Bangkit Di Tubuh Istri CEO Kejam

Bangkit Di Tubuh Istri CEO Kejam

last updateLast Updated : 2025-07-10
By:  Mikeen SIUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
7Chapters
18views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

“Ah!” Seorang wanita terbangun di tempat tidur rumah sakit. Napasnya terengah-engah, keringat dingin membasahi dahinya. Ia memegang kepala, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Seorang pria berdiri di sisi tempat tidur, menatapnya dengan sorot mata tajam. “Kau tampaknya sudah cukup sehat, Kayla.” Wanita itu mengernyit. Kayla? Siapa itu? Pria itu mendekat dan memegang dagunya dengan kasar. “Kau ingin mencoba bunuh diri lagi? Setelah sebelumnya melompat dari gedung, kini nekat terjun ke danau?” “Maaf… siapa Anda?” tanya wanita itu, bingung. Pria itu tersenyum sinis. “Kau pura-pura tidak mengenal suamimu sendiri. Apa kali ini amnesia?" tanya pria itu dengan nada menghina. Tatapan matanya tajam menusuk, seolah menguliti pikiran Hara. "Berpura-pura bodoh di hadapanku? Kau sedang mencari mati, hah?"

View More

Chapter 1

Bab: 1

“Tak... tak... tak...”

Suara sepatu hak tinggi terdengar menggema di sepanjang lorong rumah sakit yang lengang. Sesaat kemudian, pintu kamar terbuka perlahan. Sepasang sepatu hitam mengkilap muncul di ambang pintu, melangkah masuk ke dalam ruangan.

Seorang wanita terbaring di atas tempat tidur rumah sakit. Hampir seluruh tubuhnya dipenuhi perban, wajahnya lebam, dan ia tidak mampu bersuara. Ia hanya bisa menatap ke arah sosok yang baru saja masuk.

Wanita itu tersenyum kecil, namun senyuman itu bukan senyum simpati, melainkan penuh ejekan dan kepuasan.

“Benar-benar menyedihkan,” ucapnya dengan nada dingin, hampir terdengar seperti cibiran.

Wanita yang terbaring lemah itu bernama Alana, dan orang yang kini berdiri di hadapannya adalah Yunita, sahabat terdekatnya. Sebelum kecelakaan terjadi, mereka bahkan sempat berbicara melalui telepon. Alana tak pernah menyangka, saat ia berbalik dan menyeberang jalan, sebuah truk besar menabraknya hingga terluka parah.

Yunita mendekat, menatap wajah Alana yang penuh luka.

“Kau ingin mengatakan sesuatu?” tanya Yunita dengan senyum sinis, lalu membungkuk dan berbisik di telinga Alana.

“Alana, siapa sangka kau akan mengalami hari seperti ini.”

Alana tak percaya bahwa sosok yang berdiri di hadapannya, yang menghinanya tanpa rasa belas kasihan, adalah orang yang selama ini ia anggap sebagai sahabat. Ia menatap Yunita dengan pandangan penuh kebingungan dan ketidakpercayaan. Ia ingin berbicara, namun pita suaranya rusak dan tidak mampu mengeluarkan suara sedikit pun.

Alana mengepalkan tangannya, matanya dipenuhi amarah yang tertahan.

Mengapa? pikirnya. Mengapa Yunita bersikap seperti ini?

Melihat penderitaan Alana, Yunita justru tampak semakin puas.

“Kau benar-benar mengira aku ini sahabatmu? Kau sungguh naif, Alana.”

Alana mencoba menggerakkan tubuhnya, namun sangat sulit. Yunita kemudian menekan luka di perutnya dengan keras, membuat Alana menahan rasa sakit luar biasa hingga tubuhnya bergetar. Darah mulai merembes dari balik perban.

“Aku tidak pernah benar-benar peduli padamu. Aku mendekatimu karena Davin. Kau pasti tidak tahu, aku sudah lama menjalin hubungan dengan tunanganmu itu.”

Alana membelalak. Ia hampir tak percaya dengan apa yang ia dengar.

“Kecelakaanmu bukan suatu kebetulan,” lanjut Yunita. “Saat truk menabrakmu, aku dan Davin berada di tempat kejadian. Kami melihat semuanya. Dan sungguh... itu adalah pemandangan yang sangat menyenangkan bagiku.”

Tidak... Itu tidak mungkin... Aku tidak percaya...

Alana menatap Yunita dengan penuh kebencian. Ia ingin melawan, namun tubuhnya terlalu lemah untuk bergerak. Yunita malah tertawa kecil.

“Kau pikir Davin mencintaimu? Jangan bermimpi. Kau hanyalah anak yatim piatu yang diadopsi keluarga Hartawan. Tidak ada yang benar-benar menginginkanmu.”

Yunita menatap Alana tajam.

“Aku merencanakan kecelakaan itu agar kau mati. Tapi rupanya kau masih bertahan hidup. Sayang sekali… Tapi itu bisa diatasi.”

Dari dalam tasnya, Yunita mengeluarkan sebuah suntikan kecil yang telah dipersiapkan. Wajahnya tampak dingin tanpa sedikit pun rasa kasihan.

“Tenang saja, aku akan mengakhiri penderitaanmu.”

Alana memandangnya dengan panik. Ia mencoba menggerakkan tubuhnya, tapi sia-sia. Yunita kemudian menyuntikkan cairan tersebut ke tengkuk Alana dengan cepat dan penuh kebencian.

Bunyi alat monitor jantung mulai berubah.

“Tit… tit… tit…”

Para perawat dan dokter segera bergegas masuk. Keadaan menjadi kacau.

“Detak jantung tidak stabil! Tekanan darah turun!” teriak salah satu perawat.

Namun suara mereka terdengar jauh bagi Alana. Ia merasa tubuhnya melayang, seolah terpisah dari raganya.

Dari atas, ia melihat tubuhnya sendiri terbaring di ruang operasi. Para dokter berusaha menyelamatkannya, namun ia tak mampu melakukan apa pun. Tubuhnya kini hanya sebentuk bayangan yang tidak bisa menyentuh atau didengar.

“Apa yang terjadi.… Tolong selamatkan tubuhku… selamat aku..” teriaknya, tapi suaranya tak terdengar.

Ia berteriak sangat kencang, namun, tak ada yang mendengarnya. Bahkan, ia hanya menembus tubuh para dokter dan perawat. Wajahnya memucat.

Apakah ini artinya dia telah meninggal?

Kemudian, sebuah cahaya terang menyilaukan matanya. Ia merasa ditarik kuat ke dalamnya, dan semuanya berubah menjadi gelap.

---------

Dua hari kemudian.

“Ah!”

Seorang wanita terbangun di tempat tidur rumah sakit. Napasnya terengah-engah, keringat dingin membasahi dahinya. Ia memegang kepala, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.

Seorang pria berdiri di sisi tempat tidur, menatapnya dengan sorot mata tajam.

“Kau tampaknya sudah cukup sehat, Mikayla.”

Wanita itu mengernyit.

Mikayla? Siapa itu?

Pria itu mendekat dan memegang dagunya dengan kasar.

“Kau ingin mencoba bunuh diri lagi? Setelah sebelumnya melompat dari gedung, kini nekat terjun ke danau?”

“Maaf… siapa Anda?” tanya wanita itu, bingung.

Pria itu tersenyum sinis.

“Kau pura-pura tidak mengenal suamimu sendiri. Apa kali ini amnesia?" tanya pria itu dengan nada menghina. Tatapan matanya tajam menusuk, seolah menguliti pikiran Alana. "Berpura-pura bodoh di hadapanku? Kau sedang mencari mati, hah?"

Namun tak menjawab. Ia seolah terkurung dalam dunianya sendiri.

Dirinya masih hidup, itu pasti. Tubuhnya utuh, tak ada luka seperti saat terakhir ia sadar. Tapi… mengapa pria itu memanggilnya Mikayla? Siapa itu?

Pria yang berdiri di hadapannya tampak semakin geram. Ia mundur satu langkah sambil menggeram, "Ini adalah peringatan terakhir. Jika kau mengulanginya lagi, aku sendiri yang akan membuat hidupmu jauh lebih menderita."

Setelah mengatakan itu, pria itu berbalik dan membanting pintu hingga menggema di seluruh ruangan.

Alana tersentak karena suara pintu itu. Setelah beberapa saat, ia perlahan mengambil cermin kecil di meja dan menatap wajahnya sendiri. Wajah itu… masih wajahnya. Tapi sesuatu terasa sangat tidak biasa.

Segera mencari ponsel. Ketika layar menyala, tanggal dan lokasi di layar membuatnya membeku."Meilin" gumamnya lirih.

Terakhir ia sadar, tubuhnya ditinggalkan sekarat oleh Yunita di Kota Xuhan. Namun kini, ia terbangun di sebuah rumah sakit di ibu kota.

Siapa sebenarnya pria itu? Dan… bagaimana aku bisa berada di sini?

Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Seorang gadis muda dengan mata sembab berlari masuk. Wajahnya cerah saat melihat Alana telah bangun. "Nyonya muda! Akhirnya kau sadar!" serunya dengan penuh haru.

Alana menatap gadis itu dengan bingung. Ia menunjuk dirinya sendiri. "Kau… sedang berbicara padaku?"

Gadis itu mengangguk cepat. "Ya, tentu. Anda telah koma selama dua hari. Aku sangat khawatir. Apa yang sebenarnya terjadi malam itu di tepi danau?"

Gadis itu kemudian membuka termos kecil dan menuangkan sup ayam ke dalam mangkuk. "Ini dimasak oleh koki pribadi. Silakan diminum, nyonya muda."

Alana menolak dengan gelengan kepala. "Sepertinya kau salah orang. Aku bukan ‘nyonya muda’ yang kau maksud. Dan… kenapa aku berada di sini?"

Gadis itu tampak semakin cemas. "Nyonya muda, apa lukamu terlalu parah? Aku Nita, pelayan pribadimu. Tolong jangan menakutiku begini. Aku akan memanggil dokter!"

Alana menahan tangan gadis itu. "Kalau aku benar majikanmu… siapa namaku? Dan siapa suamiku?"

Nita tampak ragu, namun tetap menjawab. "Namamu adalah Mikayla. Suamimu… adalah Tuan Rayden."

Mikayla? Rayden? Nama-nama itu asing, namun dari sorot mata Nita, ia tahu gadis itu tidak sedang berbohong.

Ia menunduk, mencengkeram selimut. "Jadi… Rayden itu suamiku?" gumamnya lirih.

Dia teringat pada masa lalu, kerja sama bisnis antara keluarga Hartawan dan keluarga Naratama. Davin, pria yang dulu ia cintai, juga terlibat. Semuanya perlahan mengait.

Wajahnya menegang saat mengingat Davin. Nita yang melihat perubahan ekspresi itu segera menenangkan. "Nyonya muda, tolong jangan bersedih. Tuan hanya belum memahami kondisimu. Percayalah, segalanya akan membaik."

Alana memaksakan senyum, menahan gejolak yang menyiksa batinnya. "Aku baik-baik saja," jawabnya datar.

Air matanya menetes. Bukan karena sedih, tetapi karena ia sadar bahwa ia… belum mati. Ia hidup. Dalam tubuh perempuan lain. Dalam tubuh seorang istri dari pria yang membencinya.

"Nyonya muda?" tanya Nita lembut, melihat perubahan emosi di wajah Alana yang terus berganti.

"Aku hanya butuh waktu," jawabnya akhirnya.

Setelah Nita keluar untuk memanggil dokter, Alana segera membuka ponselnya dan mencari informasi. Tentang Rayden Mu, tentang Mikayla Jiang… tapi hasilnya sangat sedikit. Terlalu sedikit. Bahkan hampir tak ada informasi tentang Mikayla.

Namun, berita tentang Alana justru memenuhi halaman pencarian. Kecelakaan maut. Wafatnya putri keluarga Hartawan. Video wawancara Davin dan Yunita setelah kematiannya. Itu membuat Alana muak. Mereka bersandiwara, menangis di hadapan publik. Yunita menyebutnya sahabat terbaik, dan Davin menunduk sedih, berjanji takkan melupakan Alana.

Semuanya bohong. Mereka membunuhku!

Alana mengepalkan tangan saat menatap layar. Namun sebelum ia sempat menutup video, seseorang merebut ponselnya. Ia mendongak.

Rayden berdiri di sana, menatap layar dengan dingin, lalu mengarahkan sorot matanya ke Alana.

"Apa maksudmu menonton ini?" tanyanya datar.

"Itu urusanku. Tidak ada hubungannya denganmu," jawab Alana mencoba tegar. Tapi tatapan pria itu tajam, menusuk, seolah membaca pikirannya.

Rayden mengangkat alis, lalu melempar ponsel itu ke arah dada Alana dengan kasar. "Kalau kau ingin bermain trik baru, jangan bodoh. Aku sudah bosan dengan sandiwara murahanmu itu."

Alana meringis kesakitan, memeluk dadanya. "Kurang ajar, apa kau tidak tahu sopan santun!" umpatnya pelan.

Rayden hanya menyipitkan mata, memandangi Alana tanpa minat. Alana menatapnya kembali, dengan sorot mata tajam penuh tantangan.

"Apa kau pikir aku sedang memainkan drama baru?" bisiknya dalam hati.

Ia sadar kini, pria itu membenci istrinya, Mikayla. Ia bahkan menganggap Alana adalah kelanjutan dari upaya bunuh diri Mikayla yang dulu. Mungkin itulah sebabnya ia tidak mempercayai apa pun yang dikatakannya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
7 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status