Nia pov
Hari-hari yang aku jalani seperti apa yang Mas Bayu katakan, jika aku harus melayani Mona istrinya.
Selama seminggu aku mulai memahami sifat Mona dan tidak jarang kewalahan menghadapinya, karena sangat mudah marah dan selalu memiliki keinginan yang aneh-aneh. Ternyata apa yang dikatakan bibi Ijah benar malam itu, jika majikannya selalu memiliki mood yang mudah berubah-ubah semasa hamil dan kini aku benar-benar diuji saat harus menuruti keinginan Mona yang selalu di luar batas.
"Aku tidak mau itu!" Tolak Mona sembari mengibaskan tangannya, saat aku masuk ke dalam kamar mereka membawakan satu piring puding yang ia minta beberapa menit yang lalu.
"Tapi ini puding yang nyonya inginkan tadi." Aku mencoba mengingatkan sembari berbuat meletakkan piring di atas meja.
Prak!
Mataku membulat saat melihat puding yang sudah aku buat susah payah bertaburan di lantai bersama dengan pecahnya piring sebagai penyangganya, karena ulah Mona yang melemparkan puding tersebut ke lantai.
"Sudah ku katakan! Aku tidak mau! Kau terlalu lama! Mood ku kini sudah hilang! Dasar lambat!!" Cercanya mengumpati ku, padahal hari masih terlalu pagi untuk memuntahkan kata-kata hina itu untuk ku, karena jam masih menunjukkan pukul 7 pagi. Bahkan mas Bayu masih terlelap di sampingnya.
Melihat pemandangan ini, hatiku sangat sakit. Bahkan rasa panas pada netraku mulai terasa ingin tumpah.
"Maaf nyonya, pudingnya harus dibekukan terlebih dahulu di dalam freezer itu sebabnya saya harus menunggu sebentar."Dengan hati-hati aku menjelaskan agar wanita berstatus sama seperti ku itu mengerti, kenapa aku terlambat membawakan puding keinginannya.
"Banyak alasan! Kau memang janda tidak berguna, Nia! Pantas saja suamimu pergi! Ternyata seperti ini kelakuan mu! Lambat!! Keluar kau dari sini!"
Begitu hinanya diriku, padahal aku tidak mengerti apa masalahnya hingga Mona sangat membenciku, meski di dalam pelakon aku harus menjadi janda seperti yang Mona katakan. Tapi kenapa dia begitu membenciku bahkan terlihat dia memiliki dendam pribadi padaku.
"Uughh, ada apa lagi, sayang!"
Mas Bayu melindur, karena terganggu dengan omelan Mona, setelah mendengar suara bantingan piring yang pecah di lantai.
"Janda tidak berguna itu benar-benar membuat ku kesal sayang! Mas lihatlah!" Mona memaksa mas Bayu agar menatap ku yang tengah membersihkan sisa tumpahan puding di lantai.
"Mas lihatkan!! Dia tidak berguna, mas!"
Mendengar cercaan dan hinaan dari istri baru suamiku, rasa sakit yang aku rasakan di hati ini semakin bertambah, sehingga aku harus menahan air mata yang telah siap tumpah dan menelan pahit apa yang kini aku dapat selama tinggal disini akibat suamiku sendiri, awalnya aku berpikir semuanya akan kembali seperti semula setelah kami bersama, akan tetapi aku salah. Mas Bayu bahkan tidak peduli pada nana selama seminggu kami di sini.
"Dengar Nia, aku memperkerjakanmu untuk melayani Mona, aku tidak memintamu untuk bermalas-malasan seperti ini apalagi sampai membuat istriku menunggu. Lain kali kau harus lebih cepat! Jika kau terus menerus membuat istriku marah, aku tidak segan-segan akan memecatmu! Camkan itu!"
Kini mas Bayu turut memarahi dan mengancam ku seakan-akan aku ini benar-benar seorang pembantu untuknya. Tuhan di mana hati nuranimu mas, aku juga istrimu. Aduku dalam hati yang tersakiti.
"Baik Tuan, maafkan saya."Dengan terpaksa aku meminta maaf, meski semua ini bukan kesalahanku. Aku melakukan semua ini hanya ingin nana bisa mendapatkan perhatian dan aku harus bersabar lagi.
Dengan langkah tergesa-gesa aku berlalu menuju pintu lalu menutupnya.
Air mata yang kutahan akhirnya luruh tidak terkendali, hingga kakiku dengan sekuat tenaga kutahan agar menopang tubuhku yang gemetar setelah berada di luar kamar.
Kenapa kau begitu tega mas, kenapa kau memperlakukan aku seperti ini, di mana hatimu mas.
Aduku dalam air mata yang terus menganak sungai di pipiku.
Cukup lama aku menangis dalam kesedihan, tapi aku tidak ingin terlihat lemah di hadapan anakku. Kutarik nafas dalam lalu menghembuskannya lagi, ku seka air mataku agar tidak lagi terlihat, aku tidak ingin Nana melihatku apa lagi mengetahui aku habis menangis.
Nila pov) Cukup lama aku aku mencoba memejamkan mata, tapi mata ini enggan untuk terlelap, jangankan untuk terlelap, rasa kantuk pun enggan hinggap padahal jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, tapi mata ini tetap tidak mau terpejam dan tidur setelah kejadian tadi. Aahh… dia memang selalu membuat ku ingin gila. Batin ku bersua jika mengingat semua kejadian demi kejadian bersangkutan dengannya. Kriit!Pintu terbuka, orang yang aku pikirkan sejak tadi kini masuk dan menghampiri ku. "Kenapa kau tidak tidur? " tegurnya basa basi. Ku tatap mata hitamnya dengan lekat, apa dia tidak sedang mengigau? Kenapa malam-malam seperti ini kemari. "Kau sendiri? Kenapa kesini? " balas ku cuek, aku sengaja bersikap seperti ini karena aku tidak ingin dia menganggapku mudah terpengaruh, mengingat dia tahu siapa aku ini, dan aku juga memang ingin berubah menjadi yang lebih baik demi ibuku. "Apa salahnya? " balasannya merasa tidak bersalah. "Bay, apa kau sadar dengan apa yang kau lakukan? " tany
(Pov Bayu) Aku semakin merasa serbasalah, karena setelah kejadian tadi siang, Nila tidak bertegur sapa dengan ku, jangankan bertegur sapa, saat makan malam bersama Nila tidak adanya percakapan di antara mereka begitu juga Nana, gadisku seolah-olah sengaja mendiamkan aku setelah kejadian tadi. Setelah makan malam mereka berdua berlalu begitu saja kembali ke kamar, aku semakin bingung harus melakukan apa, karena aku tahu semua ini adalah kesalahan ku, semua berawal dari diriku. Andaikan aku tidak membawa masuk Mona ke dalam keluarga ini, semuanya tidak akan pernah terjadi. "Hahhh…." Kuhela nafas dalam sembari menatap langit langit ruang makan setelah aku sendirian di sini. "Lebih baik, bapak susul nak Nila. "Aku menoleh di mana bi Ijah berdiri di sampingku, karena ia tengah membereskan makan malam yang sudah usai. "Saya takut bi, " lirih ku jujur, karena aku memang sedikit takut saat melihat reaksi Nila saat membalas perlakuan Mona. "Saya yakin Tuan, nak Nila tidak seperti itu, d
Hari semakin sore, Nana mulai merasa jenuh di kamar, karena ia hanya menghabiskan waktu untuk menggambar dan belajar bersama Nila. "Ma… Nana bosan. "Nila yang tengah mengganti pokok Hafiz menatap wajah memelas Nana lalu tersenyum gemas. "Oooh… bosan? "Nana mengangguk membenarkan lalu menutup buku gambarnya. "Baiklah, sekarang Nana turun ke bawah saja, ya. Nanti Mama susul, adik Hafiz lapar, setelah urusan Mama selesai, Mama akan susul Nana di bawah. "Nana mengangguk lalu dengan senang memungut satu boneka kesayangannya dan membawanya lebih dulu ke lantai bawah. Dengan langkah riang Nana menuruni tangga, sembari bernyanyi-nyanyi, karena memang jam seperti ini semua pembantu yang bekerja di rumah itu sedang sibuk melakukan tugas mereka, Nana melangkah dengan hati-hati hingga ia sampai di lantai bawah dan disana tatapannya tidak sengaja tertuju pada seorang wanita yang selama ini pergi dari rumah, wanita itu kini tengah menyeret koper besar di tangannya dengan omelan dan ocehan se
Suara riuh di ruang makan pasti terjadi di pagi hari, saat Nana menolak babysitter menyuapi nya sarapan, karena Nana hanya ingin makan satupun sarapan bersama Nila, wanita yang mirip dengan ibunya. Tapi karena kesibukan Nila mengurus Hafiz, dengan terpaksa ia mengabaikan Nana terlebih dahulu, karena Hafiz pagi ini juga tidak mau bersama babysitter. "Bersama, nenek saja, ya. Bukan kah Nana harus segera ke sekolah. " Bujuk bi Ijah mengambil alih piring sarapan Nana dari babysitter. "Tidak mau, Nana maunya sama, mama… . "Rengek Nana memalas,karena Nila masih di kamar belum bergabung dengan mereka di meja makan sarapan. " Tapi, sayang. Mama sedang menjaga adik Hafiz, Nana sama nenek dulu, ya. "Nana menggeleng cepat menolak, bi Ijah menghela nafas dalam karena selama ini memang Nana dan Hafiz sangat sulit dikendalikan jika tidak bersama Nila. "Pokoknya, Nana mau mama, Nana mau makan bersama Mama saja, titik. " Sentak Nana sembari menghentakkan kakinya ke lantai. Bayu yang baru bergab
Sementara di kamar lain Bayu menangis sejadi-jadinya saat ingatannya terus tertuju pada Nia, karena rasa bersalah dan sesal semakin bertambah setelah kejadian tadi, ia kembali melakukan pengkhianatan untuk kesekian kalinya pada Nia istrinya, padahal Bayu telah berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berubah dan memulainya dari awal agar menjadi diri dan pribadi yang lebih baik lagi untuk anak-anak mereka, meski sosok yang harus dirinya perjuangkan tidak lagi bersamanya, tapi Bayu sudah bertekad untuk terus menembus semua dengan caranya selalu setia pada Nia. Akan tetapi malam ini ia kembali mengulang kesalahan yang sama, kesalahan yang seharusnya tidak ia lakukan, yang lebih parahnya lagi dirinya tidak bisa membedakan Nia dan orang lain. "Hiks… Maaf sayang, hiks... Maafkan aku. Hiks... " Isak Bayu dalam penyesalan terdalamnya sembari meringkuk di atas tempat tidur. "Aku, hiks… tidak mengerti, hiks… apa yang sebenarnya terjadi. Hiks... Dan rencana apa ini, hiks... Kenapa dia begitu mi
Minggu-minggu berganti begitu cepat, Nila sangat menikmati hari-harinya setelah bekerja menjadi babysitter Nana dan Hafiz, bahkan ia selalu sukses menggoda Bayu saat mereka sedang berdua, meski sejujurnya Nila melakukan semua itu tidak lebih agar bisa membuat perasaan bersalah Bayu sedikit berkurang, karena dari iris mata duda tampan itu setiap memandangnya menyiratkan penyesalan yang mendalam dan kesedihan. Itu sebabnya Nila selalu melancarkan aksinya menggoda majikannya itu, meski ia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri, jika dirinya cukup tertarik dengan duda beranak dua itu.Akan tetapi Nila memiliki batasan, dirinya sadar jika semua itu tabu untuknya terus melangkah, itu sebabnya Nila memilih menikmati keadaan yang tercipta setiap kali ia menggoda Bayu. Seperti malam ini, Bayu menemani Nana sebentar di kamar mereka, karena Nila tengah menyusui Hafiz, Bayu tidak ingin membuat membuat Nila kelelahan menjaga kedua anaknya, itu sebabnya ia turun tangan langsung mengurus Nana sa