Agak risih juga ia mengenakannya apalagi dengan warna dress yang terlalu mencolok menurutnya. Sudahlah tak ada guna buat protes, ia tak tahu sedang berada dimana saat ini. Akan ia ikuti saja permaianan ‘Tuan’ sebelum ia kabur dari tempat ini.

Rina membawa Calantha menuju ruang makan. Mereka menuruni anak tangga, rumah ini sangat luas. Ruang makannya saja seluas apartemennya, dari anak tangga, Calantha bisa melihat pohon kelapa yang berbaris dengan rapi, ia juga mendengar suara deburan ombak. Apa tempat ini berada di sebuah pulau? Calantha melihat Rina.

“Villa ini berada di sebuah pulau pribadi milik Tuan Linardy, Nona,” jawab Rina. Meski tidak bersuara Rina tahu kalau Calantha sedang bertanya hanya dengan tatapan mata.

Banyak lukisan yang terpajang di sepanjang dinding rumah ini. Calantha menghitung dalam hati, sekitar sepuluh lukisan, ini masih hanya disatu dinding belum di dinding lainnya. Belum lagi guci yang berada disudut anak tangga, lampu kristal yang menggatung menambah kesan mewah rumah ini. Calantha berusaha mencari foto keluarga, ia memindai setiap sudut rumah tak ada foto keluarga yang ia temukan, hanya berbagai lukisan yang menempel di dinding.

Saat dirinya telah sampai di ruang makan. Ia melihat seorang laki-laki tengah duduk. Dihadapannya telah terhidang berbagai jenis makanan laut. Dan dibelakang pria itu ada dua orang pelayan. Lihatlah meja makannya saja sangat mewah dengan berbagai ukiran di pinggiran meja, menurut Calantha meja itu terbuat dari kayu jati pilihan.

Pria itu melihat Calantha, sorot matanya sangat tajam seakan ingin membunuh. Sempat Calantha terpesona melihat betapa tampannya pria di hadapannya. Itu berlangsung hanya lima detik, karena detik berikutnya kemarahanlah yang ia lihat dari wajah tampan itu. Pria itu berusaha menahan emosi dengan mengepalkan kedua tangannya yang ada di atas meja. Sebelum Calantha duduk pria itu berkata.

“Bagaimana kabarmu, Calanthe Samira?”

Adam Linardy.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status