Share

Bab 5 MJDMP

Bab 5 MJDMP

"MasyaAllah, dia manusia atau malaikat?" batin Anjani terkagum melihat pemandangan di hadapannya.

Seorang lelaki dewasa dengan tubuh proposional tengah berdiri di ambang pintu. Perpaduan tinggi dan besar badannya begitu seimbang, sehingga menghasilkan pemandangan yang estetik di mata.

Kulit putihnya yang terbalut almamater putih khas dokter terlihat begitu bening dan terpancar. Jambang tipis, bulu mata lentik, bibir merah dan hidung mancungnya yang overdosis menambah keindahan pemandangan mata. Benar-benar nyaris sempurna.

"Wa'alaikumsalam," jawab Ummi Fahira dan Zahira bersamaan. Gadis cilik yang semula cemberut itu mendadak berbinar melihat seseorang yang baru saja datang. Ia berlari dan berhambur ke dalam pelukan seraya berteriak memanggilnya.

"Daddy ...."

Sesaat membuat Anjani tersadar dan segera menundukkan pandangannya.

"Hai, Sayang." Lelaki itu memperlakukan Zahira dengan begitu manis.

"Wah ada tamu, ya?" ucapnya seraya melirik Anjani dan Mbak Indah sekilas.

"Iya, dari Sumber Rejeki Agency," jawab Ummi Fahira membuat lelaki itu tampak sedikit heran dan terkejut, ia melirik sekali lagi ke arah Anjani dan Mbak Indah seolah tengah memastikan sesuatu. Namun tak lama kemudian ia kembali menguasai dirinya.

"Kamu kok balik lagi, Nak? Ada yang ketinggalan?" tanya Ummi Fahira.

"Iya, kok Daddy pulangnya cepat? Katanya perginya dua hari?" tanya Zahira polos.

"Iya, Sayang. Ada barang Daddy yang ketinggalan. Zahira mau ikut Daddy ambil barangnya?" tawar lelaki yang dipanggil Daddy oleh Zahira itu.

Zahira mengangguk cepat, membuat rambutnya yang kriting gantung naik turun seperti spiral, sangat menggemaskan.

"Flashdisk Ahmad ketinggalan, Mi, malah lupa dimasukin ke tas. Padahal semua materi seminarnya ada di sana," jelas lelaki yang ternyata bernama Ahmad tersebut pada Ummi Fahira.

"Daddy? Ahmad? Beralmamater dokter? Apakah dia yang bernama dr. Ahmad? Masya Allah, ganteng banget," batin Anjani masih dengan pandangan tertunduk.

"Owalaah, kamu ini ada-ada aja. Kok bisa ketinggalan itu, lho!" balas Ummi Fahira.

"Ya, namanya juga lupa, Mi. Ahmad ambil dulu ya," pamit dr. Ahmad kemudian berlalu dengan Fahira di gendongannya.

Sedangkan Ummi Fahira hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Dia itu anak saya, namanya Ahmad," jelas Ummi Fahira memperkenalkan putranya pada Anjani, yang akan menjadi ART di rumahnya.

Anjani hanya menanggapi dengan anggukan, lalu mereka kembali membahas tentang pekerjaan.

Setelah urusan dengan bagian Agency selesai, Mbak Indah berpamit pulang. Bersaman dengan itu dr. Ahmad juga keluar untuk kembali melanjutkan perjalanannya.

Taksi online yang membawa Mbak Indah baru saja pergi, meninggalkan Anjani seorang diri di tempat barunya mengais rizki.

Posisi mereka masih di halaman rumah saat Ahmad kembali berpamit.

"Sudah nggak ada yang ketinggalan lagi, Nak?" tanya Ummi Fahira memastikan.

"InsyaAllah nggak ada, Mi."

"Oh iya, ini Anjani, yang akan menggantikan Mbak Sumi," ucap ummi Fahira memperkenalkan Anjani.

dr. Ahmad memandang Anjani dari atas ke bawah, memastikan kembali apakah pemandangannya tak salah, sebab ia tampak berbeda dengan pembantu-pembantu sebelumnya.

"Selamat datang, Anjani. Semoga kamu betah ya?" ucap dr. Ahmad memberi sambutan.

"Aamiin, terima kasih, Pak."

"Sama-sama. Jangan panggil saya, Pak. Saya memang Bapaknya Zahira, tapi bukan Bapak kamu," ucap dr. Ahmad yang terdengar tak suka dengan panggilan Anjani.

"Baik, Tuan," jawab Anjani meralat.

"Jangan panggil Tuan juga, saya tidak terbiasa dipanggil dengan panggilan seperti itu." dr. Ahmad kembali memprotes, membuat Anjani jadi bingung sendiri.

"Maaf, lalu saya harus memanggil dengan sebutan apa, ya?" tanya Anjani polos.

"Apa aja, terserah kamu. Asal jangan Tuan, apalagi Pak." jawaban dr. Ahmad membuat Anjani semakin terlihat bingung.

"Ya Allah, ini orang, perkara panggilan aja ribet amat, lama-lama aku panggil si ganteng deh!" gumam Anjani dalam hati. "Astaghfirullah, Anjani! Nggak sopan kamu! Ingat, dia majikan kamu, Anjani!" Anjani berperang dengan dirinya sendiri.

"Ya sudah, kalau gitu Ahmad pamit dulu ya, Mi, doakan semoga segala urusannya lancar," pamit dr. Ahmad seraya mencium bolak balik tangan Umminya.

"Sayang, Daddy berangkat dulu, ya? Zahira sama Ummi dulu, sama Mbak Anjani juga," ucap dr. Ahmad seraya melirik Anjani.

Zahira yang masih dalam gendongan dr. Ahmad mengangguk pelan, tampak raut wajahnya begitu sedih melepas kepergian sang Daddy.

Balita imut itu lalu mencium pipi daddynya, kemudian turun dari gendongan dan beralih ke dalam pelukan sang nenek.

"Titip Zahira ya, Mi." dr. Ahmad berpesan pada Ummi Fahira seraya mengusap rambut Zahira penuh sayang, terlihat sekali ia berat meninggalkan bocah lucu itu.

Ah, benar-benar sugar daddy idaman.

"Iya, kamu tenang aja, Zahira aman sama Ummi. Kamu hati-hati ya? Kabarin Ummi kalau sudah sampai." ummi Fahira berpesan.

"Siap, Mi."

"Daddy cepet pulang ya? Nanti jangan lupa video call sama Zahira," ucap Zahira berpesan.

"Siap, putri cantik," balas dr. Ahmad seraya mencolek gemas ujung hidung mancung milik Zahira.

Pandangan Ahmad kemudian beralih pada Anjani. "An, saya titip Ummi dan Zahira, ya? Tolong dijaga dengan baik. Bantu Ummi jaga Zahira, jangan biarkan beliau bekerja berat! Kalau ada yang darurat kamu bisa hubungi saya melalui telepon rumah, ada kartu nama saya di sana," pesan dr. Ahmad pada Anjani.

"An? Baru kali ini ada yang manggil aku dengan sebutan An, biasanya orang akan menyebut namaku secara lengkap, Anjani. Apa nama Anjani terlalu panjang baginya untuk diucapkan, sampai harus disingkat jadi An? Nyebelin banget!

Coba kalau nama dia yang disingkat manggilnya, emang mau? Jadi Ah, Ah, Ah, dah kaya orang mendesah-desah aja," batin Anjani menggerutu, kemudian dengan sigap merespon pesan dr. Ahmad untuknya.

"Siap —," Anjani menggantung kalimatnya, ia tampak bingung harus memanggil dr. Ahmad dengan sebutan apa.

Seolah memahami kebingungan Anjani, Ummi Fahira tersenyum ke arahnya, "Biasanya orang memanggil Ahmad dengan sebutan dokter atau habib. Kamu juga bisa memanggilnya dengan salah satu dari sebutan itu, pilih saja yang membuat kamu nyaman," terang Ummi Fahira membuat Anjani tersenyum lega, setidaknya dia sudah menemukan solusi soal panggilan untuk majikan ganteng di hadapannya.

"Siap, Bib," jawab Anjani mantap seraya tersenyum dan balas memandang dr. Ahmad.

"Manis juga," gumam dr. Ahmad dalam hati.

Ia hanya mengangguk sebagai jawaban untuk tanggapan Anjani.

"Ahmad jalan dulu, ya, Mi, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Lelaki yang sempat membuat Anjani terkesima saat pertama memandangnya itu berjalan ke arah mobil sedan mewah berwarna putih dengan logo khas mercedes-benz.

Ia membuka kedua sisi jendelanya untuk sekedar melambaikan tangan dan kiss bye pada Zahira, benar- benar super Dad.

"Ah, Zahira yang dapat kiss bye kenapa aku yang senyum-senyum sendiri?" batin Anjani heran dengan dirinya sendiri. "Lagian habib Ahmad paket sempurna, sudahlah tampan, mapan, penyayang lagi sama putrinya," lanjutnya dalam hati seraya mengiringi kepergian majikan barunya.

Namun sebuah pertanyaan tiba-tiba terbesit dalam benaknya, "Bentar-bentar, Zahira putrinya habib Ahmad? Lalu di mana mamaknya? Kenapa dari tadi yang nampak hanya Ummi Fahira dan dr. Ahmad?" batin Anjani bertanya-tanya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nim Ranah
duren sawit di habib
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status