Share

Bab 6 MJDMP A

Bab 6 MJDMP

Anjani POV

Aku menutup pintu kamar saat Ummi Fahira baru saja keluar dari ruangan ini. Ruangan dengan ukuran yang cukup luas jika dibandingkan dengan kamarku di kampung.

Bagiku ini cukup mewah untuk sekelas kamar pembantu, walaupun minimalis, tapi semua lengkap tersedia di sana. Ada lemari baju, meja rias dan juga TV berukuran 24 inch, bahkan di kamar ini juga tersedia kamar mandi lengkap dengan WC-nya.

Keluarga ini memang sangat baik, mereka sangat menghargai orang lain. Kekayaan tidak membuat mereka bersikap congkak bahkan semena-mena terhadap orang kecil.

Bagaikan langit dan bumi jika dibandingkan dengan Supeno. Orang yang mendadak kaya karena warisan sehingga menjadi latah. Berlaku seolah dia yang paling berkuasa, seenaknya sendiri menindas orang-orang lemah yang berada di bawahnya.

Padahal jika dihitung, mungkin kekayaan Supeno hanya seujung jari dari harta milik bib Ahmad dan Ummi Fahira.

Ternyata memang benar, semakin berilmu seseorang, membuatnya semakin beradab. Ibarat padi yang semakin berisi semakin merunduk. Bukan seperti tong, yang kosong, hanya besar bunyinya, tapi zonk isinya.

Hanya syukur yang dapat kupanjatkan saat ini, entah apa yang Allah rencanakan pada hidupku. Aku tiba-tiba terlempar pada takdir yang sama sekali tak pernah terpikirkan olehku. Terjerumus ke lembah penderitaan, kemudian terbawa arus hingga sampai di tempat yang seolah menjanjikan kebahagiaan.

Bukan aku tak pernah memikirkan pernikahan, sebagai gadis yang mengalami pubertas, aku pun memiliki keinginan untuk menikah, membayangkan pernikahan sederhana nan indah bersama pasangan pilihanku dan hidup bersamanya hingga menua, ini adalah harapan terbesarku, bahkan mungkin harapan setiap gadis yang belum menikah.

Akan tetapi takdir seperti merusak imajinasi indahku. Pernikahan itu akhirnya terjadi tanpa persetujuanku. Aku dipaksa menikah dengan lelaki bringas yang sama sekali tidak kuinginkan demi membayar hutang paman yang konon disebabkan oleh ku.

Sejak kecil, aku memang dirawat oleh paman dan bibiku, sebab orang tuaku sudah tiada sejak aku masih balita. Dulu kukira paman dan bibi sengaja merawatku sebab mereka begitu menyayangiku, mengingat mereka juga tak memiliki anak. Akan tetapi, semakin ke sini aku semakin ragu, terlebih saat aku tahu paman menikahkanku dengan Supeno sebagai tebusan atas hutang-hutangnya.

Aku tahu, hutang itu memang tanggunganku, sebab paman mempergunakannya untuk biaya operasiku, yang bahkan sampai saat ini membuatku heran, apa motiv di balik keputusannya itu?

Mengapa paman tak membiarkanku buta saja? Mengapa harus berhutang demi membuatku dapat kembali menikmati keindahan dunia? Padahal aku tahu, hidup kami cukup susah untuk sekedar makan saja.

Andai aku aku bisa memilih, antara buta dan menikah dengan Juragan Supeno, sungguh aku akan memilih buta selamanya, dari pada harus menjadi istri yang melayani manusia sepertinya.

Namun, apa yang terjadi semalam, membuatku sakit sekaligus bersyukur, seperti yang Bu Ambar katakan, setidaknya hikmah dari kejadian ini aku bisa terlepas dari Supeno, walaupun dengan cara yang begitu menyakitkan.

Aku dipermalukan di depan banyak orang di malam pertamaku. Dia mengataiku cacat sebagai seorang istri tanpa lubang kenikmatan. Entah apa yang terjadi malam itu, mengapa Juragan Supeno tidak berhasil melakukannya, aku pun tak tahu.

Benarkah aku gadis cacat seperti yang Supeno katakan? Sedangkan selama ini aku sama sekali tidak merasakan kekurangan itu ada pada diriku.

Tapi yang jelas, ini jalan Tuhan untuk menyelamatkanku dari pernikahan ini. Walaupun tak dapat kupungkiri, bahwa pernyataan Supeno begitu mengganggu pikiranku.

Sebaiknya aku fokus pada pekerjaan baru, sejenak melupakan apa yang telah terjadi dalam hidupku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status