Share

Bab 5

Aku tidak tahu kami akan dibawa kemana, sementara Nana di sampingku hanya diam sambil menggenggam tangan ini dengan erat, aku tahu kata-kata kasar serta bentakan Mas Bayu pasti sangat membuat Nana taruma. Bagaimanapun aku hanya ingin kami selalu bersama. 

"Ingat, Nia! Setelah kau berada di rumahku, kau harus memastikan jangan pernah Nana memanggilku, Papa! Apa lagi bersikap kita saling mengenal di depan, Mona. Istriku! Aku ingin diantara kita seolah-olah tidak saling mengenal, karena status kita di sini hanya sebatas majikan dan pembantu!"

Semua penjelasan dan penekanan suara terakhirnya membuatku sadar, jika kami tetap berjarak, sehingga Nana dengan kuat meremas baju yang aku pakai. 

"Kau mendengarku kan, Nia!"

"Tapi kenapa, Mas!"Protesku memberanikan diri, karena aku pikir hidup kami akan kembali seperti semula. 

"Bukankah kau yang memintanya! Kau siap melakukan apapun asalkan aku tidak menceraikan mu!"

Bak disambar petir, aku tidak menyangka jika Mas Bayu begitu tega padaku. 

"Teganya kamu, Mas!"

Hati ini begitu pedih, rasa sakit semakin bertambah setelah mengingat seberapa lama kami berjuang menunggunya. 

"Jangan banyak bicara, jika kau tidak setuju! Aku akan menurunkan kalian di sini."Ketusnya, aku dengan cepat menggeleng, karena aku hanya ingin Nana melihat ayahnya dan tinggal bersama. 

"Baik Mas, Aku akan kembali membicarakan tentang ini pada Nana."

Sangat berat, semua penantian kami rasanya sia-sia setelah Mas Bayu kembali. 

"Bagus, dirumahku kau bertugas melayani Mona, karena istriku tengah hamil muda aku tidak mau dia kelelahan itu sebabnya aku dengan terpaksa membawamu kerumahku."

Dadaku sesak, nafasku yang awalnya tidak normal semakin memburu setiap mendengar pelakon yang akan aku mainkan di rumah suamiku sendiri. 

"Dan, kau harus ingat, Nia! Jangan pernah membocorkan status kita pada, Mona. Atau pada siapapun."

Bibir ini tidak bisa menjawab ya atau tidak, karena terlalu sakit melakukan sandiwara seperti ini, di mana aku harus melayani istriku suamiku sendiri sedangkan status kami harus dirahasiakan. 

******

Sesampainya dirumah itu aku dan Nana mengiringi langkah Mas Bayu masuk ke dalam rumah mewah yang jauh lebih besar dari rumah kami dulu, entahlah saat ini aku tidak bisa berpikir dengan baik setelah kejadian hari ini. 

"Ma, ini benar rumah Papa?"tanya Nana berbisik padaku sembari memperhatikan seisi rumah mewah dengan barang-barang mahal di dalamnya.

"Entahlah, entahlah, nak! Mama tidak tahu,"

"Sayang! Bukankah mereka yang di toko bunga tadi? Kenapa kau membawa mereka kemari?"

Aku tertegun melihat interaksi mereka di hadapan ku karena Mas Bayu begitu mesra menuntun wanita itu saat menuruni tangga. 

"Kau tahu kan! Aku tidak suka dengan anak itu!"sarkas wanita itu sembari menatapku dan Nana bergantian. 

"Tenanglah, jangan seperti ini. Ingat kondisimu, sayang."

Hatiku bergemuruh saat mendengar panggilan Mas Bayu untuk wanita itu, karena panggilan tersebut selalu ia peruntukan untukku dan Nana. Akan tetap panggilan itu kini ia berikan pada yang lain. 

"Lalu, kenapa Mas Bayu membawa mereka kemari? Mas Bayu kenal mereka?"

Pertanyaan wanita itu sedikit membuatku berharap jika mas Bayu menjelaskan semuanya, meski aku mengingat perjanjian kami. 

"Maaf sayang, aku tidak sengaja bertemu dengan mereka di jalan, mereka meminta-minta seperti pengemis, itu sebabnya Mas membawa mereka kemari untuk bekerja. Dan aku berpikir dia sangat cocok melayani mu, kau harus ingat kondisimu kini tidak boleh lelah."

Tuhan, begitu teganya Mas Bayu berbohong menganggapku dan nana adalah pengemis di jalan. Bahkan saat ini tanpa malunya memamerkan kemesraan padaku dan Nana. Sementara Nana di sampingku hanya bisa tertunduk tidak ingin melihatnya. 

"Tapi, kenapa harus mereka, Mas! Kamu tahu kan aku tidak suka dengan anak itu! dia pembuat masalah, Mas! Aku sangat benci saat dia memeluk mu."

Kulihat, Mas Bayu hanya tersenyum sembari menuntun wanita itu duduk di sofa mewah, saat wanita itu mengutarakan kebenciannya terhadap Nana, hati ini semakin sakit melihatnya karena Mas Bayu tidak menunjukkan simpati sedikitpun terhadap kami. 

"Jangan seperti itu sayang, dia bekerja dan melayanimu." ucap Mas Bayu, sembari melirik ke arahku dan Nana.

"Tapi, kenapa harus mereka, Mas! Di luar sana masih banyak pembantu yang mau bekerja padaku!"tukas wanita itu angkuh. 

"Tapi, hanya dia yang pas untuk melayani mu, sayang."tutur mas Bayu begitu halus pada wanita itu. 

"Yah, aku tahu dia memang cocok menjadi pembantu, tapi kenapa dia mau bekerja, di mana suaminya?"pertanyaan wanita-wanita itu semakin membuatku sakit, karena Mas Bayu tidak terlihat menganggapku dan Nana ada. 

"Aku cukup mengenal mereka, suaminya pergi karena bosan melihat nya, kamu lihatlah penampilannya, sayang."

Tertunduk dalam sakit, hanya ini yang bisa aku lakukan saat hinaan lolos dari bibir suamiku sendiri. 

"Jadi dia, janda!"

Hatiku semakin sakit saat kata itu terucap dari Istri suamiku.

"Yah, tentu sayang. Mana mungkin suaminya betah dengan istri jelek sepertinya."Mas Bayu begitu tega mengucapkan hinaan itu tanpa peduli perasaanku. 

"Tapi, Mas! Aku khawatir jika dia menggodamu, Mas! Tahu kan jika janda itu sangat murahan dan kegatelan."papar wanita itu cemburu menghinaku sembari bergelayut manja pada Mas Bayu

"Sudahlah, sayang …, jangan berlebihan, aku tidak seperti itu. Kamu jangan khawatir karena yang sempurna hanya kamu." 

Begitu tidak ada hati dan malunya Mas Bayu menunjukkan perbuatannya di hadapan ku, jangankan untuk membela, menatap kami pun tak sudi. 

****

Kami dibawa kesebuah ruangan, oleh seorang pembantu yang sengaja Mas Bayu perintahkan untuk mengantar kami ke belakang. 

"Ini kamar kalian, nak."

Setelah aku dan Nana mengikuti langkahnya dari belakang. 

Wanita paruh baya itu membukakan pintu kamar yang akan aku dan Nana tempati, tidak terlalu besar karena hanya memiliki satu tempat tidur berukuran sedang, satu lemari baju, meja nakas dan kamar mandi. 

"Terimakasih, bibi,"ucapku.

"Namamu siapa, nak?"tanya wanita itu, penuh dengan kelembutan padaku. 

"Nia Bibi, Ini anak saya namanya, Nana."

Wanita itu mengangguk, tidak lupa senyum ramahnya padaku. 

"Nama bibi, Ijah."

Dengan lembut Bibi Ijah mengusap kepala Nana, karena memang malam telah larut dan Nana terlihat sangat mengantuk. 

"Semoga nak, Nia! Betah bekerja di sini,"ucap bi Ijah, sakit terasa saat mendengar ucapannya. Tapi aku sadar wanita paruh baya ini tidak tahu apa yang tengah menimpaku. 

"Terimakasih banyak, bibi,"singkatku, karena kejadian hari ini benar-benar membuatku shock. 

"Sama-sama nak, bibi sangat senang akhirnya bibi memiliki teman. Apalagi ada Nana, rumah ini tidak lagi sepi,"tutur Bibi Ijah sembari menatap Nana. 

"Jujur, rumah selalu sepi, selama Bibi bekerja pada Tuan besar di Cina hingga pindah kembali ke indonesia."

Lidahku kelu, hanya pendengaran yang aku gunakan untuk mencerna semua yang Bibi Ijah katakan. 

"Karena Nyonya Mona, belum juga dikaruniai keturunan selama dua tahun mereka menikah,"ujar bi Ijah menambahkan apa yang ia ketahui tentang rumah tangga suamiku selama ini. Aku sendiri tidak menyangka jika Mas Bayu telah melakukan kecurangan sejak lama. Pantas saja Mas Bayu berubah dan tidak lagi menghubungi kami karena telah menikah dengan wanita lain di luar negeri. 

"Tapi, sekarang semua penantian akhirnya terwujud, kini Nyonya Mona hamil setelah kembali dari Cina lima bulan yang lalu, itu sebabnya. Tuan besar sangat menjaga kesehatan Nyonya Mona, semoga nak Nia tidak kesulitan menghadapi sikap Nyonya Mona, ya. Karena mood Nyonya sangat mudah berubah-ubah selama hamil."

Aku tidak bisa menentukan sikapku, sedih atau bahagia saat mendengar kabar ini. Tapi yang jelas apa yang ada di dalam hatiku telah hancur tidak lagi berbentuk karena pengkhianatan yang Mas Bayu lakukan. 

"Baiklah, Sekarang kalian istirahat, Karena besok nak Nia harus mulai bekerja. "Pamit Bibi Ijah lalu pergi. 

Ku tatap Nana saat menandatangani ku setelah Bibi Ijah berlalu.  

"Mama, baik-baik saja kan?"

Kupeluk Nana, saat kekhawatiran gadis kecil tidak berdosa yang kini menanggung kesedihan sama sepertiku. 

"Mama, baik-baik saja, sayang,"jawabku bohong.. 

Nana menidurkan kepalanya di pangkuanku dengan manja. Mencoba menghiburku. 

"Ma, apa Papa akan kembali seperti dulu jika kita di sini?"

Tidak ada jawaban dariku, aku memilih mengusap surai panjangnya dengan lembut agar Nana lekas terlelap. 

"Ma, kenapa Papa menikah lagi dengan tante, itu?"pertanyaan Nana kembali terlontar, aku lagi-lagi kehilangan kata untuk menjawab. 

"Apa, Papa tidak sayang kita lagi, ma?"

Hati ini semakin sakit saat Nana mengatakan jika Mas Bayu tidak lagi menyayangi kami, aku ingin menganggap semua ini mimpi, tapi sayang mimpi ini terlalu nyata untukku bunga tidur.  

"Jangan bahas masalah ini, sayang. kita harus istirahat."

Ku tidurkan Nana lalu kupeluk dirinya, kuburan semua rasa sakit yang aku rasakan hari ini dalam diam, karena tidak mungkin jika aku harus menangis menunjukkan kelemahanku di hadapan Nana, aku hanya ingin Nana yakin dengan tujuan ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status