“Jangan salah paham dulu kepada Mas, Tika. Mas tahu apa yang ada di pikiranmu saat ini,” ucap Mas Azzam membuatku mengangkat wajah.Kenapa dia tahu apa pertanyaan yang ada di otakku saat ini?“Tapi, Mas. Kenapa Mas Azzam diam saja Nindy menghancurkan rumah tangga orang lain? Hidupku hancur, Mas. Sakit. Atau jangan-jangan Mas menikahiku karena merasa bersalah?”Akhirnya, kutumpahkan sudah semua yang ada di pikiranku selama ini? Rasa penasaran di dalam hati benar-benar membuatku tersiksa oleh segala praduga.Terdengar helaan napas Mas Azzam. Kekasihku itu menatapku dengan dalam, dia kemudian meraih telapak tanganku serta menggenggamnya dengan erat.“Mas sudah duga pertanyaan ini suatu saat pasti akan meluncur dari bibirmu. Mas benar-benar minta maaf atas apa yang sudah Nindy lakukan. Mas juga menyesal, sebagai orang tua, Mas tidak bisa berbuat banyak untuk mencegah semuanya. Hari ini, tak ada yang harus aku tutupi lagi dari kamu,” ungkap pria di depanku ini.Cerita yang selengkapnya pun
“Jangan salah paham dulu kepada Mas, Tika. Mas tahu apa yang ada di pikiranmu saat ini,” ucap Mas Azzam membuatku mengangkat wajah.Kenapa dia tahu apa pertanyaan yang ada di otakku saat ini?“Tapi, Mas. Kenapa Mas Azzam diam saja Nindy menghancurkan rumah tangga orang lain? Hidupku hancur, Mas. Sakit. Atau jangan-jangan Mas menikahiku karena merasa bersalah?”Akhirnya, kutumpahkan sudah semua yang ada di pikiranku selama ini? Rasa penasaran di dalam hati benar-benar membuatku tersiksa oleh segala praduga.Terdengar helaan napas Mas Azzam. Kekasihku itu menatapku dengan dalam, dia kemudian meraih telapak tanganku serta menggenggamnya dengan erat.“Mas sudah duga pertanyaan ini suatu saat pasti akan meluncur dari bibirmu. Mas benar-benar minta maaf atas apa yang sudah Nindy lakukan. Mas juga menyesal, sebagai orang tua, Mas tidak bisa berbuat banyak untuk mencegah semuanya. Hari ini, tak ada yang harus aku tutupi lagi dari kamu,” ungkap pria di depanku ini.Cerita yang selengkapnya pun
“Aku antar dulu minuman ini ke depan, ya, Amah,” pamitku mencoba menghindari obrolan seputar Mas Danang dan istri barunya. Aku belum bisa memberitahukan semuanya kepada Amah dan Abah sekarang. Akan kujelaskan nanti kepada mereka kalau Mas Azzam sudah tak ada dan ketika waktu yang tepat. Bagaimana pun, aku tak mungkin menyembunyikan masalah ini lebih lama, suatu saat, lambat laun pasti orang tuaku pun akan tahu tanpa dijelaskan mengingat di acara pernikahanku dan Mas Azzam nanti, bisa saja Nindy dan mantan suamiku itu akan ikut hadir.“Iya. Sekalian camilannya. Amah sengaja bawa oleh-oleh buat kamu dari kampung. Pasti Azzam suka sama dodol bikinan Amah,” ujarnya sambil menyodorkan sebungkus plastik berisi dodol. Lalu, kupindah camilan tersebut ke dalam toples.Aku membawa minuman dan makanan tersebut ke ruang tamu, lalu menyajikannya di atas meja.“Tik. Barusan Abah sama Azzam ngobrol. Katanya dia mau bikin pabrik jahit di kampung, terus Abah yang dipercaya buat ngelolanya,” ucap Aba
POV Danang“Sial*n, bisa-bisanya Papi menamparku hanya gara-gara membela wanita kampungan itu!” Nindy menghempaskan tubuhnya di sofa dengan raut wajah yang terus saja ditekuk. Ada apa lagi sih dia? Setiap hari ada saja hal yang membuatnya uring-uringan. Alhasil, akulah yang akan menjadi tempat pelampiasan istriku ini dari rasa kesalnya.“Ada apa sih, Sayang? Datang-datang marah-marah. Terus kenapa cepat sekali kembali? Bukannya kamu disuruh Papi buat ketemu sama klien?” Kulihat Nindy merebahkan badan, lalu memijat kepalanya sambil memejamkan mata tak menghiraukan pertanyaan dariku. Tampak pula pipi putih istri baruku itu memerah, seperti bekas tamparan.Oh, jadi benar, Papi mertua ternyata sudah berani menampar Nindy? Putri kandungnya sendiri?Tunggu! Apa yang kudengar barusan? Nindy ditampar Papi mertua gara-gara membela Kartika? Boleh juga mantan istriku itu. Ternyata, dia sudah bisa mengendalikan Papi Azzam, tetapi ini sama sekali tak bagus bagiku. Kalau dia dan mertuaku berhas
“Jangan bergerak. Tetap diam di situ!” teriakku dengan suara bergetar. Aku takut, Mas Danang melakukan yang tidak-tidak terhadapku. Semakin dia maju, aku mundur beberapa langkah. “Bagaimana kabarmu ... mantan istriku?” Mas Danang tersenyum menyeringai dengan mata menatap tajam. Aku kembali menormalkan detak jantung dengan mengembuskan napas teratur beberapa kali, tak ingin terlihat gentar serta lemah di mata mantan suamiku ini. “Untuk apa kamu di sini?” Aku kembali bertanya dengan ketus. Namun, bukannya menjawab Mas Danang malah tergelak mendengar pertanyaan dariku?“Jangan galak-galak kepadaku, Tik. Aku tahu kamu masih menyimpan cinta untukku bukan? Bukankah ini waktu yang tepat untuk kembali bernostalgia bersama? Menghabiskan malam-malammu yang dingin dengan kehangatan. Mas yakin, kamu akan terbuai seperti dulu,” ucapnya mulai melantur.“Jangan kurang ajar kamu, Mas! Berani berbuat macam-macam akan kupanggilkan security untuk menyeretmu pergi. Dan ingat, aku bisa saja melaporka
Bab 13“Apa kau yakin Azzam bisa menjadi suami yang baik untukmu?” tanya Amah setelah terdiam sekian lama merenungi apa yang telah kusampaikan tadi.“Iya. Aku percaya kepada Mas Azzam. Dia sudah menceritakan segalanya. Juga meyakinkanku kalau Mas Azzam benar-benar serius untuk menjadikanku istri. Bahkan, ketika mendapatkan tentangan dari Nindy, dia tetap tak bergeming. Lagi pula, aku juga sudah mencintainya, Amah.”Itulah penjelasan yang terucap untuk meyakinkan ibu kandungku. Memang tak semua kuungkapkan, rencana balas dendamku untuk Mas Danang dan Nindy tak mungkin kubeberkan kepada Amah. Aku hanya perlu membuat beliau yang mulai ragu, kembali mendukung hubunganku dengan Mas Azzam.Amah masih diam sambil berpikir. Menimbang-nimbang apa yang mungkin akan diputuskannya.“Apa Amah percaya dengan pilihanku kali ini? Aku tahu, pernah keliru memilih pasangan seperti Mas Danang. Tapi, Amah. Mas Azzam jauh lebih berbeda dari Mas Danang. Aku yakin, dia pria terbaik yang pernah kupilih,” tera
“Kita tak usah menunggu seminggu lagi untuk menikah. Mas akan menyuruh Robi memanggil Amil dan menikahkan kita hari ini juga.”Ucapan Mas Azzam membuatku seketika membelalakkan mata. “Apa? Mas jangan bercanda!” “Mas enggak bercanda. Kita sudah mendaftarkan semua surat-suratnya di kantor KUA, itu sudah cukup. Hari ini, Mas mau kamu resmi menjadi istri Mas apa pun caranya. Lagi pula, Minggu depan semua rencana masih bisa berlangsung, tapi hanya resepsi saja,” tegasnya tak ingin dibantah.Aku hanya melongo dengan bibir membulat. Masih syok dengan rencana dadakan Mas Azzam. Ada apa dengannya? Kenapa sampai memutuskan hal seperti ini dengan tergesa-gesa?“Mas!”“Mas takkan berubah pikiran, Tik. Sudah diputuskan, kita menikah hari ini. Lagi pula, Abah juga pasti takkan keberatan. Bukankah sama saja, mau seminggu lagi atau pun sekarang, yang penting kita sah menjadi suami istri,” papar calon suamiku ini masih keras kepalanya.Aku tak bisa berbuat apa-apa jika Mas Azzam sudah memutuskan den
“Dasar anak-anak ini, bagaimana mungkin mereka lebih mementingkan orang lain dari pada menghadiri pernikahan papinya,” geram Mas Azzam terlihat begitu murka sekaligus kecewa. Aku tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Mas Azzam ketika anak-anaknya pulang. Dan paling yang kunanti, aku ingin mengetahui reaksi Nindy dan Mas Danang ketika mengetahui aku sudah pindah ke rumah ini dan menyandang nyonya di istana Mas Azzam.**“Sudah, sudah, Mas. Jangan marah-marah begitu,” ucapku mencoba menenangkan meski aku merasa tak sabar menunggu kedatangan Nindy dan Mas Danang juga. Aku ingin melihat bagaimana reaksi keduanya melihatku ada di rumah ini. “Iya, Pi. Lebih baik, Papi masuk ke kamar saja. Pasti Mom Tika sudah ngantuk dan capek. Apalagi, kaki Momi yang cedera belum sembuh,” ucap Riri memperhatikanku. Ya, aku memang sejak tadi berjalan sendiri meski dengan bantuan kruk. Awalnya, Mas Azzam memintaku untuk turun menggunakan kursi roda, tetapi aku tak nyaman dan memilih memakai tongkat penyan