Tadi, Ummi Fahira mengajakku berkeliling ke setiap sudut ruangan yang ada di rumah ini, menjelaskan satu persatu apa yang menjadi tugasku selama bekerja di sini.
Tidak berat, hanya pekerjaan rumah yang memang sehari-hari biasa aku lakukan, bahkan aku terbiasa bekerja yang lebih berat dari ini, terjun langsung ke sawah untuk membantu Paman dan Bibi bercocok tanam.Di sini aku sadar, bahwa Tuhan mengujiku untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagiku. Setidaknya di tempat ini aku akan memulai merajut asa dan meraih cita-cita yang tertunda, dan yang terpenting, aku akan membuktikan pada semua orang bahwa aku tidak lemah.Kubaringkan tubuh di kasur yang akan menemani malam-malamku, nyaman, itu yang aku rasakan.Aku memandang setiap sudut dari ruangan ini, rumah ini mewah, megah, akan tetapi isinya hanya ada Ummi Fahira, Zahira dan Bib Ahmad.Setelah berkeliling aku benar-benar tak mendapati tanda-tanda keberadaan ibunya Zahira. Bahkan sekedar foto keluarga yang bisa memuaskan rasa kepoku pun tak kutemukan.Entahlah, bagaimana mungkin rumah semegah ini tidak menjadikan foto keluarga sebagai pajangan yang menambah kecantikan desain interiornya.Sepanjang aku berkeliling, yang kutemukan hanya lukisan-lukisan abstrak atau kaligrafi yang dipajang di pigora-pigora besar sebagai hiasan.Masih menjadi misteri, sebenarnya keluarga seperti apa yang menjadi majikanku kini. Mereka bahkan membebaskanku dari tugas membersihkan kamar pribadi dengan alasan agar tak ada buruk sangka di antara kami. Entah memang seperti itu adanya, atau justru karena alasan privasi.Ah, sebaiknya aku tak boleh terlalu ingin tahu. Tugasku di sini adalah mengurus rumah, bukan mencari tahu seluk beluk pemilik rumah.Aku harus paham batasan, mereka adalah majikan dan aku adalah ART, aku harus memahami batasan agar tak sampai terlalu masuk ke kehidupan pribadi mereka, demi kebaikan karirku.Lebih baik sekarang aku beristirahat, memejamkan mata barang sejenak sepertinya akan begitu nikmat, tidur di lantai semalaman membuat tulangku terasa remuk redam.Namun, saat baru saja mata ini terpejam, aku mendengar suara Zahira berlarian melintasi kamarku, sontak membuatku kembali terjaga."Zahira? Kenapa dia bermain-main di sekitar kamar ini?" batinku bertanya-tanya dalam kondisi separuh sadar.Beberapa detik kemudian, aku tersadar, teringat akan dapur yang terletak tak jauh dari kamar ini.Aku segera bangkit dari posisi semula untuk mengecek kondisi Zahira. Benar saja, bocah gembil itu sedang bermain-main di dapur.Aku berjalan pelan ke arahnya, mengecek apa yang sedang dilakukannya di sana, ia yang sedang fokus bermain boneka wortel di atas talenan itu tidak menyadari kehadiranku. Sepertinya dia ingin bermain masak-masakan.Tapi ini berbahaya jika tidak dalam pantauan, sebab ia menggunakan pisau sungguhan untuk memotong boneka wortelnya. Anak kecil memang rasa penasarannya sangat tinggi."Hai, Zahira," sapaku pelan namun berhasil membuatnya terjingkat dan reflek menyembunyikan pisau di balik tubuh mungilnya."Zahira lagi masak, ya?" tanyaku berusaha masuk ke dalam aktivitasnya.Bocah gembil itu hanya melirikku, seperti sedang ketakutan aksinya akan ketahuan. Aku mulai memutar otak untuk mencari cara bagaimana bisa memantaunya bermain tanpa membuatnya ketakutan."Wah, Zahira suka masak ya? Sama lho, Mbak juga suka. Gimana kalau kita masak bareng?" tawarku.Sejenak ekspresi wajah Zahira berubah, ia tampak berpikir dan menimbang tawaranku. Sedangkan aku memutuskan untuk menunggu tanpa mendesaknya. Menghadapi anak kecil sebenarnya bukan hal sulit bagiku yang bercita-cita menjadi guru TK."Emm ... Memangnya boleh? Mbak nggak marah?" tanyanya polos.Aku tersenyum menanggapi pertanyaannya, mungkin selama ini orang-orang di sekitarnya selalu melarang Zahira untuk eksplor keinginannya bermain-main di dapur."Boleh, dong, Sayang. Kenapa nggak? Malah seru kan kalau kita masak bersama? Dulu waktu Mbak masih kecil juga senang bantu-bantu masak kayak kamu," jelasku mencoba mengakrabkan diri dengan Zahira."Beneran?""Iya, Sayang."Bocah itu tampak tersenyum riang."Gimana, mau, kan?" tanyaku sekali lagi."Mau dong, Mbak. Kita mau masak apa?" tanyanya antusias."Eum ... Enaknya masak apa, ya? Tadi Zahira potong wortel kan? Gimana kalau kita masak sup? Zahira suka sup nggak?""Suka, Mbak." Bocah dengan mata bulat bak boneka itu menjawab cepat, cantik dan menggemaskan, tapi tidak mirip dengan daddy-nya, mungkin dia mirip ibunya."Ya udah, sekarang Zahira taruh dulu pisaunya, kita ganti dengan wortel yang asli ya, oke?" rayuku berharap Zahira mau melepaskan pisau dari genggamannya.Namun saat Zahira belum sempat menjawab, teriakan Ummi Fahira terlebih dahulu mengejutkannya, membuat pisau yang semula digenggamnya, reflek ia lepas dan terjatuh di lantai."Zahira!"Bab 34 - DILEMASatu per satu rangkaian acara telah terlewati. Tak banyak yang dilakukan hari ini, hanya doa dan mauidzoh hasanah singkat. Tidak ada acara adat yang beragam. dr. Ahmad sengaja menfokuskan acara pada jamuan para tamu, sebagaimana judulnya tasyakuran.Satu per satu tamu undangan dan keluarga berpamit, kini hanya tersisa beberapa kerabat dan kolega dr. Ahmad, berkumpul untuk sekedar mengobrol, karena niatnya memang perkumpulan mereka untuk reuni.dr. Ahmad berkumpul dan bercengkrama dengan teman-temannya, sementara Anjani menemui para istri yang turut serta.Adapun Zahira, gadis itu berpindah-pindah, kadang berada di pangkuan Daddy-nya, kadang pula berpindah ke sisi Mommy untuk bersiaga. Kelucuan gadis itu menjadi bahan pembicaraan malam ini, gadis kecil dengan sikap dewasa namun tetap dengan cara khas anak-anak. Sungguh sangat menggemaskan.Sejak tadi, Anjani sebenarnya menahan sakit di perutnya. Semakin lama sakit itu semakin terasa intens. Namun di depan para tamu, ia
Bab 33Anjani dan Zahira tengah berada di kamar untuk dirias. Malam nanti adalah malam acara 7 bulanan kehamilan Anjani.Sejak pagi, rumah sudah ramai kunjungan sanak saudara dr. Ahmad. Mereka berkumpul untuk meramaikan acara. Walaupun semua jamuan acara sudah di-handle oleh EO (event organizer) tapi tetap saja Mbak Sri dan kerabat dr. Ahmad menyibukkan diri menyiapkan jamuan.Zahira sangat bahagia hari ini, karena banyak teman saudaranya yang berkumpul. Terlebih, Anjani mengajaknya serta dalam hal tata rias, gadis kecil itu berasa akan disulap menjadi peri saat make up tipis disapukan ke wajah cantiknya.Zahira selesai lebih awal dirias. Gadis kecil itu kemudian dibantu oleh MUA untuk mengenakan gaunnya. Gaun berwarna biru langit senada dengan warna kebaya yang dikenakan Anjani juga jas yang dikenakan oleh Daddy-nya.Di depan cermin full body, Zahira memutar dirinya, mirip seperti tinkerbell yang imut dan menggemaskan.Anjani tersenyum melihat putri sambungnya begitu happy dan antusi
Bab 32 - DILEMA"Bang ...." Anjani memanggil suaminya manja. Di minggu siang yang damai, karena hanya ada mereka berdua di rumah. Mbak Sri berpamit pulang kampung barang sehari, sementara Zahira, tadi.pagi dijemput saudara dari Surabaya untuk diajak ke taman safari.Anjani menolak untuk ikut serta, karena kehamilan yang semakin besar membuatnya merasa mudah capek saat melakukan perjalanan. Terlebih area taman safari sangat luas, kebun binatang Surabaya saja tak mampu ia taklukkan.Kandungannya sudah memasuki usia 7 bulan. Sejak masuk trimester tiga, Anjani menjadi sangat doyan makan. Setelah tiga bulan hanya terbaring dengan makanan infus, ia seperti balas dendam saat perutnya mulai bisa menerima makanan. Kata mbak Sri, itu namanya "Maruk'i". Akibat dari itu, berat badannya melonjak tinggi. Membuat aktivitasnya terasa sangat berat.dr. Ahmad pun tak mempermasalahkannya, asalkan masih di batas normal, dan asal istrinya bersedia melakukan senam hamil untuk tetap menjaga kebugaran. Apapu
Bab 31 - DILEMASetelah rasa kram di perut Anjani berangsur hilang, dr. Ahmad membawa istrinya ke tempat makan. Sekedar duduk sembari menikmati es teh dan beberapa macam gorengan yang tersedia.dr. Ahmad memesan beberapa potong tempe mendoan, ote-ote dan juga pisang goreng. Kemudian membawany ke hadapan sang istri yang tengah duduk manis menikmati es teh."Masih anget, Sayang ... cobain, enak!" ucap dr. Ahamd seraya meletakkan sekotak forengan dengan toping cabe rawit yang menggugah selera.Tak menolak, Anjani pun langsung mencomot tempe mendoan dan memakannya."Enak?" tanya dr. Ahmad."Enak, Bang ... rasanya beda gitu kalau bikinan tangan orang," balas Anjani.dr. Ahmad terkekeh, "itu hanya perasaan kamu saja, kalau bagi Abang, ya jelas jauh lebih enak bikinan kamu," sanjung dr. Ahmad."Nah, itu juga cuma perasaan Abang. Jadilah makan gorengan aja bawa-bawa perasaan," sahut Anjani. Keduanya terkekeh bahagia.Sementara Anjani menikmati gorengan, dr. Ahmad mengangkat kaki Anjani dan me
Bab 30 - DILEMAMobil dr. Ahmad melesat cepat membelah jalanan yang cukup senggang pagi ini. Sepanjang perjalanan, Zahira terlihat riang. Ia berceloteh dan bernyanyi. Sementara Ayuma lebih banyak diam. Moodnya hancur pagi ini. Ia sudah sangat keras memutar otak untuk menggagalkan rencana kepulangannya, namun ia tak mendapatkan hasil apa-apa. Pada akhirnya ia pun berada di mobil ini menuju bandara."Ante Yuma kenapa diem aja?" tanya Zahira menyapa Ayuma."Ante Yuma sedih, Sayang ...," sahut Ayuma mulai berdrama."Sedih kenapa, Ante? tanya Zahira peduli."Karena mau berpisah sama Zahira," sahut Ayuma. Anjani yang berada di bangku depan hanya bisa mengerlingkan kepala, senyum puas tergambar di wajah Ayuma saat melihat Anjani memalingkan wajah ke jendela, berhasil membuat Anjani kesal cukup membuatnya terhibur.Namun senyum itu mendadak berubah masam saat tangan dr. Ahmad meraihnya, lalu mereka saling berpandangan mesra dan menguatkan. Seketika rasa cemburu menguasai hati Ayuma."Ante Yum
Bab 29 - DILEMA"Zahira ... dengar Daddy, Nak ... Mommy minta Ante Yuma untuk pulang itu bukan karena Mommy nggak suka sama Ante Yuma, Sayang ... tapi karena Mommy peduli sama Ante Yuma. Ante Yuma punya kesibukan di tempatnya, jadi Mommy nggak ingin merepotkan Ante Yuma di sini." dr. Ahmad menjelaskan dengan lembut pada Zahira. Namun gadis itu hanya terdiam."Lagi pula, tadi yang minta Ante Yuma pulang bukan Mommy, kok. Tapi Daddy," lanjut dr. Ahmad seketika membuat Zahira menoleh ke arahnya."Kok Daddy malah minta Ante Yuma pulang sih? Daddy nggak asih ah!" gerutu Zahira dengan kedua tangan disilangkan di dada.dr. Ahmad membelai kepala Zahira sayang. "Iya, Nak ... Daddy memang sengaja minta Ante Yuma untuk pulang, karena Daddy mau ajak Zahira ke Surabaya untuk bertemu saudara-saudara di sana? Gimana, Zahira mau, kan? Zahira bisa bebas bermain dengan banyak teman di sana." dr. Ahmad menyampaikan rencananya pada Zahira. Seketika raut wajah gadis itu berubah bahagia."Wah, beneran, Dad