Lima tahun kemudian.
"Sampai kapan lo seperti ini?" ucap asistennya pada Rendra.
Asisten Rendra bernama Dito Wijaya dan juga sebagai sahabat. Mereka sudah biasa menggunakan bahasa informal baik di kantor maupun dalam keseharian. Hanya bertemu dengan kolega bisnis mereka berbicara formal. Itu dulu, sebelum semuanya terenggut. Karena selama kejadian itu hanya Dito yang selalu bertemu dengan kolega bisnis, Rendra belum mau bertemu dengan siapapun.
Sudah lima tahun berlalu, tapi Rendra belum menemukan keberadaan Calantha~ kekasihnya. Ia juga sudah mencari ke berbagai tempat dan penjuru dunia bahkan sudah memasang iklan. Namun, pencariannya nihil tak ada yang dapat menemukan Calantha. Detektif yang ia sewa pun menyerah karena sampai saat ini mereka tak bisa menemukan keberadaan Calantha.
"Move on dong, sudah lima tahun dan lo masih saja tetap terpuruk. Yakinlah Calantha baik-baik saja," ucap asistennya lagi berusaha membuat Rendra bangkit dari keterpurukan.
Semenjak menghilangnya Calantha hidupnya tak terurus. Ia tak memperhatikan penampilannya lagi, rambut yang biasa tertata rapi dan berpomade dibiarkan panjang terurai sampai lewat bahu. Jambang juga sudah panjang tak dicukur. Yang selalu memakai stelan jas jika di kantor kini hanya memakai kaos lengan panjang. Penampilannya sudah menyerupai gembel.
"Perkebunan kita yang di desa X bagaimana?" tanya Rendra. Akhirnya ia membuka suara juga.
"Sejauh ini perkembangannya melaju cepat dan hasil panen 2x lipat meningkat dari biasa. Lo ada rencana mau kesana? Gue dengar-dengar ada cewek cantik disana dan gue yakin lo bakal terpesona ama tu cewek."
"Ngaco lo, sore ini kita kesana. Siapkan mobil,"
"Siap bos. Tapi bos penampilan tolong diubah," ucap asisten Rendra sambil menghormat ala tentara dan tak lupa mengingatkan Rendra untuk mengubah penampilan.
"Iya, bawel lo," jawab Rendra meninggalkan ruangannya. Ia berencana ke barbershop langganannya.
Lima tahun terakhir Rendra dan Ayahnya memang mengembangkan bisnis di bidang perkebunan di desa X. Tanah seluas 15 hektar dibeli oleh Bayu dan ditanami kopi dan juga teh.
Desa X berada di ketinggian 1300 mdpl sehingga sangat cocok untuk tanaman kopi maupun teh. Hasil panen mereka sudah diekspor ke negara-negara Asia dan benua Eropa. Tentunya kualitasnya tidak diragukan lagi, merek dagang mereka juga sudah dikenal kalayak ramai. Pecinta kopi untuk merek dagang kopi dan penikmat teh untuk merek dagang teh.
Belum pernah sekalipun Rendra menginjakkan kaki ke Desa X. Ia bekerja dibalik layar saja. Jika ke kantor pun ia selalu menyamar dan tak berani menampakkan diri ke publik. Saat ini ia akan bangkit dan mencoba melupakan semuanya. Mungkin dengan ke Desa X ia akan nyaman karena penduduk setempat tidak akan ada yang mengenalnya.
Sebelum senja tenggelam ia harus sudah berangkat menuju Desa X. Ia tak ingin malam menyelimuti perjalanannya.
***
Seorang gadis dengan cekatan membawa piring-piring yang berisi makanan ke meja pelanggan. Ia dibantu dengan seorang asisten, tapi tak mampu juga melayani banyaknya permintaan pelanggan.
Pagi ini suasana warung makan begitu ramai tidak seperti biasanya. Mungkin karena panen raya kopi sehingga banyak pekerja yang didatangkan dari desa sebrang. Meski ada pekerja tetap yang menangani perkebunan milik PT. Makmur Sejahtera para pekerja akan kewalahan jika masa panen raya kopi tiba. Sehingga manager perkebunan menambah tenaga pekerja.
Momen seperti inilah yang dimanfaatkan gadis tersebut untuk meraup keuntungan. Jika hari-hari biasa ia hanya menyediakan nasi uduk dan lontong saja. Namun, di panen raya seperti ini ia tidak hanya menyediakan itu saja, ia menambahkan aneka olahan mie, gorengan dan kue basah ke dalam daftar menu. Karena panen raya kopi hanya terjadi sekali setahun yang terjadi pada bulan Mei sampai Agustus. Meski ada juga sebagian kopi pada perkebunan itu yang bisa dipanen setiap hari, tapi tidak sebanyak kopi saat panen raya.
"Pagi Mbak Ayu, nasi uduknya masih ada?" tanya Aryo manager perkebunan. Ia memang selalu biasa sarapan di warung Ayu. Gadis itu adalah Rahayu Lestari yang kini tinggal dan menetap di Desa X selama lima tahun terakhir.
"Pagi Mas, selalu ada untuk Mas," jawab Ayu dengan ramah dan menampilkan senyumnya.
"Kalau begitu Mas pesan 1 piring dengan segelas teh hangat, Mbak," ucap Aryo sembari menyebutkan pesanan. Ia pun memilih duduk dipojok rumah makan yang kebetulan masih ada bangku kosong.
"Pak Aryo, saya dengar pemilik perkebunan ini akan berkunjung ya, Pak?" tanya salah satu pekerja.
"Darimana kamu tau?" tanya balik Aryo yang mengetahui bahwa atasannya memang sedang berada di desa ini. Namun, belum ada pekerja yang mengetahui kecuali dirinya.
"Saya tak sengaja lewat dari ruangan Pak Dito dan mencuri dengar percakapan mereka. Dari percakapan yang saya dengar sepertinya Pak Dito memang sedang berbicara dengan pemilik perkerbunam," jelas pekerja itu lagi.
Aryo tidak menyangkal dan tidak mengiyakan ucapan pekerja itu. Ia memilih diam karena kedatangan anak perkebunan harus di rahasiakan.
"Ini pesanan Mas Arya, sepiring nasi uduk dan segelas teh hangat. Silahkan dimakan Mas," ucap Ayu mengantar pesanan makanan ke meja di mana Aryo duduk.
Ayu kembali ke steling makanan dan bermaksud untuk duduk karena tidak ada lagi pelanggan yang memesan. Baru saja ia akan mendaratkan bokong ke kursi yang biasa ia duduki, ia melihat 2 orang pria yang hendak masuk ke warungnya.
"Ini warung yang gue bilang dijamin menu makanan di sini enak dan lo bakal ketagihan," ucap salah seorang pria dan terus melangkah menghampiri Ayu.
"Selamat pagi Pak Dito, ingin sarapan atau sekedar minum kopi, Pak?" tanya Ayu pada Dito. Pria itu adalah Dito, tapi siapa pria di belakangnya. Ayu belum bisa melihat wajah pria itu karena masih tertutupi tubuh Dito.
"Saya sarapan saja, Mbak. Nasi uduk dengan teh hangat. Lo apa?" Dito menggeser tubuh ke sebelah kanan agar pria di belakangnya bisa memesan.
Sontak Ayu terkejut melihat pria itu dan jantung berdetak lebih cepat. Matanya beradu dengan mata pria itu. Cukup lama mereka beradu tatap hingga Dito menyenggol lengan pria itu.
"Samain saja dengan pesanan lo," ucapnya sambil mengerjapkan mata.
"Jadi dua ya, Mbak!" ucap Dito menyebut pesanan mereka. Dito melangkah menuju meja Aryo. Namun, saat salah satu pekerja yang duduk bersama Aryo ingin pindah Dito justru menahan agar tetap duduk di sana. Karena meja yang ditempati Aryo masih muat untuk mereka berempat.
"Lo yakin pesan makan di sini?" bisiknya di telinga Dito.
"Udah lo tenang aja, gue jamin nanti lo bakal ketagihan makan di tempat ini."
Tak berselang lama pesanan mereka datang. Ayu membawa di dalam nampan dan meletakkan piring berisi nasi uduk dan teh hangat itu ke hadapan dua pria dengan hati-hati.
"Silahkan dinikmati makanannya, Pak," ucap Ayu mempersilahkan kepada kedua pelanggannya dan ia menuju dapur menghampiri asisten.
"Gimana rasanya enak?" tanya Dito pada atasannya setelah menyuapkan satu sendok nasih uduk ke mulut.
"Lumayan."
Hanya satu kata itu yang terucap, tapi Dito sudah dapat menyimpulkan bahwa atasannya itu menyukai makanan di warung ini. Karena menit berikutnya suapan demi suapan telah masuk ke mulut dan hanya sepuluh menit nasi dalam piring itu telah tandas.
Bersambung
"Ayo, masuk!" ajak Ayu begitu mereka sudah keluar dari mobil.Namun, langkah Rendra terhenti kala melihat sesuatu yang panjang tepat berada dekat pintu masuk rumah. Pria itu ragu melangkah dengan kaki gemetar dan telapak tangannya mulai berkeringat dingin."Kenapa?" Ayu membalik badan dan melihat Rendra yang mematung dan mengikuti tatapan mata pria itu yang tertuju pada sebuah benda di dekat pintu. Kemudian Ayu mendekat dan mengambil benda itu."ini hanya tali," ucap Ayu sambil menunjukkan tali tepat di wajah Rendra. "Kenapa kamu melihatnya seperti ular?" lanjutnya lagi.Sontak pria itu mundur dan memegangi dada. Napasnya memburu, keringat sebesar jagung sudah membasahi wajah tampannya. Ingatan tentang 21 tahun silam berkelabat di benaknya dan pria itu jatuh tersungkur dengan wajah menghadap tanah. Masih memegangi dadanya. Melihat hal itu dengan langkah terburu Ayu mendekati Rendra."Jauhkan tali itu," ucap Rendra dengan napas tersenggal.Tanpa pikir panjang Ayu langsung membuang tali
"Kamu pesan makanan dulu! Aku mau ke toilet," ucap Rendra begitu mereka sampai di sebuah Resort.Resort yang mereka kunjungi memiliki sebuah restoran yang dibuka untuk umum. Resort ini juga sangat unik karena ada area makan di tengah kolam.Sebelumnya Rendra sudah memesan tempat untuk mereka. Melalui koneksi yang ia punya, akhirnya ia bisa memesan tempat di area kolam. Karena tempat itu biasanya sangat diminati, jadi sebelum berkunjung harus memesan terlebih dahulu sehari sebelumnya. Atau bisa juga menunggu giliran. Namun, sangat kecil kemungkinan mengingat banyaknya pengunjung ke tempat itu."Sudah pesan?" tanya Rendra begitu tiba dan mendudukkan bokong di kursi sebelah Ayu."Sudah," jawab Ayu dengan lirih hampir tak terdengar. Namun, dari tempat Rendra duduk, pria itu masih bisa mendengar suara Ayu walau samar."Apa yang kamu pesan?" Kenapa banyak tanya sekali? Apa gak sabar menunggu pramusaji saja yang menyajikan. Saat di mobil saja diam, tak ada percakapan diantara mereka. Kenapa
"Sambalnya enak, mah.""Uhuk."Sontak semua mata tertuju pada Ayu yang tiba-tiba saja terbatuk."Kamu tidak apa-apa?" tanya Rendra menyodorkan segelas air putih pada Ayu. Dengan sigap Ayu meraih gelas pemberian Rendra dan menegak habis cairan berwarna bening itu.Setelah meletakkan gelas Ayu pun berucap, "tidak apa-apa."Namun, wajahnya sudah memanas bak kepiting rebus. Ia tidak bisa menyembunyikan wajahnya, satu-satunya cara adalah dengan menundukkan kepala dan berpura-pura memotong daging, padahal potongan sudah pas untuk masuk ke mulut."Ayu yang membuat sambalnya, Pak," ucap Roma seakan tak peduli dengan keadaan sahabatnya."Enak sekali," puji Bayu dan Nia hampir bersamaan.Tidak dapat diragukan sambal racikan Ayu memang pas di lidah. Rasa pedas yang membuat lidah seakan terbakar dan menggoyangkan lidah tergantikan dengan adanya rasa manis dari sambal.Rendra yang memperhatikan Ayu yang semakin menunduk malu akhirnya menyodorkan ikan bakar, yang tentunya telah ia sisihkan tulangny
"Kenapa lo bisa kesini?"Roma bergeming tak menjawab pertanyaan Ayu. "Kau lihat Pak Rendra itu dari tadi asik kau saja yang dilihat.""Jangan lo alihkan pertanyaan gue!" ketus Ayu sambil menepuk kepala Roma dengan serai."Sakit!" Roma meringis kala menerima pukulan di kepala dan membuat ia harus memijitnya."Lo pacaran ama Pak Dito?"Pertanyaan telak membuat Roma membelalakan mata. Sepandai pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Sepandai pandainya menyimpan hubungan pasti akan ketahuan."Sejak kapan? Kenapa gak cerita?" cecar Ayu sembari mengangkat dagu.Dengan malu-malu Roma akhirnya menjawab,"sudah lama." Roma pun melirik pria yang sedang mereka bicarakan."Trus?""Terus apa?""Kenapa lo gak cerita?""Kau gak ada nanya," elak Roma.Hubungan Roma dan Dito sudah berlangsung lama, terbilang sejak Ayu masih bekerja di kantor yang sama dengan Ayu. Mereka merahasiakan hubungan itu karena tidak ingin diketahui oleh teman sekantor. Lagi, di perusahaan mereka bekerja tidak boleh ber
Ayu berlari begitu melihat Roma turun dari mobil. Tak menyangka sahabatnya yang berasal dari Tapanuli itu datang ke desa X. Mereka berpelukan sebagai tanda melepas rindu setelah Ayu mencium pipi kiri dan kanan Roma secara bergantian."Ayo kita ke sana."Ayu mengajak Roma ke arah meja yang berada di halaman villa. Mobil yang ditumpangi Roma, terparkir di halaman belakang hanya untuk menurunkan barang-barang yang dibawa dari kota. Bahan makanan yang khusus dibeli oleh keluarga Narendra. Sebagian bahan makanan akan mereka pakai untuk acara outdoor party malam ini.Seperti yang telah dijanjikan oleh Deasy, ibu dua anak itu mengajak Ayu untuk datang ke villa mereka. Sebelumnya, Deasy juga sudah ke warung Ayu. Meski warung Ayu tampak kumuh dari luar, Deasy tetap melangkah masuk ke warung tanpa merasa jijik sedikit pun. Karena di dalam warung tampak bersih, rapi dan kinclong berbeda dengan penampakan dari luar. Deasy memesan nasi uduk buatan Ayu, satu suapan masuk ke mulut dan berlanjut ke s
"Apa Kakak perlu bantuan?""Tidak," jawab Rendra dengan cepat.Bantuan yang dimaksud Nia adalah untuk mendekati Ayu. Ia tahu sang kakak sangat kaku dan tak tahu bagaimana cara untuk bersikap romantis. Entah bagaimana Rendra bisa berpacaran dengan Calantha dan menikah meski gagal."Kakak yakin tidak perlu bantuanku?" tanya Nia sekali lagi.Rendra mendengus kasar, memandang keponakan dan adik iparnya yang sedang bermain di halaman belakang villa. Sedangkan mereka duduk bersebelahan di sebuah ayunan sembari minum teh hangat.Rendra mengambil pisang goreng buatan bik Minah, pengurus villa yang sudah bekerja sejak Rendra masih kecil. Memasukkan ke mulut dan menggigit sedikit, rasa manis terasa di lidah dari pisang yang telah digoreng bercampur dengan tepung.Bik Minah memilih bekerja di villa karena umurnya sudah tidak muda lagi, tenaganya juga sudah mulai berkurang. Jika di villa tidak terlalu banyak yang dikerjakan karena villa jarang ditempati. Karena keluarga Narendra semua sedang ada