Share

Aku butuh waktu, Bu.

Author: icher
last update Last Updated: 2021-11-04 21:36:19

Setelah mendapat kecupan di keningnya dari Clara dan Willson, Olivia berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya. Clara memandang kepergian Olive dengan tatapan sendu. Sungguh, ia tak menyangka jika takdir akan mempermainkan kebahagiaan Putrinya seperti ini. Saat sampai di kamar, Olivia langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Sejujurnya, dia masih sedikit syok dengan kejadian siang ini.

Dalam hitungan jam, ia akan menjadi isteri seorang pria yang tidak dia kenal. Bahkan, namanya saja dia tak tau. Terbesit penyesalan di hatinya, kenapa dengan mudahnya ia menyetujui untuk menikah dengan pria itu. Namun, saat memikirkan kedua orang tuanya, Olivia merasa telah mengambil keputusan yang sangat tepat.

Namun tetap saja, muncul kegundahan di dalam hatinya. Bagaimana dengan kuliahnya nanti? Apa yang harus dia katakan pada Tristan, kekasihnya? Apa dia harus menceritakan semua ini pada Zara, sahabat baiknya? Pertanyaan- pertanyaan itu muncul di dalam pikiranya.

Tak terasa matanya perlahan menjadi berat. Olivia tertidur, saat pikirannya masih berkecamuk dengan semua kejadian yang tak pernah ia duga ini. 

Baru saat Clara masuk dan membangunkannya, Olivia sadar telah ketiduran. Ia dengan cepat masuk ke kamar mandi, dan membersihlan dirinya. Setelah itu ia turun ke bawah untuk makan malam.

Di mana sudah menunggu Willson dan Clara di meja makan itu. Mereka makan tanpa suara. Terasa aura menyedihkan dimeja makan malam kali ini. Olivia menyadari, besok ia akan pindah ke rumah pria angkuh itu. Dia akan tinggal di sana sebagai isterinya. Tentu saja Ayah dan Ibunya merasa sedih saat ini. Mereka hanya akan tinggal berdua di rumah besar ini. 

"Ayah, Ibu. Saat aku menjadi isteri pria sombong itu, aku berjanji akan terus datang ke rumah kita ini. Aku akan sering-sering menjenguk Ayah dan Ibu. Tolong jangan bersedih lagi untuk itu." Olivia berusaha menghibur mereka. Olivia juga menggenggam tangan Clara yang berada di atas meja saat ini.

Willson berusaha menguatkan diri dan hatinya. Dia tidak ingin membuat isteri dan anaknya ini bertambah sedih. "Hidup lah dengan baik di sana. Ayah akan melakukan apa pun untuk kebahagiaanmu. Jika dia melukaimu, pulang lah ke rumah kita ini. Jika di berani menyakitimu, Ayah tidak akan tinggal diam. Aku rela kehilangan semua yang kumiliki di dunia ini, asal bukan dirimu." 

Kata-kata Willson yang terakhir, berhasil membuat air mata Olivia jatuh berderai. Ia segera lari menghambur ke dalam pelukan ayahnya.

"Ayah..." Ucapnya pilu.

Willson mengusap-usap kepala Olivia. Dia harus merelakan Putrinya menikah dengan cara seperti ini. Di usia yang masih terbilang muda, masih 19 tahun. Hal yang pasti sangat jauh dari harapan dan impian gadis seumuran dirinya.

"Baik lah. Ibu akan membantumu mengemas barang-barang. Duluan lah, setelah membersihkan meja Ibu akan segera menyusulmu." Clara tak ingin larut dalam kesedihan. Ia mencoba mencairkan suasana.

Olivia kembali naik ke kamarnya. Ia mulai mengemasi satu persatu barang yang dia anggap penting. Dia juga memasukkan satu frame yang berisi poto dirinya dan Tristan. "Apa yang harus kukatakan padamu? Bagaimana aku harus menjelaskan semuanya?" Dengan tatapan sendu ia membelai potret itu.

Tapi, hidup terus berjalan. Apa dan bagaimana ke depannya, ia tak pernah tau. Keputusan sudah di sepakati. Di tak bisa mundur lagi ke belakang. Olivia harus menghadapi semuanya dengan berani. 

Tiba-tiba Clara masuk memecah lamunan Olivia. "Ada apa sayang? Apa kau menyesali semuanya? Katakan padaku, belum terlambat. Ayahmu pasti akan berusaha membatalkan perjanjian tadi." Bujuk Clara, seolah mengetahui isi hati dan pikiran Olivia.

"Aku tidak menyesal, Bu. Aku hanya tidak tau, bagaimana cara menjelaskannya pada Tristan. Bisakah aku melupakannya? Sedang rasa cintaku begitu besar untuknya." Olivia menitikkan butiran bening dari ujung matanya.

"Cepat atau lambat, Tristan harus tau situasi yang sesungguhnya. Kita tidak mungkin menyembunyikan kebenaran darinya." Nasihat Clara sangat benar adanya. Olivia mengakui hal itu.

"Tapi, aku butuh waktu, Bu." Kemudian Olivia meletakkan kepalanya di atas paha Clara. "Aku akan mengatakannya nanti, saat hatiku sudah siap melepaskannya."

Dengan membelai kepala Putrinya, Clara memberi nasehat lagi. "Kau tak akan pernah tau kapan hatimu siap untuk melepaskannya, mungkin tidak akan pernah bisa jika kau tak berniat melepaskannya. Namun, harus kau tau, sayang. Tristan juga punya perasaan, semakin lama kebenaran ini kau sembunyikan, semakin terluka hatinya saat nanti dia mengetehui segalanya."

Saat ini Olivia tidak mengerti apa yang di maksud oleh Clara. Dia hanya diam, memejamkan mata sampai akhirnya tertidur di pangkuan Ibunya. Nanti dia akan merindukan hal-hal seperti ini saat sudah pindah ke rumah pria yang di julukinya pria angkuh itu.

Menatap wajah Putrinya tertidur pulas di atas pangkuannya, Clara merasa gagal menjadi seorang Ibu. Dia gagal memberikan kebahagiaan sampai skhir untuk Putri kesayangannya. Clara menitikkan air matanya di atas kepala Olive. Dengan perlahan ia mengangkat dan memindahkan kepala Celline ke atas bantal.

Sebelum ia beranjak meninggalkan Olivia yang telah tertidur pulas, Clara berkata. "Semoga, kau memiliki kehidupan yang baik setelah ini. Kuharap, kelak kau bisa berdamai dengan keadaan. Aku yakin, suatu hari nanti dia akan sangat mencintai dirimu dengan segenap jiwa dan raganya."

Sebagai seorang wanita, Clara bisa melihat kesungguhan dan ketulusan dibalik cara Albert meminta Olivia menjadi isterinya. Meskipun pria itu bersikap dingin, angkuh dan sedikit sombong, namun jelas terpancar aura ketulusan saat dia menatap pada Olivia.

Caranya menatap Olivia seperti tatapan seorang yang baru saja menemukan sesuatu yang sudah lama dicarinya. Clara sangat yakin, karena yang dia tau, Albert tidak akan mengampuni orang yang berkata kasar atau menghardik padanya. Namun, itu berbeda saat tadi Olivia membentak dan menyindirnya. Pria itu hanya tersenyum sinis. Clara berharap, semoga semua pemikirannya itu benar. Perlahan Clara meninggalkan Olivia yang sudah tertidur dengan nyenyak. Clara menutup pintu kamar Olivia dengan sangat pelan. Dan kembali berjalan menuju kamarnya untuk segera tidur. 

Hai, para pembaca yang Author sayangi. Ini novel kedua karya Author. 

Di baca terus ya, kak. Kalau kakak suka, boleh ya tinggalkan review untuk novel ini.

Terima kasih. Salam cinta dari Author❤️

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (69)
goodnovel comment avatar
Jurig Waru
lanjut,menarik juga
goodnovel comment avatar
DesyAriyanti Fransiska
Luar biasaaaaa bangettt
goodnovel comment avatar
Andayani Akram
menarik untuk dibaca
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menjadi Istri Muda Si Tuan Muda   S3 - Harapan Terakhir

    “King! Aku yakin dia bisa membawamu ke jalan yang seharusnya kau tempuh,” jawab Zahra dengan keyakinan penuh.“Jangan konyol, Moms. Dia tidak sebanding denganku! Aku ini kakaknya, meski kami tidak sedarah. Aku tidak akan pernah tertarik dengan bocah ingusan seperti dia,” bantah Dayana dengan sangat tegas di depan Zahra dan wajahnya tampak sangat kesal.Dia segera pergi dari hadapan Zahra dan tidak ingin lagi membahas masalah yang sensitif itu. Bagaimanapun juga, Dayana menyadari bahwa dia sudah salah jalan. Namun, dia juga tidak meminta dirinya menjadi seperti itu. Semuanya terjadi dan mengalir apa adanya tanpa diminta dan dipaksa. Jadi, apa yang harus dia lakukan selain pasrah dan menerima semua keadaan itu dengan hati luas?Dayana memang gadis yang berasal dari keluarga terpandang dan bisa dikatakan semua yang dia lakukan pasti akan menjadi konsumsi publik. Akan tetapi, dia juga tidak bisa berpura-pura demi membuat orang lain senang dan puas. Dia ingin tetap menjadi dirinya sendiri,

  • Menjadi Istri Muda Si Tuan Muda   S3 - Pengakuan Dayana!

    Zahra tidak bisa berkata-kata saat baru saja mendengar pengakuan dari putrinya itu. Dadanya terasa penuh dan sangat sesak sehingga tidak bisa bernapas dengan baik. Dia tidak menduga bahwa Dayana akan mengakui hal besar dan sangat mengejutkan itu padanya dan Gerald.Saat ini Zahra bisa melihat perubahan warna pada wajah Gerald. Pria itu jelas sedang marah besar pada Dayana dan dia masih diam saja berusaha menahannya. Hal itu tentu saja mengingat bahwa Dayana adalah putri mereka satu-satunya.“Sayang ... tolong ralat lagi kata-katamu itu. Katakan padaku kalau kau hanya bercanda dan semua itu mungkin hanya sebuah prank atau kejutan untuk kami. Kau ingin membuat daddy marah seperti saat Mami marah ketika kalian bersekongkol membuatku cemburu dan marah besar saat itu kan?” tanya Zahra dengan menguatkan hati dan mencoba tetap tenang.“Tidak. Kali ini aku sangat serius dan aku memiliki pacar wanita. Dia adalah Jeslyn yang sering datang ke sini dan aku sering menginap di apartemennya,” jawab

  • Menjadi Istri Muda Si Tuan Muda   S3 - Menyukai Sesama

    Zahra kembali ke kediamannya dengan perasaan yang bercampur aduk. Dia baru saja mengunjungi pemakaman keluarganya dan kemudian mendapati fakta bahwa King menaruh hati pada Dayana. Dia tidak akan mempermasalahkan hal itu jika memang sudah begitu takdirnya.“Ada apa, Sayang? Kenapa kau senyum-senyum sendiri?” tanya Gerald yang menatap istrinya dengan pandangan heran.“Bukan apa-apa, Sayang. Aku hanya merasa lucu saat seorang pria menyukai gadis, tapi mereka selalu bertengkar tiap kali bertemu,” jawab Zahra kepada Gerald.“Siapa yang kau maksud? Apakah itu kisah kita dulu?” tanya Gerald dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang Dayana.“Tidak. Aku mengatakan tentang King. Eh ... tapi, ternyata kisah kita juga hampir sama seperti itu. Dulu aku dan kau juga selalu saja berdebat dan bertengkar tiap kali bertemu.”“Kau benar, Sayang. Kau tahu? Semua itu membuatku senang dan hidupku menjadi lebih berwarna.”“Jadi, kau suka bertengkar denganku?”“Hem ... sepertinya aku lebih suka berteng

  • Menjadi Istri Muda Si Tuan Muda   S3 - Mencintai Dayana

    “Apa benar kau tidak masalah sendirian, Nak?” tanya Zahra pada King dengan suara yang sangat lembut.“Aku tidak sendiri, Moms. Masih ada mamiku juga di sini,” jawab King saat melihat Auriel turun dari tangga.“Kakak. Kapan kau datang?” tanya Auriel yang langsung menyapa Zahra dengan sangat ramah.“Belum lama. Aku bahkan sudah mengunjungi Zacky, Mami, dan Daddy bersama King.” Zahra menjawab sopan dan kemudian keduanya bercium pipi kanan dan pipi kiri.Zahra memang sudah menerima kehadiran Auriel dan King sejak lama. Mereka sudah sangat baik satu sama yang lainnya. Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk saling berselisih lagi. Lagi pula, semuanya sudah cukup jelas dan tidak ada hal besar yang harus diperdebatkan lagi.“Silakan duduk, Kak. Aku akan membuatkanmu minum,” ucap Auriel dengan sangat ramah.“Tidak perlu, Sayang. Aku tidak tamu di sini dan jangan memperlakukanku seperti tamu,” tolak Zahra dengan senyum lebar.“Tapi, tidak ada salahnya seorang adik menjamu kakaknya yang datang

  • Menjadi Istri Muda Si Tuan Muda   S3 - Masih Ada Aku

    “Dad, aku dan Mami datang.”“Zack! Apa kau bahagia di sana bersama Bianca? Apa kau bertemu dengan Mami dan Daddy juga? Kalian pasti bahagia sudah berkumpul di sana bukan? Kenapa kalian semua meninggalkan aku sendiri di sini? Kalian tidak ingin mengajakku? Apakah aku masih begitu menyebalkan bagi kalian?”“Moms ...,” lirih King dengan nada pilu saat mendengar Zahra bertanya beruntun seperti itu di depan makam saudara kembarnya – Zacky.“Tuan Muda Zacky yang terhormat. Apa kau liat dengan siapa aku datang hari ini? Kau pasti senang melihatnya bukan? Lihatlah, dia begitu mirip denganmu saat kau masih muda. Aku bahkan merasa seperti usiaku baru dua puluh tahun saat berada di sampingnya,” ungkap Zahra yang sengaja menghibur diri dengan berkelakar seperti itu.King hanya bisa tersenyum tipis saat mendengar candaan Zahra pada Zacky yang kini hanya bisa mereka temui dalam bentuk batu nisan yang indah dan elegan itu. Meskipun begitu, Zahra tampak sangat bahagia dan seperti dia memang sedang be

  • Menjadi Istri Muda Si Tuan Muda   S3 - KING SADAR

    Auriel sangat bahagia saat melihat putranya sudah kembali tersenyum dan tertawa seperti itu. Sudah sejak lama dia tidak melihat tawa King yang begitu lepas, bahkan dulu dia nyaris tak pernah tersenyum sama sekali. Hal itu membuat hati Auriel merasa sedih dan juga merasa bersalah karena tidak bisa membayangkan apa yang terjadi dalam hati putranya itu.“Aku berpikir, Mami akan memberikan syarat yang luar biasa dan membuatku sedikit takut,” ucap King kepada Auriel yang masih menatap putranya yang dulu kecil itu tertawa bahagia.“Aku mana mungkin memberikan syarat yang membuatmu menderita, Nak. Kau adalah sumber kebahagiaanku dan kau adalah segalanya dalam hidupku. Karena kau ada, makanya aku masih ada dan berdiri di depanmu saat ini, Sayang.” Auriel mengungkapkan isi hatinya kepada King dengan sungguh-sungguh.“Oh, Moms. Jangan bicara seperti itu lagi dan membuat aku sedih.”“No, Sayang. Kau tidak boleh lagi bersedih setelah banyaknya kesedihan yang sudah kita lalui bersama dengan hebat.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status