Share

Bab 6

"Jenna Laura James." Naomi mengulang menyebut nama itu sambil mengernyitkan dahinya.

"Kenapa? Apa ada yang salah dengan namaku?" tanya Jenna heran.

Naomi menggeleng pelan seraya mengulas senyum manis. "Tidak ada. Aku seperti mengenali nama itu, tapi tidak tahu siapa pemiliknya."

"Mungkin namaku yang pasaran," gumam Jenna kemudian. "Ngomong-ngomong kau sudah lama tinggal di sini?"

Naomi menggeleng. "Belum lama. Sekitar satu bulan. Kenapa?"

"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin tahu kondisi gedung ini, apakah aman atau tidak. Aku baru pertama kali ini tinggal sendirian di tempat asing," ucap Jenna dengan tatapan menerawang.

Seolah mengerti perasaan Jenna, Naomi mengulas senyum menenangkan. "Kau tidak perlu khawatir. Meskipun harga sewa di sini relatif murah, kondisi di sekitar sangat aman," balas Naomi, lalu dia melanjutkan,"Aku tidak ingin mengganggumu lebih lama lagi. Sampai jumpa." Naomi mengangguk sebentar, lalu memutar tubuhnya dan berjalan menuju flatnya sendiri.

Naomi menutup pintu di belakangnya. Perkenalan singkat dengan tetangga barunya menjadi sebuah kemajuan bagi dirinya. Tadi adalah pertama kalinya dia mengobrol dengan seseorang yang baru dia temui. Sebelumnya dia lebih banyak menghindar dari tatapan orang banyak yang kebetulan bertemu dengannya di lorong gedung, atau pun di lift.

Sungguh aneh. Naomi tidak habis pikir kenapa dia mudah sekali akrab dengan Jenna. Padahal sebelumnya dia sering mengalami kesulitan saat bersosialisasi dengan orang asing.

Mendadak rasa mual menyerang Naomi. Dia buru-buru ke toilet dan menumpahkan kembali seluruh sarapannya yang sempat dia makan tadi pagi. Tidak ada yang tersisa. Perutnya kini kosong. Naomi terduduk lemah di lantai kamar mandi. Peluh bercucuran membasahi keningnya.

Saat napasnya kembali teratur, Naomi bangkit berdiri lalu menyalakan kompor. Dia menjerang air untuk membuat air jahe hangat. Dokter yang memeriksanya menganjurkan dia untuk membuat minuman itu saat dia merasa mual.

"Tunggu sebentar ...." teriak Naomi setelah mendengar bel pintunya berbunyi. Dia mengayun langkah panjang, meninggalkan gelasnya di atas meja makan.

"Hai ...."

Tubuh Naomi membeku selama beberapa detik. Jenna berdiri di depan pintu flatnya dengan senyum meringis. Naomi sempat kehilangan kata-kata, dan tidak tahu ingin berucap apa.

"Hai ...." balas Naomi sedikit canggung. "Ada yang bisa aku bantu?"

"Kran air di flatku macet. Boleh kah aku menumpang mandi di sini?"

Jenna menatap Naomi penuh harap. Lalu dia menarik kedua lengannya yang sempat tersembunyi di belakang punggungnya ke samping tubuhnya. Jenna membawa perlengkapan mandinya di dalam sebuah keranjang kecil.

"Masuk lah. Kau bisa mandi di sini," ucap Naomi lalu menyingkir dari ambang pintu.

Naomi lalu menunjukkan letak kamar mandinya pada Jenna. Setelah itu dia kembali ke ruang makan dan menghirup air jahenya pelan-pelan. Perutnya kini terasa lebih hangat dan baik. Dia mengangkat kepalanya saat mendengar pintu kamarn mandinya terbuka. Jenna melangkah keluar sambil mengeringkan rambutnya dengan handuknya.

"Terima kasih. Karena dirimu aku bisa menghilangkan keringat yang menempel di tubuhku sepanjang hari," ujar Jenna dengan senyum lebar.

"Sama-sama. Saranku, segera hubungi teknisi gedung ini untuk memperbaiki pompa airmu," saran Naomi membalas ucapan Jenna. "Kau mau kubuatkan minuman? Ada kopi, teh, atau kau bisa memilih minuman ringan."

Jenna terlihat tengah berpikir. Dia berjalan perlahan menghampiri Naomi. Kepalanya berputar, dan kedua matanya melihat ke sekeliling flat itu. Dia berdecak kagum karena Naomi berhasil menghias tempat tinggalnya senyaman mungkin.

"Minuman ringan saja. Aku tidak ingin merepotkanmu," sahut Jenna, lalu menjatuhkan tubuhnya di atas kursi kayu di depan Naomi.

Sesuai permintaan Jenna, Naomi mengambil sekaleng minuman ringan dari dalam kulkasnya. Dia mengulurkan kaleng itu pada Jenna. Jenna menerimanya dengan senang hati. Tanpa menunggu lama wanita itu segera membuka tutup kaleng itu, lalu meneguk isinya.

"Tempat tinggalmu terlihat menyenangkan. Apa kau sendiri yang mengaturnya?" tanya Jenna penasaran.

"Ya, aku melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain. Tapi, aku tidak langsung mendapatkan semua ini dalam waktu bersamaan," jawab Naomi, lalu dia menyeruput air jahenya.

"Kau sudah seperti seorang desainer interior profesional." Jenna memberikan pujian dengan mata berbinar-binar. Semua yang dia ucapkan memang benar adanya.

"Terima kasih. Aku mengaturnya sesuai dengan petunjuk yang aku dapatkan di buku desain interior yang aku beli," balas Naomi sedikit merendah. Dalam hati diam-diam dia merasa bahagia karena ada seseorang yang menghargai hasil kerja kerasnya.

"Sebaiknya aku segera kembali ke flatku. Aku tidak ingin mengganggumu lebih lama lagi," kata Jenna setelah dia terdiam selama beberapa saat. Dia segera bangkit berdiri dan merapikan barang bawaannya. "Senang memiliki tetangga sepertimu."

Kemudian Jenna bergegas meninggalkan Naomi sendirian. Setelah ini dia berencana untuk membalas kebaikan Naomi. Dua kali Naomi sudah membantunya. Tidak mungkin dia bersikap acuh dan tidak tahu berterima kasih. Naomi orang baik. Tetangganya itu pantas mendapatkan hadiah kecil darinya.

***

Dua hari kemudian. Di depan sebuah gedung pusat perbelanjaan, Naomi baru saja turun dari taksi ketika melihat Jenna tengah berjalan berdua dengan seorang laki-laki tampan. Jenna tidak melihat ke arahnya, dan terus berjalan masuk ke dalam lift.

Naomi memilih memperlambat langkahnya karena tidak ingin bertemu muka dengan mereka. Dia lalu masuk ke sebuah restoran yang lokasinya berada di dalam gedung itu. Siang ini dia berencana menemui salah seorang pelukis yang membutuhkan jasanya.

"Maafkan aku karena datang terlambat," ucap Naomi lalu menarik kursi di depan wanita di akhir lima puluh tahun itu.

"Tidak apa-apa. Aku baru saja datang ke sini," ucap wanita itu.

Seorang pelayan datang menghampiri mereka, menanyakan pesanan mereka. Setelah mencatat pesanan, dia bergegas pergi meninggalkan mereka. Dia langsung menghilang di balik pintu.

"Seperti yang aku ceritakan di surel yang aku kirimkan padamu, aku ingin kau memeriksa laporan keuanganku," ucap wanita itu sambil menyerahkan sebuah map pada Naomi.

Naomi menerima map itu, lalu membalik-balik lembaran kertas di dalamnya. "Biarkan aku memeriksanya lebih dulu. Secepatnya aku akan menghubungimu dan melaporkan hasil pekerjaanku," timpal Naomi meyakinkan.

"Mulai sekarang aku tidak ingin mempercayai orang terdekatku lagi. Mereka hanya memanfaatkan aku karena aku bisa menghasilkan uang yang banyak," celetuk wanita itu dengan tatapan mata menerawang.

Setelah itu mereka membicarakan topik yang ringan. Obrolan basa-basi untuk mengenal satu sama lain. Naomi lebih banyak mendengarkan dibandingkan bercerita tentang kehidupannya sendiri.

Satu jam berselang. Mereka memutuskan untuk mengakhiri pertemuan mereka. Naomi menunggu kliennya itu menghilang dari hadapannya sebelum dia naik ke taksi yang sengaja dia hentikan di depan gedung itu.

Malam harinya. Lagi-lagi Naomi dikejutkan oleh kedatangan Jenna di depan flatnya. Dia sama sekali tidak pernah menyangka Jenna akan mengunjungi dia secepat ini. Mereka baru saja mengenal satu dengan yang lainnya.

"Apa aku mengganggumu?"

Naomi menggeleng perlahan. "Tentu saja tidak. Apakah ada masalah lagi?" tanya Naomi.

"Tidak ada. Aku hanya ingin memberimu ini." Jenna mengangkat sebuah bungkusan plastik di depan wajah Naomi.

Raut wajah Naomi berubah seketika. Dia mencium aroma yang sangat tajam menusuk hidungnya. Aroma itu berhasil menarik rasa mual di dalam perutnya. Sayangnya Jenna seperti tidak menyadari perubahan wajah Naomi.

"Kebetulan aku pergi ke restoran Chinese food. Aku membeli ini untukmu."

Naomi langsung mundur beberapa langkah. Dia bergegas ke kamar mandi, dan muntah untuk kesekian kalinya dalam satu hari ini. Ujung matanya menangkap bayangan Jenna yang berdiri di belakangnya.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Jenna terdengar sangat khawatir.

"Maafkan aku. Akhir-akhir ini hidungku sangat sensitif terhadap aroma makanan sehingga membuat aku ingin muntah," terang Naomi.

"Jangan bilang kalau kau ...."

Naomi berdiri, lalu memutar tubuhnya menghadap Jenna. "Ya, benar. Saat ini aku tengah mengandung."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status