Share

Berubah Pikiran

Dering telepon berbunyi. Adriana mempertajam pendengarnya untuk memastikan bahwa suara itu berasal dari ponselnya. Setelah itu dia bergerak cepat mengambil benda pipih itu di dalam tasnya.

"Halo ..."

Adriana menunggu beberapa detik sampai si penelepon berbicara. Seharusnya dia tahu dia tidak boleh mengangkat panggilan telepon dari nomor yang tidak dia kenal. Tapi, entah kenapa hatinya seolah mendorong dia menerima panggilan tersebut.

"Halo. Ini aku, Daren Liew."

Adriana menelan ludahnya. Apakah dia tidak salah dengar? Laki-laki itu tiba-tiba menghubungi dia.

"Maaf, sepertinya kau salah nomor," tukas Adriana.

Adriana menatap Airin, lalu meletakkan jari telunjuknya di bibir saat Airin berbisik, bertanya siapa yang meneleponnya. Dia menggelengkan kepalanya, memberi isyarat agar Airin diam. Sahabatnya itu pun mengikuti permintaannya, memilih untuk menunggu.

"Aku tidak salah nomor. Aku memang sengaja menghubungi dirimu, Adriana," tukas Daren.

Adriana berdeham sebentar, lalu berkata, "Aku rasa tidak ada lagi urusan di antara kita. Jadi, aku akan menutup teleponnya sekarang."

"Tunggu...."

Adriana membatalkan niatnya. Dia memutuskan memberi kesempatan pada Daren. Barangkali saja ada sesuatu yang penting yang ingin Daren katakan padanya.

"Baiklah, aku siap mendengarkan. Sebaiknya kau tidak membuang-buang waktuku percuma dengan berbicara omong kosong," ucap Adriana sedikit ketus.

"Besok pagi datanglah ke kantorku. Aku akan memberimu kesempatan sekali lagi untuk bekerja di sini. Itu saja."

Klik. Sambungan telepon itu terputus. Adriana menatap ponselnya yang menampilkan warna hitam. Tidak mungkin Daren menghubungi dia, Adriana membatin dalam hati. Setelah semua ucapan laki-laki itu di kantornya tadi pagi, mungkinkah Daren menghubungi dia secara pribadi? Benar-benar sulit dipercaya.

"Siapa yang menelepon?" tanya Airin penasaran.

"Daren Liew."

Mata Airin membulat sempurna. Dia bergegas mendekati Adriana yang masih berdiri di depan meja dapur. Tangannya terulur, menarik Adriana untuk duduk. Dia lalu duduk di samping Adriana.

"Untuk apa laki-laki itu menghubungimu?"

"Dia bilang aku harus datang ke kantornya besok pagi," jawab Adriana dengan tatapan kosong.

"Dasar laki-laki plin-plan!" umpat Airin sambil mengepalkan tangannya di pangkuan. "Apa keputusanmu? Apa kau akan menuruti keinginannya?"

Adriana mengedikkan bahunya. "Entahlah. Aku masih bingung karena ini tidak seperti yang aku bayangkan."

"Kau tidak perlu mempertimbangkan tawarannya. Masih banyak perusahaan lain yang siap menerima dirimu," kata Airin berapi-api. Wajahnya memerah dengan sorot mata yang tajam.

Adriana tersenyum lebar menyaksikan reaksi temannya yang dia rasa sangat berlebihan. "Sepertinya aku akan menerima permintaannya."

"Adriana ...." teriak Airin keras, lalu dia segera menutup mulutnya saat menyadari suaranya pasti terdengar sampai ke rumah tetangga Adriana.

"Tenang lah. Aku akan bekerja pada dia hanya selama satu bulan. Setelah itu aku bisa mencari pekerjaan lain," pungkas Adriana tidak ingin berdebat lagi dengan Airin.

***

Daren membuka pintu ruangan kantornya keesokan harinya dengan tatapan waspada. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tidak ada seorang pun yang dia temui di sana, tidak juga Adriana. Mendapati kenyataan tidak sesuai dugaannya, hatinya mencelus kecewa.

Namun, tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka lebar. Daren langsung memutar tubuhnya. Dia melihat Adriana melangkah cepat menghampiri dirinya.

"Maaf, aku datang terlambat," ucap Adriana sambil tersenyum canggung.

"Aku sempat mengira kau tidak akan datang," tukas Daren terlihat tidak peduli.

"Dalam mimpimu," ucap Adriana agak ketus, tapi pelan. "Aku tidak mungkin melakukannya. Seperti yang aku katakan kemarin, aku ingin kau memberiku kesempatan bekerja di sini. Meskipun itu hanya berjalan selama satu bulan." Adriana menambahkan.

Daren meletakkan tasnya di atas meja. Dia mengambil sebuah map yang berada paling atas di antara map-map yang lain. Lalu, dia menyerahkannya pada Adriana.

"Pelajari isi berkas ini. Setelah itu kau harus mengatur pertemuan ulang antara aku dan pemilik perusahaan Building corps," ujar Daren sambil menatap lurus Adriana, lalu menambahkan, "Ini adalah tugas pertamamu. Kau harus berhasil mempertemukan kami."

Adriana terlihat sangat terkejut usai mendapatkan perintah dari Daren. Dia membutuhkan waktu beberapa saat untuk mengendalikan emosinya. Setelah merasa tenang, pelan-pelan dia membuka map itu dan membaca isinya sekilas.

"Kau bisa membacanya di mejamu. Aku masih harus melakukan banyak hal," ucap Daren. Secara tidak langsung dia menyuruh Adriana meninggalkan ruangannya.

Seolah mengerti ucapan Daren, Adriana langsung meninggalkan ruangan itu. Dia tidak mengeluarkan sepatah kata pun karena konsentrasinya tertuju pada isi berkas yang ada di tangannya. Tugas pertama yang telah menunggu.

***

Dua jam kemudian.

"Apa aku boleh mengunjungi perusahaan itu?" tanya Adriana begitu dia berhasil memasuki ruangan Daren tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dia mendapati atasannya tengah duduk di belakang meja kerjanya dan menghadapi setumpuk berkas.

Daren menatap Adriana selama beberapa detik karena masih terkejut dengan pertanyaan gadis itu. Pertanyaan Adriana benar-benar di luar dugaan. Lalu, dia balas bertanya, “Apa yang akan kau lakukan di sana?”

Adriana berdeham sebentar. “Aku ingin menemui Tuan Hari Leo,” katanya.

Daren tersenyum sinis mendengar jawaban Adriana. “Apa kau yakin bisa menemui dia? Kau tidak mengenal dia, juga kau bukan siapa-siapa."

Seakan ditembak langsung tepat mengenai sasaran, wajah Adriana memucat seketika. Kalimat terakhir Daren terngiang-ngiang di telinganya. Dia menyadari dirinya memang bukan siapa-siapa. Tapi, itu bukan menjadi alasan dia sulit menemui seorang pemilik perusahaan besar.

"Tentu saja aku harus yakin," jawab Adriana mantap satu menit kemudian. "Kalau kau mengijinkan, aku akan berangkat ke sana sekarang juga," pungkas Adriana.

Daren mengibaskan tangannya ke udara. "Baiklah, kalau begitu. Terserah padamu. Bagaimana pun caramu, aku hanya ingin kau mempertemukan kami kembali," kata Daren.

"Terima kasih. Aku pergi sekarang."

Adriana membungkuk sedikit, lalu memutar tubuhnya. Dia harus bergegas bila tidak ingin kehilangan kesempatan yang telah diberikan oleh Daren. Sebelum menemui Daren tadi dia telah menyiapkan rencana agar usahanya bisa berjalan lancar.

***

Adriana berdiri lama di depan pintu kaca masuk gedung kantor Building corps. Dia menghitung dalam hati. Mendadak dia dilingkupi keraguan akan keputusannya datang ke sini. Benarkah yang dia lakukan? Atau sebaiknya dia segera pergi dari tempat ini, lalu melapor pada Daren bahwa dia tidak sanggup melakukan perintah bosnya itu.

Adriana menggeleng cepat. Tidak. Dia tidak boleh melakukannya. Dia tidak boleh menyerah begitu saja. Dia harus membuktikan bahwa dia bisa menemui pemilik perusahaan itu, lantas meyakinkan Tuan Hari Leo untuk mengatur jadwal pertemuan ulang dengan Daren.

"Apakah sebelumnya kau sudah memiliki janji untuk bertemu dengan Tuan Hari?" tanya seorang wanita muda dengan pakaian modis yang berdiri di belakang meja resepsionis.

Adriana menggeleng pelan. "Belum .... Tapi, saya harus menemui beliau sekarang," ucap Adriana dengan nada mendesak.

"Maaf, aku tidak mungkin mengabulkan keinginanmu. Kau harus memiliki janji bila ingin bertemu dengan Tuan Hari," pungkas wanita itu.

Pundak Adriana langsung merosot. Hilang sudah kesempatannya untuk bekerja di perusahaan Daren. Harapan terakhirnya pupus sudah. Dia lalu melangkah gontai meninggalkan lobi gedung itu.

Namun, baru dua langkah berjalan, Adriana mendadak berhenti. Kedua matanya menangkap sosok laki-laki paruh baya yang berjalan terburu-buru melewatinya. Adriana mengenalinya sebagai Tuan Hari Leo. Dia segera mengejar laki-laki itu.

"Tuan Hari Leo ...." panggil Adriana setengah berteriak saat Tuan Hari Leo masuk ke dalam mobilnya.

"Tuan ...." teriak Adriana sekuat tenaga.

Sayangnya mobil yang membawa Tuan Hari Leo melaju kencang. Adriana tidak sanggup mengejar lagi. Napasnya tersengal-sengal, dan kedua kakinya tidak mau diajak berlari.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status