Semua pekerja itu kini terlihat kebingungan. Mereka saling pandang satu sama lain.
"Maaf, Madam, saya tak mencuri, silakan periksa tas dan lemari saya kalau Madam tak percaya," jawab Janet, salah seorang art Ratu juga. "Saya juga tidak," sahut yang lain secara bersamaan termasuk, Meiza. "Bohong, kalian semua! aku akan memeriksa lemari dan tas kalian, ayo, Mary, temani aku!" ujar Ratu pada Mary, art yang berkulit coklat. Mereka pun menuju ruangan yang diperuntukkan bagi para pekerja. Ratu berkeliling ke ranjang dan lemari art-nya dibantu oleh Mary yang membantu menggeledah semua lemari di ruangan itu, hingga akhirnya Mary tiba di depan lemari Meiza. Mary membuka lemari gadis itu, tak lama kemudian, dia menggeledah pakaiannya Meiza, hingga akhirnya dia menemukan sebuah kalung indah di bawah lipatan baju Meiza. "Madam, lihat! aku menemukannya di lemari Meiza!" seru Mary sambil menyerahkan kalung berlian itu ke tangan Ratu. Ratu menerima kalung itu sambil melirik tajam ke arah Meiza dan mengacungkan kalungnya. Semua art yang melihat itu menjadi syok seketika, terutama Meiza. "Tidak mungkin, kenapa kalung itu ada di lemariku? Ini gak mungkin. Aku tak mencurinya!" Meiza berteriak membantah, sementara semua art terlihat berbisik-bisik. Ada yang menuduh Meiza, ada juga yang tak percaya bahwa Meiza mencuri. "Apa pun, yang kamu katakan, kamu tak bisa membantah, kamu sudah mencuri, ini buktinya, semua temanmu menjadi saksinya," ucap Ratu meledek Meiza. "Tidak, saya tak terima. Di sini kan ada cctv, kenapa kita tak melihat cctv, biar kita tahu, siapa yang meletakkan kalung itu di lemari saya!" Meiza membantah dengan tegas. Ratu terlihat tersenyum menyeringai. "Baiklah, ayo kita ke ruang pemantau cctv." . Dia memerintahkan security untuk membuka rekaman cctv dan melihat rekaman dari kamera yang terletak di depan kamar pembantu. Namun, tak sedikit pun yang bisa dijadikan bukti bahwa Meiza tak bersalah, karena tak ada cctv yang dipasang di kamar pembantu, maupun kamar Ratu Meiza terkulai lemas di lantai. Ia sungguh tak mengira, kejadian mengerikan itu terjadi dalam hidupnya. Ia beristigfar berkali-kali untuk meredakan emosinya. "Saya tak melakukan itu. Bukan saya pencurinya. Ini fitnah!" teriaknya dengan suara lantang dan air mata berurai. "Sudahlah, Meiza. Kamu tuh masih mengelak aja, udah ngaku aja, kali aja madam Arda akan meringankan hukuman kamu," ucap Sisi, teman Meiza berambut keriting. "Aku tak akan mengakui apa yang tak pernah aku lakukan!" tegas Meiza Melihat itu, Arda tersenyum menyeringai sambil menyuruh semua art-nya pergi meninggalkan dirinya. "Pergilah kalian! Biarkan aku bersama Meiza di sini. Kamu, Meiza, ikut aku ke kamarku, aku akan bicara denganmu di sana." Tanpa membantah, Meiza segera menghapus air matanya. Ia bangkit dan berjalan mendekati Ratu Arda, Kemudian melangkah menuju kamar Majikannya. "Bagaimana sekarang, apa kamu masih akan tetap menolak tawaranku?" tanya Ratu Arda dengan nada dingin seraya menatap Meiza yang terlihat membeku. "Jadi ini tujuan Madam memfitnahku? Anda sungguh keji!" umpat Meiza lantang. Ratu Arda terlihat menyeringai. "Aku tak perduli apa katamu. Kamu aku beri dua pilihan, terima tawaranku dan kamu akan aku beri dispensasi, atau ... aku akan memenjarakanmu? Kamu mesti ingat, orang tua dan adik-adikmu di ampungmu. Kalau kamu sampai dipenjara, bagaimana nasib mereka?" ancam Ratu Arda. Meiza terlihat semakin geram, giginya gemeletuk, tangannya mengepal. Ketidak berdayaannya membuat dia mati kutu. "Anda licik!" desisnya. "Terima kasih atas pujianmu, pergilah dan pertimbangkan, beri aku keputusanmu besok. Kalau kamu setuju, aku akan membersihkan namamu," pungkas Ratu Arda sambil mengibaskan tangannya mengisyaratkan pada Meiza agar keluar dari kamarnya. Meiza berjalan gontai tanpa menghiraukan sekitarnya. Pikirannya kacau balau. Ia sungguh tak mengira bahwa dia akan mengalami nasib seperti itu. Dia berjalan tanpa melihat kana kiri sampai-sampai ia tak melihat ada orang lewat di sampingnya. Brugg!!! "Aww!" jerit Meiza yang terjatuh karena membentur tubuh kekar Ardi. "Dasar ceroboh! Kalau jalan pake mata, seenaknya kamu menabrakku," bentak Ardi sambil menepuk lengan bajunya, "kamu mengotori bajuku." Mendengar majikannya berkata kasar, Meiza semakin merasakan sesak karena amarah yang membuncah di hatinya. Dengan perasaan dongkol, ia bangkit dan langsung berlalu dari hadapan Ardi tanpa menghiraukannya. "Eh, dasar pembantu tak tahu sopan santun! Seenaknya saja dia pergi tanpa minta maaf," gerutu Ardi sambil berbalik ke arah kamarnya. "Sayang, kamu datang?" sambut Ratu Arda dengan wajah riang kala melihat suaminya masuk. Ardi tersenyum lembut dan langsung mencium kening istrinya , kemudian duduk di ranjangnya. "Kamu apa kabar Habibti?" tanya Ardi setelah dia duduk. Ratu Arda memutar tubuhnya dan mendekat ke arah ranjang. "Aku baik. Hmm, Ardi, bagaimana ibumu, apa dia masih mau kamu menikahi Sofiyah?"Karena terlalu pusing, Sultan alhirnya memutuskan untuk pergi ke tempat Mona. Dia masuk ke apartemen tanpa mengucapkan salam. Dia langsung masuk dan merebahkan tubuhnya di sofa. "Sultan, kapan kamu masuk? Kok, gak salam dulu?" tanya Mona seraya duduk di sofa depan Sultan. "Maaf, aku lupa, kepalaku pusing sekali makanya aku tadi langsung masuk," jawab Sultan. Mona terlihat manggut-manggut, kemudian dia pergi ke dapur dan membuatkan minuman untuk Sultan. "Minumlah, biar kamu merasa segar!" titah Mona sambil menyodorkan gelas berisi jus Jeruk nipis. "Terima kasih, Mona." Sultan memberikan gelas pada Mona. Entah kenapa bukan cuma kepalanya yang terasa dingin, tapi juga hatinya. Ada sebuah ketenangan yang dia rasakan ketika memandang wajah Mona. Mona menerima gelas itu dan meletakkannya di bar dapur. Setelahnya dia duduk di samping Sultan. "Sini, aku pijitin, biar kamu merasa rilex." Mona menuntun Sultan dan membawanya ke ruang olah raga. "Kamu mau saya olah raga?" t
Sultan merenungi kata-kata sang OB dengan sungguh-sungguh. Ia benar-benar ingin belajar seperti yang dikatakan Mona. Dia sangat penasaran dengan gaya hidup Mona yang menurutnya aneh."Baiklah, aku ingin mendengarkan lebih banyak hal tentang itu. Karenanya, kamu saya angkat menjadi penasehat probadi saya. Assistant Mahdi, silakan beri dia hadiah juga," ujar Sultan sambil meninggalkan ruangan meeting.Dia ingin langsung pergi ke apartemen untuk menemui Mona, tapi dia mendapat telefon dari Moza bahwa ibunya kini berada di rumah Moza. Dia pun langsung memerintahkan sopir untuk membawanya pulang. Selamat siang, Ummi!" sapa Sultan pada ibunya.Amnah menoleh ke arah pintu. Dia tersenyum ketika melihat sang putri masuk dan langsung memeluknya. "Selamat siang juga Nak, apa kabar kamu?" sambut Amnah sembari membalas pelukan Sultan.Mereka pun duduk di Sofa, tapi Sultan dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang bersama ibunya. Seorang wanita cantik yang tentunya dia kenal, yang tak lain adal
Mona hampir saja kehilangan kendali akibat gerakan Sultan di tubuhnya, tapi dia mendorong tubuh Sultan dengan lembut. “Aku bersedia melakukannya denganmu, tapi dengan satu syarat,” ujar Mona sambil berpindah tempat duduk.“Apa itu, apa kamu mau aku belikan sesuatu? Kalau begitu bersiaplah, aku akan mengantarmu ke toko mana pun yang kamu mau?” jawab Sultan dengan penuh antusias. Dia mengira Mona hanya menginginkan hartanya.Mona memutar bola matanya, kemudian mendengkus kasar. “Dasar orang kaya, apa di pikiranmu hanya ada uang dan barang-barang mewah? Aku mau lebih dari barang mewah. Aku mau kamu menjadi suamiku yang sesungguhnya. Kamu harus tahu dan paham, apa tujuan berumah tangga dalam Islam, apa kamu sanggup?” tanya Mona sembari memicingkan matanya. Sultan manggut-manggut karena dia pikir yang dipinta Mona adalah hal yang mudah. “Baik, aku sanggup, hmm tapi bagaimana caranya?” “Hmmm, kamu cari saja tutorialnya di situs Islami, ya pokoknya aku mau kamu melakukan apapun dalam rumah
“Marry dan Sisi, pegangi dia!” titah Moza pada kedua pembantunya, sementara dia sendiri mendekatkan kursi rodanya ke arah Mona yang tangannya kini sudah dipegangi.“Lepaskan saya! Kurang ajar kalian! Anda Madam, kenapa Anda ingin menyiksa saya? Anda yang menjebak saya, tapi kenapa saya yang disalahkan?” Mona terus berteriak sambil meronta-ronta.“Jangan banyak omong kamu! Dekatkan wajahnya padaku!” Tanpa banyak bicara, Marry dan Sisi menekan kepala Mona agar mendekat ke arah Moza, Sementara Moza menghunus sebilah pisau dan mengacungkannya ke arah wajah Mona di depannya. “Rasakan ini, biar kamu jadi jelek!” Moza mengangkat tangannya bermaksud mengarahkan pisah itu ke wajah Mona dan menggoresnya. Namun, belum sempat pisau itu mengenai kulit wajah Mona, Sebuah sepatu melayang ke arah tangan Moza sehingga pisau itu terlepas dari tangannya.“Moza, kenapa kamu keterlaluan?” teriak Sultan dari belakang Moza. Dengan wajah memerah, dia mendekat ke arah Moza dan Mona yang masih dipegangi kedu
"Ayo naik!" Sultan langsung membuka pintu mobil yang ada di samping kanannya memerintahkan Mona masuk ke dalam. Karena tak punya pilihan lain, Mona pun memasuki mobil itu tanpa Mobil Sultan melaju melewati tepi pantai kemudian menembus terowongan yang panjangnya ratusan meter. Sekitar 4 jam kemudian, mereka pun tiba di kota A. "Turun!" titahnya pada Mona. Mona pun langsung turun tanpa berkata apa pun. Sultan membawa Mona ke salah satu apartemen-nya. "Kamu akan tinggal di sini, nanti saya akan sering menengok kamu," ujar Sultan ketika mereka sampai di depan pintu salah satu unit apaetemen itu. Tanpa menjawab, Mona langsung memasuki apartemen itu. "Aku sudah menyediakan semua keperluanmu di sini, bahan makanan juga ada di dapur," Sepeninggal Sultan, Mona berjalan mondar-mandir di dalam apartemennya, dia bermaksud untuk kabur. "Aku harus kabur dari sini!" Mona gegas menuju balkon. Dia mengukur ketinggian kamar yang dia tempati. Untungnya kamar apartemennya hanya ada di lantai
Mona terkekeh melihat Sultan yang terlihat kikuk karena tak bisa melaksanakan wudu. "Mister apa sebelum ini Anda tak pernah salat?" tanya Mona. "Dulu pernah, tapi sejak masuk kuliah dan berteman dengan orang yang tak mengenal Tuhan, aku pun menjadi lupa dengan Tuhan. Usai melaksanakan wudu, Sultan juga minta diajari salat, tapi karena Mona perempuan, Mona lebih memilih mengajari Sultan dengan video yang tersedia di situs Internet. Sultan tersenyum nakal ketika melihat Mona duduk di depan meja hias dan sudah terlihat rapi dan wangi. "Sayang, aku kan sudah selesai salat, apa sekarang kita boleh melakukannya?" rayu Sultan sambil mengedipkan matanya. Mona tersipu malu mendengar rayuan Sultan, tapi dikala dia ingat bahwa Sultan melakukan ini hanya untuk mendapatkan anak darinya, hatinya pun terasa ngilu. pandangan matanya yang tadinya penuh harapan, kini berubah menjadi nanar. "Mister, apa saya boleh meminta sesuatu pada Anda?" tanya Mona. "Apa yang ingin kamu minta dariku,