Share

Bab 5

"Anda pasti salah, Dokter."

Naomi menegakkan punggungnya, lalu menatap dokter itu dengan sorot mata yang sayu. Dokter itu pasti telah salah melakukan pemeriksaan padanya. Dia tidak mungkin hamil.

"Aku tidak mungkin salah," tukas laki-laki itu. "Kita bisa melakukan pemeriksaan ulang untuk meyakinkanmu bahwa saat ini ada makhluk kecil yang tengah bersemayam di dalam perutmu."

Kata-kata dokter sudah cukup kuat untuk meyakinkan Naomi bahwa dia memang tengah mengandung. Saat ini ada bayi Arion yang hidup bergantung padanya. Secara otomatis tangan Naomi mengelus perutnya dengan lembut.

Tanpa Naomi sadari air matanya jatuh menitik tepat mengenai tangannya. Ada rasa haru, bahagia, dan sedih bercampur jadi satu. Dia tidak bisa menggambarkannya dengan jelas. Lalu, samar-samar tersungging senyum tipis di bibirnya.

"Aku akan memberimu multivitamin dan obat penambah darah," ucap dokter itu berhasil menarik Naomi dari lamunannya. "Aku harap kau bisa menjaga kesehatanmu dengan baik. Juga, makan-makan lah yang bergizi." Dia mencoret-coret di atas kertas.

Naomi mengangguk perlahan. Diaberanjak turun dari tempat tidur, lalu meraih kertas resep dari dokter itu. Dengan dibantu oleh perawat tadi, Naomi berjalan menuju apotek untuk menebus obatnya.

"Terima kasih," ucap Naomi pada si perawat. Dia memberi isyarat pada wanita itu bahwa dia baik-baik saja, dan dia tidak memerlukan bantuan lagi.

Panas matahari yang terik di akhir musim panas menyambut Naomi begitu dia keluar dari rumah sakit. Tangannya terangkat. Lalu telapak tangannya menyentuh dahinya, dan menutupi matanya dari silaunya sinar matahari.

Sebuah restoran cepat saji yang letaknya tidak jauh dari sana menjadi tujuan Naomi selanjutnya. Sekarang dia baru merasa lapar setelah membiarkan perutnya kosong sejak pagi. Pantas saja kalau dia pingsan. Dia benar-benar tidak memiliki tenaga untuk berjalan atau berdiri terlalu lama.

"Selamat datang di Sam's Burger and Drink."

Seorang pelayan dengan senyum lebar terkembang menyambut kedatangan Naomi, lalu menunjukkan satu meja kosong yang tidak jauh dari pintu masuk. Naomi mengikuti wanita itu dengan napas tersengal-sengal. Dadanya terasa nyeri karena paru-parunya tidak mampu bekerja secara optimal.

"Kau mau pesan apa?"

Naomi menarik napas panjang, lalu menghembuskannya pelan-pelan. "Aku ingin satu beef burger tanpa bawang dan es lemon tea." Naomi membaca buku menu dan menyebutkan salah satu menu yang tertera di sana.

"Baiklah. Aku akan segera membawakannya untukmu," balas si pelayan. Lalu dia memperhatikan Naomi lekat-lekat. "Apa kau baik-baik saja?" tanya dia setelah melihat wajah Naomi yang pucat pasi.

"Aku baik-baik saja." Naomi menggeleng cepat.

Wanita itu tidak mendesak lagi. Dia bergegas meninggalkan Naomi dan tidak ingin membuat pengunjungnya menunggu terlalu lama. Dia langsung melesat ke dapur.

Sementara menunggu pesanannya, benak Naomi mengembara jauh. Setelah ini dia harus segera mencari pekerjaan karena tabungannya lama kelamaan akan menipis. Tentunya dia tidak mungkin melamar pekerjaan di kantor-kantor perusahaan. Mereka pasti akan langsung menolaknya begitu tahu kondisinya yang sedang hamil.

Sebuah pikiran melintas di benak Naomi. Mungkin dia bisa memberi tahu Arion tentang kabar kehamilannya ini. Dengan begitu dia tidak terlalu memikirkan tentang masa depannya bersama calon bayinya yang suram.

Kemudian Naomi segera menepis pikiran itu jauh-jauh. Dia tidak bisa memastikan Arion akan menerima berita itu dengan lapang dada. Bisa saja Arion akan meragukan informasi itu, tidak percaya bahwa bayi yang dia kandung adalah anak Arion. Juga, ibu Arion pasti tidak akan menyukai kenyataan itu, terlebih wanita itu sangat menyukai Catlya. Keberadaan bayinya akan menghalangi bersatunya Arion dengan Catlya.

"Terima kasih," ucap Naomi setelah pelayan tadi meletakkan piring dan gelas berisi pesanannya di atas meja.

"Kalau kau membutuhkan yang lain, kau bisa memanggilku lagi." Wanita itu mengangguk singkat, lalu meninggalkan Naomi lagi.

Naomi mulai menggigit burgernya sambil berpikir keras. Kelihatannya dia tidak memiliki pilihan lain selain membesarkan bayinya sendirian. Arion tidak boleh tahu tentang ini.

Setelah meninggalkan restoran itu, Naomi memutuskan singgah sebentar di kantor agen penyedia layanan informasi lowongan pekerjaan. Kebetulan dia menemui pemilik kantor agen tersebut. Dia pun mengobrol sebentar dengan wanita paruh baya dengan sorot mata keibuan itu.

"Apa yang kau butuhkan?"

"Aku ingin mencari pekerjaan yang bisa aku kerjakan di rumah," jawab Naomi cepat.

Wanita itu terlihat berpikir sejenak sambil mengamati tamunya. Seorang wanita muda dengan penampilan sederhana dan terlihat sangat rapuh. Begitu dia memberi penilaian pada Naomi.

"Kalau kau memilih pekerjaan seperti itu, kau akan mendapatkan gaji yang kecil, jauh dari gaji pegawai-pegawai kantoran," kata wanita itu dengan suara lembut, lalu dia melanjutkan, "Aku rasa kau pantas mendapatkan pekerjaan yang lebih besar dari itu."

Naomi mengulas senyum tipis. "Aku terpaksa melakukannya karena sekarang aku tengah mengandung."

"Keahlian apa yang kau kuasai?

"Aku ahli di bidang ekonomi dan keuangan."

Wanita itu tidak bertanya lagi. Dia menatap layar komputernya, mencari lowongan pekerjaan yang cocok untuk Naomi. Lalu matanya melebar saat menemukan satu informasi penting.

"Ada satu orang yang membutuhkan jasamu. Mungkin kau bisa bekerja padanya." Wanita itu menatap Naomi lurus.

"Benarkah itu?" tanya Naomi dengan mata membulat lebar.

Wanita itu mengangguk. "Aku bisa menghubungi dia untukmu. Tapi, sebelumnya kau bisa mengisi formulir ini dulu." Dia mengambil selembar kertas, lalu menyerahkannya pada Naomi.

Naomi segera mengisi formulir itu. Bibirnya menyunggingkan senyum lebar. Sekarang dia tidak perlu mengkhawatirkan kondisi keuangannya.

Beberapa menit kemudian Naomi sudah dalam perjalanan pulang. Dengan menumpang sebuah taksi, dia kembali ke flat sewaan tempat tinggalnya sekarang. Flat itu tidak lebih besar dari flat yang sebelumnya dia tinggali. Tapi harga sewanya jauh lebih murah, dan tidak terlalu memberatkannya.

***

Keesokan harinya. Naomi baru saja kembali dari pertemuan dengan kliennya saat melihat seorang wanita muda sedang kesulitan saat akan masuk ke dalam lift. Wanita itu membawa sebuah kardus berukuran cukup besar yang menutupi penglihatannya.

"Biar aku bantu," ucap Naomi, lalu memencet tombol dan menunggu sampai pintu lift terbuka.

"Terima kasih," ucap wanita itu.

Pintu lift terbuka. Naomi menyuruh wanita itu masuk terlebih dahulu. Dia menyusul kemudian.

"Lantai berapa?"

"Aku tinggal di lantai delapan."

Naomi memencet angka delapan. Dia mundur beberapa langkah, dan berdiri di sudut di belakang. Dia melirik sebentar. Naomi menduga sepertinya wanita itu baru pindah ke sini karena dia tidak pernah melihatnya sebelumnya.

"Terima kasih atas bantuanmu."

Wanita itu menurunkan kardusnya di depan pintu flatnya. Dia berdiri menghadap ke arah Naomi yang masih berjalan beberapa langkah di depannya. Naomi menghentikan langkahnya, lalu memutar tubuhnya.

"Bukan masalah besar. Kau baru pindah ke sini?"

Naomi menatap wanita itu lurus. Dia memindai wajah wanita itu yang ternyata lebih cantik dari dugaannya. Seorang wanita muda yang umurnya tidak jauh dari dia.

"Aku pindah ke sini kemarin sore," jawab wanita itu, lalu berjalan menghampiri Naomi.

"Pantas saja. Aku tidak pernah melihatmu," timpal Naomi mencoba sesantai mungkin. "Ngomong-ngomong aku Naomi Waltz. Mungkin kita bisa berteman dengan baik setelah ini."

Wanita itu tersenyum lebar menanggapi kata-kata Naomi. "Aku Jenna. Jenna Laura James."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status