Share

2. Gadis Gila

Author: Liliay
last update Last Updated: 2022-07-28 13:08:15

Jiwa menggeleng, mencoba menjauh dengan menarik kakinya namun Fajar mencengkeram terlalu kuat. Jiwa tidak diizinkan untuk menjauh walau sejengkal. Gadis muda itu langsung menyesal karena sudah datang kemari. Fajar jauh lebih berbahaya dari dugaannya.

Fajar menunduk, mengusap wajah mulus Jiwa yang cantik. Wanita itu memejamkan mata ketakutan, dan lagi-lagi mengingatkan Fajar pada istrinya yang sudah lama meninggal.

"Kenapa sekarang terlihat takut?" Suara Fajar yang dalam juga tajam mengalun bagai petir di telinga Jiwa. "Bukannya ini yang kamu mau?"

Jiwa menggeleng, mulai menyesali pilihannya mendatangi Fajar. Tangannya berusaha mendorong Fajar menjauh namun tubuh keras itu sama sekali tidak bergerak.

"Kamu yang mau jadi pacar saya, mencium saya, lalu berteriak seperti perawan yang dilecehkan. Kamu menjatuhkan image saya sampai ke jurang."

Mengabsen kesalahan Jiwa seperti itu malah membuat si gadis semakin ketakutan. Perasaan menyesal di hatinya menebal. Jiwa mengumpat dalam hati karena sudah bertidak bodoh.

"I-ini semua ka-karena Gibran." Jiwa membuka mata perlahan. Mengerjap ketakutan beberapa kali. Fajar masih mempertahankan posisi, dalam jarak wajah sedekat ini mereka bisa meraskan hembusan napas masing-masing.

"Gibran?" ulang Fajar. Jiwa dengan cepat mengangguk, berharap dengan ini Fajar akan luluh. "Kenapa dengan Gibran?"

Jujur saja, suara Fajar terdengar sangat menggoda bagi Jiwa sampai membuat bulu kuduknya meremang.

Jiwa mencoba berpikir jernih, mulai menyusun kalimat yang akan dia luncurkan dari belah bibir sexy miliknya.

"Dia sekingkuhin aku," kata Jiwa. "Kami berpacaran tiga bulan dan dia dengan seenak jidat ninggalin aku sama pacar barunya."

Tangan kecil Jiwa mendorong bahu Fajar agar menjauh. Lelaki yang memang sedang fokus pada penjelasan Jiwa itu menurut. Kini mereka duduk bersebelahan dengan tubuh saling menghadap.

"Aku sakit hati, apalagi anak Bapak itu juga nge-bully aku di kampus. Bilang pada semua orang kalau aku payah dalam kissing, norak lah, nggak bisa dandan lah. Ya oke, aku emang nggak pernah dandan. Tapi bukan berarti nggak bisa, cuma lebih suka natural aja." Jiwa menghembuskan napas kesal. Meluapkan segala perasaan yang selama ini dia pendam.

Gibran si bangsat kurang ajar. Jiwa bertekad membalas perbuatan lelaki sinting itu.

Fajar masih mendengarkan, entah benar atau tidak dia masih ragu. Anak lelakinya memang bandel tapi tidak menyangka kalau akan menjadi seberandal ini.

Jiwa menunjuk wajahnya sendiri. "Bapak liat deh, apa aku nggak bisa dandan? Apa aku kurang cantik? Dan apa aku bukan good kisser?"

Fajar menjitak dahi Jiwa cukup keras. Pertanyaan macam apa yang sedang gadis itu lontarkan pada pria dewasa.

"Kalau gitu yang harus kamu datangi dengan dandanan seperti ini bukan saya tapi Gibran. Kamu salah alamat kalau ke saya. Sana pergi dan cium si Gibran. Buktikan saja kalau kamu good kisser," balas Fajar sembari mengibaskan tangan.

Tubuh tegap itu juga berdiri dan kembali mengenakan pakaiannya, bersiap keluar dan melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Kedatangan Jiwa ke sini sudah menambah masalah, sekarang Fajar yakin kalau semua orang di firma hukum ini pasti sudah heboh dengan rumor soal dirinya.

Jiwa juga turut berdiri, tidak bisa kalau solusi yang harus dia lakukan adalah pergi.

"Aku nggak mau pergi."

"Jadi, kamu maunya apa?" tanya Fajar sedikit frustasi. Menghadapi bocah seperti Jiwa bukanlah keahliannya. Anaknya saja dia serahkan pada ibunya agar bisa terdidik dengan benar.

"Jadi pacar aku, Pak."

"Siapa?"

"Bapak."

Fajar menggaruk pelipis dengan wajah meringis. Dia tidak berminat ituk campur dengan urusan anak muda labil seperti Jiwa dan Gibran. Tidak sama sekali.

Lagi pula, gila kalau sampai dia berpacaran dengan anak menjengkelkan di depannya ini.

"Habis pacaran sama anaknya terus sama bapaknya. Kamu pikir gimana persepsi orang?" tanya Fajar. Kedua tangannya mencengkeram pinggangnya sendiri.

Jiwa menggelengkan kepala. "Bapak mikirnya kejauhan. Pakek mikirin persepsi orang segala. Kita cuma akan pacaran satu hari."

Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Nggak, nggak, bukan sehari. Beberapa jam aja selama kita ke rumah Bapak dan ketemu sama Gibran. Habis itu selesai."

Kerutan dalam di dahi Fajar tercetak. "Kenapa harus ke rumah saya?"

"Biar Gibran tahu kalau kita pacaran," jawab Jiwa lebih santai. Sudah tidak takut lagi karena Fajar juga sudah tidak semenyeramkan tadi.

"Kamu mau jadiin bapaknya jadi ajang balas dendam? Iya?" sentak Fajar membuat Jiwa termundur. Bibir gadis itu meringis pelan karena kaki yang menabrak laci kecil di sebelah ranjang.

"Ya kan rumusnya buat mantan menyesal dengan cara temukan yang lebih baik." Jiwa meneliti penampilan Fajar keseluruhan. Tampan dan panas. "Kalau Bapak udah jelas jauh lebih baik dari Gibran."

Fajar menjauhkan tubuhnya, kali ini benar-benar langsung keluar. Dia butuh udara yang lebih banyak untuk masuk ke paru-parunya yang terasa sempit. Jiwa sungguh gila.

Bagaimana bisa dia menjadi pacar dari mantan anaknya sendiri? Harga dirinya tercoreng.

Selain itu dia hanya dimanfaatkan. Pantang bagi Fajar dirinya digunakan untuk kepuasan orang lain. Beda lagi ceritanya kalau dia sedang menangani kasus.

Jiwa berjalan mengikuti Fajar, tangannya bergerak membenarkan pakaiannya yang berantakan. Fajar mengambil tisu di atas meja, lalu mengelap bibirnya sendiri. Ia berdecak ketika melihat noda merah bekas lipstik.

"Ayo dong, Pak. Tolongin aku, lagian kan Bapak juga harus ngehukum Gibran karena sudah menyakiti hati cewek." Jiwa masih belum menyerah.

Fajar menarik napas dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Mencoba mencari ketenangan. Gibran memang anak nakal, batinnya.

"Kalau tidak mau saya tuntut sampai mendekam di penjara, mending kamu pergi sekarang."

Jiwa menyilangkan kedua tangan di depan dada, memiringkan wajah menatap Fajar yang sudah terlihat sangat kesal.

"Nggak ada salah apa-apa ya ngapain dituntut?"

"Nggak ada salah kamu bilang?" Fajar menaikkan sebelah alisnya. "Kamu mengganggu ketenangan saya. Mencium saya tanpa persetujuan dan juga mengatakan hal konyol yang tidak masuk akal. Membuat kamu di penjara itu bukan hal yang sulit bagi saya apalagi membuat kamu hilang dari peredaran."

Jiwa menegak seketika, ia melupakan fakta jika Fajar adalah pengacara yang memiliki koneksi kuat. Pasti mudah kalau mau membunuhnya dan menghilangkan jejak sekarang juga. Jiwa menelan ludah diam-diam. Mulai takut dengan ancaman yang diberikan.

"Tapi, Pak...."

Fajar mengangkat tangan, lalu mengibaskannya meminta Jiwa untuk segera pergi. Namun Jiwa adalah gadis keras kepala yang susah dikontrol.

"Saya hitung satu sampek tiga. Kalau nggak keluar saya pastikan besok kamu sudah tidak bisa hidup dengan damai."

"Bapak nggak bisa gitu, dong. Yang Bapak lakukan sekarang itu adalah ancaman. Sesuai dengan pasal 368 KUHP ayat 1, tertulis bahwa siapapun yang melakukan pengancaman dan pemerasan dapat dikenai hukuman pidana penjara paling lama sembilan tahun. Bapak mau mendekam di penjara?"

Fajar mengetatkan rahang. Kesal karena gadis di depannya ini sulit sekali diusir.

"Oh, atau kita dipenjara bareng aja kali, ya, Pak? Kan pasti Gibran nyamperin Bapak, tuh. Dia bisa juga lihat aku." Jiwa bertepuk tangan. Takjub dengan pemikirannya sendiri. "Gimana? Apa mau gitu aja?"

Fajar mendengus, kemudian maju beberapa langkah sampai berdiri di depan Jiwa. "Dasar sinting!"

Belum sempat Jiwa mengatakan sesuatu sebagai balasan, Fajar sudah menyeret gadis itu keluar. Lalu mengunci pintu ruangannya dari dalam.

"Pak, buka dong. Aku belum selesai ngomong," teriak Jiwa dengan keras, bahkan gadis itu juga menggedor-gedor pintu ruang kerjanya.

Fajar menghempaskan tubuh di kursi kerja. Tatapannya datar menyorot pintu yang masih belum tenang dari gedoran Jiwa. Fajar menekan salah satu tombol telepon di atas meja.

"Usir gadis gila itu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   25. Kissing

    Meski terbesit rasa ragu dalam dirinya, Fajar memilih untuk tidak membuang kesempatan ini. Ada wanita muda yang dengan rela mempersilakan dirinya untuk dinikmati olehnya, mana mungkin Fajar menolak. Terlebih lagi mereka sudah menikah sekarang. Maka dengan kesadaran penuh, tangan Fajar mulai merangkak naik menyentuh leher Jiwa. Ibu jarinya bergerak meraih dagu si wanita agar mendongak. "Tutup matamu sekarang." Jiwa meneguk ludah sebelum menutup mata. Detik berikutnya ia bisa merasakan tekstur kenyal dan hangat menempel pada bibirnya. Itu adalah bibir milik Fajar. Jiwa sadar dirinya lah yang memprovokasi dan memberikan ijin, tapi kini malah dia yang tidak bisa mengendalikan jantungnya. Terlebih ketika Fajar mulai menyesap bibir bawahnya, memberikan isapan kuat dan menggigit kecil, meminta Jiwa untuk membuka mulutnya. Memberikan ruang pada Fajar untuk melesak masuk, mengeksplor setiap inci mulut basah dan hangat milik Jiwa. Sungguh, ini adalah pertama kalinya bagi Jiwa merasakan c

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   24. Pria yang bertanggung jawab

    "Aw!" pekik Fajar ketika merasa kakinya di tendang. "Sakit.""Salah siapa mesum?" sewot Jiwa. Kedua tangannya masih menahan gaun pengantin yang ia kenakan agar tidak melorot. "Sana keluar. Aku mau mandi!" Fajar berdecak. "Nggak usah kamu suruh juga saya mau keluar," kata Fajar sambil mengusap kakinya yang masih sakit. Tidak ia sangka kalau gadis sekecil Jiwa memiliki kekuatan yang lumayan. Begitu Fajar sudah keluar dari kamar mandi, Jiwa langsung menghela napas lega. Ia berbalik menghadap cermin, membiarkan gaunnya jatuh ke lantai begitu saja. Jiwa menatap wajahnya dalam diam. Sekarang ia benar-benar sudah menjadi istri orang dan seharunya sudah siap dengan hubungan orang dewasa. Namun, Fajar yang berubah-ubah terus membuatnya kebingungan. "Dia itu sebenarnya benci aku apa engga, sih," gumam Jiwa. .Masih beberapa menit yang lalu Fajar terlihat tidak tertarik dengan dirinya, tapi mengapa baru saja Fajar menggodanya?Apa karena iseng? Ah, Jiwa tidak tahu. Lebih baik dia mendinginka

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   23. Macam-macam

    “Haduh, capek banget,” keluh Jiwa begitu sudah memasuki kamar hotel yang telah disiapkan oleh Nana. Dia berniat untuk langsung tidur karena terlalu lelah tapi baru saja masuk satu langkah ke dalam kamar, Jiwa terdiam dengan wajah melongo. Terkejut melihat dekorasi kamar mewah yang romantis. Sangat romantis malah.Taburan bunga mawar merah berbentuk hati terpampang nyata di atas ranjang. Aroma lilin yang wangi dan menenangkan memasuki indra penciuman Jiwa. Gadis itu mengerjapkan mata tak percaya. Ia melangkah masuk lebih ke dalam, semakin takjub ketika melihat hidangan makan malam di balkon. “Wah, aku nggak ngebayangin kalau bakalan jadi kayak gini kamarnya.”Fajar yang baru saja memasuki kamar sama sekali tidak terkejut. Wajahnya hanya datar menatap seluruh kamar yang didekorasi layaknya ruangan khusus yang sangat roamntis dan intim untuk pengantin baru. Ia sudah menduga kalau Mamanya akan melakukan hal seperti ini. Walau begitu Fajar tetap saja tidak menyangka kalau dekorasinya akan

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   22. Bukan Mimpi

    Jiwa menjatuhkan pandangannya pada jari manis yang sudah terisi cincin. Rasanya masih tidak menyangka bahwa sekarang dia sudah menikah dengan Fajar, Papa dari mantan pacarnya sendiri. Meski begitu rasa bahagia tetap menyeruak masuk dalam hatinya. Ia senang karena sekarang bisa bebas dari keluarganya yang toxic. "Hai." Jiwa mendongak ketika mendengar suara merdu yang menyapa. Cecilia dengan gaun berwarna putih datang menghampiri Jiwa yang duduk sendirian di pelaminan. Membuat si pengantin wanita tersenyum sinis. 'Kentara sekali kalau sedang cemburu' batin Jiwa. Wanita yang sudah menyandang status sebagai istri Fajar itu tidak bodoh. Dia tahu kalau Cecilia sengaja ingin menarik perhatian juga, mungkin mau menunjukkan pada Jiwa kalau dia juga menarik. Tapi sayangnya Jiwa justru kasihan dengan Cecilia. "Anaknya Tante, ya?" Jiwa menunjuk satu anak perempuan yang digandeng Cecilia. "Iya." "Cantik. Mana papanya?" tanya Jiwa kurang ajar. Sengaja agar membuat Cecilia semakin kesal denga

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   21. Whatever, Dude.

    Jiwa tersenyum tipis ketika Fajar menarik kursi untuknya. Ucapan terima kasih keluar diiringi senyum yang dia buat semanis mungkin. Dan Fajar hanya melihat sekilas sebelum menjatuhkan bokongnya di kursi depan Jiwa. Keduanya memutuskan untuk makan malam di restoran cepat saji MickyD. Yang mana sama sekali tidak ada romantis-romantisnya seperti yang Jiwa katakan pada Cecilia. Tapi sebenarnya sih Jiwa tak masalah. Karena dia juga tidak berharap Fajar yang cuek menjadi sangat romantis. Jiwa membuka mulutnya, ingin berbicara, tapi langsung mengatupkan bibir kembali ketika melihat Fajar membalas pesan. "Mau makan sama calon istri kok masih sempet balesin chat," gerutu Jiwa. Tak menyembunyikan kekesalannya. Sengaja. Agar Fajar tak lagi fokus pada benda pipih di tangan dan mengabaikannya. "Kan belum sampai," balas Fajar membela diri. Namun, sedetik setelah Fajar mengatakannya datang seorang pramusaji yang membawa satu nampan berisi pesanan mereka berdua. Fajar pun langsung memasukkan pons

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   20. Kesalnya Jiwa

    Jiwa yang sedang berbaring dengan tenang di ranjang jadi menegakkan tubuhnya ketika mendengar suara Fajar. Wanita itu langsung mendekati pintu, menempelkan telinganya agar bisa mendengar pembicaraan macam apa yang sedang dilakukan calon suaminya. "Sial, itu Cecilia," gerutu Jiwa kesal. Ia menegakkan tubuhnya. "Padahal Fajar sudah bilang akan menikah tapi dia masih aja." Sebelum ini Jiwa sangat yakin kalau dirinya bukan tipe wanita pecemburu, tapi entah kenapa sekarang rasanya kesal mengetahui hubungan Cecilia dan Fajar yang ternyata lebih dari teman. Sekarang Jiwa harus apa? Semakin dia mendengar suara Cecilia semakin meluap rasa kesalnya. Jiwa mengangkat ponselnya, melihat pantulan wajahnya yang masih segar dan manis. Jiwa juga menunduk merapikan pakaiannya agar tidak terkesan wanita berantakan. Lalu, dengan pelan dia membuka pintu. Bersandar dengan keren sembari menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Wow, keras kepala sekali tante yang satu ini," cibirnya. Kalimatnya memuat J

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   19. Keras Kepala

    Jiwa berdiri di depan meja kerja Fajar, kedua tangannya saling bertaut di belakang tubuh dengan tatapan lurus memperhatikan sang calon suami. Garis senyum manis di wajah Jiwa masih belum menghilang sejak ia diperbolehkan Fajar ikut dengannya. Padahal andai tadi ditolak pun Jiwa tidak masalah. "Apa Bapak akan lama?" Jiwa berjalan semakin dekat, menumpukan kedua tangan di atas meja kerja Fajar. "Saya nggak nyangka bakalan berada di rungan ini lagi tanpa pengusiran." Wanita muda itu terkikik, teringat dengan hal konyol yang sempat ia lakukan. Sementara Fajar mendengus dan berdiri dari kursinya. Di tangan kanannya sudah ada berkas yang sejak tadi ia cari. "Kamu tunggu di sini, saya nggak akan lama." Jiwa mengangguk dan menunjukkan ibu jarinya sebagai tanda menurut. "Oke, semangat kerjanya ya, Fajar," goda Jiwa, sengaja menyebut nama pria itu. Sedangkan yang digoda hanya diam dengan wajah datar dan tatapan lurus seolah ingin mencabik tubuh Jiwa. Namun tak berselang lama, karena detik

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   18. Ikut Calon Suami

    "Pria memang lebih mempesona ketika sedang menyetir," ucap Jiwa penuh kekaguman. Sejak memasuki mobil mewah keluaran Inggris milik Fajar, Jiwa tak berhenti mengutarakan kalimat pujian. "Bapak selalu buat aku kagum dan terpesona." Fajar melirik sekilas lalu menghela napas remeh. "Nggak pegel dari tadi kayak gitu terus?" Bukannya menatap jalanan di luar sana, Jiwa justru sedikit memutar tubuh untuk menatap Fajar dengan mata berbinar. Persis seperti anak kecil yang mendapatkan permen manis. Namun, itu justru membuat Fajar merasa risih sampai rasanya ingin mengantar Jiwa pulang saja. "Pegel mah bukan apa-apa, yang penting bisa lihat wajah ganteng Bapak." Jiwa memperbaiki posisi duduknya menjadi tegak. "Dulu aku pikir Gibran cowok paling ganteng tiada tanding, tapi ternyata Bapaknya juauuuuuh lebih menggetarkan hati." Jiwa menyentuh dadanya dengan kedua tangan, bersandar dengan lemas seolah baru saja mengalami serangan jantung. Ia pikir kalau saja Fajar tidak menjadi pengacara, pr

  • Menjadi Istri Mantan Calon Mertua   17. So Hot

    Jiwa menarik tangannya dan mundur dua langkah. Matanya berpaling, berusaha menghindari tatapan Fajar yang begitu dalam dan serius. Jiwa bisa merasakan betapa kerasnya jantung Fajar berdetak. Dan ia jadi merasa gugup mengetahui itu. "Namanya orang hidup ya pasti jantungnya akan berdebar. Bapak ini bagaimana, sih," ketus Jiwa, berusaha tak terlihat terpengaruh dengan apa yang dilakukan Fajar. "Ini sudah malam, aku mau pulang." Setelah mengatakan itu, Jiwa melewati Fajar dan keluar dari kamar dengan tergesa-gesa. Selalu seperti ini. Entah kenapa, Fajar selalu berhasil membuat jantungnya seperti hampir meledak. Laki-laki itu selalu mengatakan sesuatu yang tak terduga. "Gue nih orangnya lemah, gitu aja udah baper," gerutu Jiwa kesal. Ia menuruni tangga dengan tergesa-gesa seakan sedang dikejar sesuatu. "Jiwa, sudah mau pulang?" Suara Nana yang bertanya menghentikan langkah kaki wanita dua puluh satu tahun itu. Nana yang memang sengaja sedang menunggu Jiwa berdiri dari sofa ruang tenga

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status