Share

Bab 6 Hampir Saja

"Kamu kenapa, Ja?" Fifi sudah menghentikan langkah Senja yang terseok menuju arah kantin.

"Ada masalah lagi dengan Seno?" Senja menggeleng. Raut mukanya masih suram.

"Sama Pak Adam?"

"Huaaah, tahu nggak sih, Fi. Ini ulah beliau. Bikin kesel. Nambah kerjaan, kan. Mana nanti malam disuruh ngerjainnya. Besok ketemu beliau lagi." Senja memghentakkan kaki sambil pura-pura menangis di depan Fifi. Sahabatnya yang sudah hafal sifat Senja hanya menggelengkan kepala.

"Bagus, kan?" celetuknya.

"Apa?! Kamu bilang bagus? Bagus dari mana?" ucap Senja tidak terima.

"Ya baguslah Pak Adam ngelakuin itu. Berarti kamu disuruh revisi segera biar cepat sidang."

"Lalu apa ini? Coretannya banyak sekali. Mana sempat aku revisi dalam semalam."

"Iya sih, Pak Adam tega juga ya? Melebihi Pak Pram," lirih Fifi. Ia tidak mau membuat Senja tambah kesal.

Senja meletakkan berkas skripsinya di meja. Ia sudah meletakkan kepala di atas dua tangannya yang bersedekap di meja. Menatap Fifi yang kebingungan mau menghiburnya, Senja hanya mengomel tidak jelas di dalam hati. 

Ada benarnya juga kata Fifi, ternyata kerjaannya memang masih banyak yang perlu direvisi. Seharusnya ia bersyukur Adam sangat cermat mengoreksi. Andai hanya sambil lalu mengoreksinya bisa-bisa Senja dibantai saat sidang. Seulas senyum pun terbit di bibir Senja membuat Fifi heran.

"Tuh kan, tiba-tiba senyum sendiri. Pasti ada ide brilian buat ngerjain Pak Adam, ya, Ja?"

"Nggak?! Udah biarkan aja, kalau beliau menyusahkanku, lihat saja nanti beliau pasti susah sendiri."

"Maksudnya, Ja?"

"Ingat kata ustad Akbar, kan, Fi? Kalau kita memudahkan urusan orang maka Allah mudahkan urusan kita," celetuk Senja dengan senyum khasnya.

"Ya kali benar kata ustad Akbar, Ja. Tapi nggak berlaku buat kamu. Urusan skripsi ya harus serius Pak Adam ngoreksinya. Itu juga buat kebaikan biar nanti mulus saat sidang." Kali ini Fifi ada benarnya. Senja memang hanya mencari pembelaan.

"Iya-iya. Aku ikhlas deh banyak revisi dari Pak Adam."

"Ikhlas ya jangan bersungut gitu, Ja. Suram banget muka kamu."

"Ishh, kamu kok malah meledekku sih, Fi."

"Ini lho ngaca dulu." Fifi sudah menyodorkan ponselnya bermode kamera depan. Sontak saja Senja meringis hingga tampak deretan gigi putihnya.

"Udah sekarang makan yuk, laper nih," ajak Senja setelah memasukkan draf ke dalam tas. Ia tidak mau mengulangi sikap cerobohnya yang menaruh barang sembarangan hingga beberapa kali tertinggal. Bisa kacau kalau draft koreksian Adam tercecer.

"Oya Ja, mending nanti malam kamu pamit dulu deh sama Andre. Kamu selesaikan revisinya biar besok bisa menghadap Pak Adam," usul Fifi.

"Nggak, Fi. Aku jelas nggak enak. Kerja part time cuma mau cuannya aja. Aku juga harus mentingkan profesionalitas dong. Gimanapun nanti sikap kerjaku seperti ini juga akan kebawa saat kerja fulltime."

"Ckkk, dibilangin cuma semalam kok, dasar keras kepala."

"Tenanglah sahabatku, aku nanti bisa minta izin Andre kalau pengunjung mulai sepi. Aku bisa kerjakan di ruang karyawan."

"Janji lho, Ja."

"Iya, InsyaAllah." Senja menunjukkan dua jarinya membentuk huruf V. Ia tersenyum pada Fifi walau sebenarnya ia tidak yakin apa bisa mencur* waktu buat ngerjain revisi.

"Oya, Ja. Jadwal kajian akhir pekan di masjid kampus Ustad Akbar. Jangan sampai terlewat." Fifi terkikik setiap melihat perubahan mim*k wajah Senja yang berbinar kalau mendengar nama ustad idolanya itu. 

"Iya, Fi. Kamu kan alarmnya aku,"balas Senja santai membuat Fifi mendecis. Mereka lalu menikmati siomay dan batagor yang sudah dipesan beserta jeruk panas.

*****

Malam hari, Senja sudah berada di kafe tempatnya part time. Ia tidak lupa membawa berkas yang telah dicoret-coret Adam. Ia berharap dosennya tidak akan datang bersama kekasihnya malam ini.

Senja dengan cekatan mengerjakan tugasnya melayani pelanggan. Ia sudah meminta izin pada Andre dan juga teman-temannya untuk rehat 1-2jam buat ngerjain revisi. Beruntung teman-temannya bisa memaklumi, meski sempat ada yang mengeluh karena malam hari kafe pasti ramai.

"Mbak, tolong pesanan saya!" Senja membelalak. Doanya ternyata tidak terkabul. Perempuan cantik yang datang bersama Adam memanggil Senja. Namun, kali ini Reva hanya sendiri membuat Senja tersenyum lega.

"Ada tambahan lain lagi, Nona?"

"Sementara itu dulu. Nanti kalau pasangan saya datang biar nambah lagi."

Deg

"Pasangan. Apa mungkin Pak Adam?"

"Hai, Rev. Maaf aku telat."

"Nggak masalah, Sayang. Aku juga barusan sampai." Reva duduk dengan elegan di kursi yang ada di pojok seperti sudah menjadi tempat favoritnya.

Senja terbelalak saat melihat Adam berjalan menuju ke arahnya. Semakin dekat jaraknya tiba-tiba ia dilanda kegugupan. Adam yang merasa Senja menatapnya fokus justru menautkan keningnya dalam. Keduanya terlibat adu tatap hingga membuat Senja kelabakan. 

"Maaf, saya siapkan dulu pesanan, Nona." Senja berlalu sambil menetralkan napasnya.

"Hampir saja ketahuan," batinnya sambil mengusap dada lega.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status