"Hiks … kini Papa mengatakan itu, kemarin-kemarin Papa kemana saja? Kemana Papa saat kami berada di rumah Papa, apa Papa peduli? Tidak kan. Papa justru tidak peduli pada Nana, Papa hanya peduli pada wanita itu, wanita yang telah menyakiti Mama, bahkan Papa tidak pernah peduli pada, Nana."Racau Nana histeris.
Bayu membeku di tempat nya, jangankan untuk membalas ucapan Nana, meloloskan satu kata saja ia tidak mampu.
"Kenapa kini Papa datang dengan menyebut ku anak? Kenapa …" Histeris Nana, Nia benar-benar tidak menyangka jika Nana menumpahkan semua rasa kecewanya di sana.
"Bagi Nana, anda bukan Papa Nana. Papa Nana masih di Cina, Papa Nana orang baik, dia penyayang, dia selalu sayang keluarga. Anda bukan Papa Nana, lebih baik anda pergi!"
Bayu yang mendengar semalam bungkam, ia tinggal memungkinkan jika Nana benar-benar terluka dan membencinya.
" Nana! Apa yang Nana katakan sayang. Nana tidak boleh berkata seperti itu."Nasehat Nia, karena ia benar-benar tidak menyangka jika gadis kecilnya akan berkata seperti itu, padahal ia tidak pernah mengajarkan Nana agar membenci Bayu, meski suaminya itu telah bersikap kasar dan mengkhianati mereka.
"Hiks ... Nana tidak punya Papa. Yang jelas Papa Nana orang baik. Papa Nana sangat lembut. Papa Nana tidak pernah menyakiti Mama dan Papa selalu sayang pada Nana. Dia bukan Papa Nana, ma. "
Nia tidak bisa berkata apa-apa, saat mendengar curahan hati gadis kecilnya, karena semua kata-kata itu merupakan sebut kebenaran yang kini mereka hadapi.
"Ayo, ma. Kita pulang. "
Nia hanya bisa mengiringi langkah kecil Nana, saat menariknya tangannya menjauhi Bayu, meski di antara mereka masih saling menatap dan Nia tidak memungkiri jika ia masih benar-benar mencintai Bayu, hingga dirinya setiap hari melamun.
Bayu hanya menatap kepergian mereka tanpa bisa mencegah, dirinya hanya bisa memandangi kepergian mereka. Dirinya memang sengaja kesana agar bisa bertemu dengan nana tapi dirinya menyangka jika reaksi Nana akan seperti ini,terlebih keadaan Nia yang tengah hamil besar.
********
Nia pov
Setelah pertemuan hari itu, aku benar-benar gelisah, bahkan tidurku pun tak nyenyak, hanya karena memikirkannya.
Aku tahu, aku benar-benar bodoh, sudah di sakiti di khianati, tapi tetap mencintainya.
Mba Ema telah menenangkan dan menasehati ku, agar aku melupakan kejadian itu, sebab Nana telah menceritakan semuanya tentang pertemuan tidak sengaja kami dengan mas Bayu.
Jujur, aku sangat bahagia bisa melihatnya sejenak setelah sekian lama kami tidak bertemu, meski tidak ada perbincangan di antara kami, tapi bagiku itu adalah hal yang sangat membagikan.
Tapi tetap saja, apa yang aku lakukan ini salah. Aku telah mencoba melupakannya, meski pada akhirnya aku gagal melakukan semua itu hanya karena kenangan manis yang pernah kami lewati bersama.
Dengan jelas dalam ingatanku, mas Bayu begitu setia, penyayang dan sangat lembut. Aku bisa mengingat dengan jelas awal pertemuan tidak di sengaja itu, saat Mas Anton memperkenalkan mas Bayu padaku, semuanya berawal begitu manis saat Mas Bayu mengutarakan cintanya padaku, padahal waktu itu usiaku masih 16 tahun dan aku masih duduk di bangku kelas satu menengah pertama, tapi dengan segenap kepercayaan dan cinta keyakinan diriku menjalin hubungan serius dengannya, sampai pada akhirnya mas Bayu melamarku pada tahun berikutnya, aku dengan segenap jiwa menerima lamarannya, meski saat itu mas Bayu masih berstatus mahasiswa dan aku masih sekolah, tapi dengan keyakinan kami memutuskan semuanya untuk masa depan.
Kami sangat bahagia, meski dalam kesederhanaan setelah menikah, karena mas Bayu bekerja paruh waktu di sela-sela kuliahnya agar cepat wisuda, tahun-tahun pertama pernikahan kami begitu penuh dengan suka dan duka. Tapi kami tetap bahagia hidup apa adanya.
Kuraih album foto kenangan dan mengambil satu foto yang terselip di sana, sengaja kutulis isi hatiku di bagian belakang foto tersebut dan kembali menyimpannya tetap posisi terbalik, agar aku bisa melihat tulisan itu jika rasa rindu pada sosok mas Bayu tidak lagi bisa terbendung.
Nila pov) Cukup lama aku aku mencoba memejamkan mata, tapi mata ini enggan untuk terlelap, jangankan untuk terlelap, rasa kantuk pun enggan hinggap padahal jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, tapi mata ini tetap tidak mau terpejam dan tidur setelah kejadian tadi. Aahh… dia memang selalu membuat ku ingin gila. Batin ku bersua jika mengingat semua kejadian demi kejadian bersangkutan dengannya. Kriit!Pintu terbuka, orang yang aku pikirkan sejak tadi kini masuk dan menghampiri ku. "Kenapa kau tidak tidur? " tegurnya basa basi. Ku tatap mata hitamnya dengan lekat, apa dia tidak sedang mengigau? Kenapa malam-malam seperti ini kemari. "Kau sendiri? Kenapa kesini? " balas ku cuek, aku sengaja bersikap seperti ini karena aku tidak ingin dia menganggapku mudah terpengaruh, mengingat dia tahu siapa aku ini, dan aku juga memang ingin berubah menjadi yang lebih baik demi ibuku. "Apa salahnya? " balasannya merasa tidak bersalah. "Bay, apa kau sadar dengan apa yang kau lakukan? " tany
(Pov Bayu) Aku semakin merasa serbasalah, karena setelah kejadian tadi siang, Nila tidak bertegur sapa dengan ku, jangankan bertegur sapa, saat makan malam bersama Nila tidak adanya percakapan di antara mereka begitu juga Nana, gadisku seolah-olah sengaja mendiamkan aku setelah kejadian tadi. Setelah makan malam mereka berdua berlalu begitu saja kembali ke kamar, aku semakin bingung harus melakukan apa, karena aku tahu semua ini adalah kesalahan ku, semua berawal dari diriku. Andaikan aku tidak membawa masuk Mona ke dalam keluarga ini, semuanya tidak akan pernah terjadi. "Hahhh…." Kuhela nafas dalam sembari menatap langit langit ruang makan setelah aku sendirian di sini. "Lebih baik, bapak susul nak Nila. "Aku menoleh di mana bi Ijah berdiri di sampingku, karena ia tengah membereskan makan malam yang sudah usai. "Saya takut bi, " lirih ku jujur, karena aku memang sedikit takut saat melihat reaksi Nila saat membalas perlakuan Mona. "Saya yakin Tuan, nak Nila tidak seperti itu, d
Hari semakin sore, Nana mulai merasa jenuh di kamar, karena ia hanya menghabiskan waktu untuk menggambar dan belajar bersama Nila. "Ma… Nana bosan. "Nila yang tengah mengganti pokok Hafiz menatap wajah memelas Nana lalu tersenyum gemas. "Oooh… bosan? "Nana mengangguk membenarkan lalu menutup buku gambarnya. "Baiklah, sekarang Nana turun ke bawah saja, ya. Nanti Mama susul, adik Hafiz lapar, setelah urusan Mama selesai, Mama akan susul Nana di bawah. "Nana mengangguk lalu dengan senang memungut satu boneka kesayangannya dan membawanya lebih dulu ke lantai bawah. Dengan langkah riang Nana menuruni tangga, sembari bernyanyi-nyanyi, karena memang jam seperti ini semua pembantu yang bekerja di rumah itu sedang sibuk melakukan tugas mereka, Nana melangkah dengan hati-hati hingga ia sampai di lantai bawah dan disana tatapannya tidak sengaja tertuju pada seorang wanita yang selama ini pergi dari rumah, wanita itu kini tengah menyeret koper besar di tangannya dengan omelan dan ocehan se
Suara riuh di ruang makan pasti terjadi di pagi hari, saat Nana menolak babysitter menyuapi nya sarapan, karena Nana hanya ingin makan satupun sarapan bersama Nila, wanita yang mirip dengan ibunya. Tapi karena kesibukan Nila mengurus Hafiz, dengan terpaksa ia mengabaikan Nana terlebih dahulu, karena Hafiz pagi ini juga tidak mau bersama babysitter. "Bersama, nenek saja, ya. Bukan kah Nana harus segera ke sekolah. " Bujuk bi Ijah mengambil alih piring sarapan Nana dari babysitter. "Tidak mau, Nana maunya sama, mama… . "Rengek Nana memalas,karena Nila masih di kamar belum bergabung dengan mereka di meja makan sarapan. " Tapi, sayang. Mama sedang menjaga adik Hafiz, Nana sama nenek dulu, ya. "Nana menggeleng cepat menolak, bi Ijah menghela nafas dalam karena selama ini memang Nana dan Hafiz sangat sulit dikendalikan jika tidak bersama Nila. "Pokoknya, Nana mau mama, Nana mau makan bersama Mama saja, titik. " Sentak Nana sembari menghentakkan kakinya ke lantai. Bayu yang baru bergab
Sementara di kamar lain Bayu menangis sejadi-jadinya saat ingatannya terus tertuju pada Nia, karena rasa bersalah dan sesal semakin bertambah setelah kejadian tadi, ia kembali melakukan pengkhianatan untuk kesekian kalinya pada Nia istrinya, padahal Bayu telah berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berubah dan memulainya dari awal agar menjadi diri dan pribadi yang lebih baik lagi untuk anak-anak mereka, meski sosok yang harus dirinya perjuangkan tidak lagi bersamanya, tapi Bayu sudah bertekad untuk terus menembus semua dengan caranya selalu setia pada Nia. Akan tetapi malam ini ia kembali mengulang kesalahan yang sama, kesalahan yang seharusnya tidak ia lakukan, yang lebih parahnya lagi dirinya tidak bisa membedakan Nia dan orang lain. "Hiks… Maaf sayang, hiks... Maafkan aku. Hiks... " Isak Bayu dalam penyesalan terdalamnya sembari meringkuk di atas tempat tidur. "Aku, hiks… tidak mengerti, hiks… apa yang sebenarnya terjadi. Hiks... Dan rencana apa ini, hiks... Kenapa dia begitu mi
Minggu-minggu berganti begitu cepat, Nila sangat menikmati hari-harinya setelah bekerja menjadi babysitter Nana dan Hafiz, bahkan ia selalu sukses menggoda Bayu saat mereka sedang berdua, meski sejujurnya Nila melakukan semua itu tidak lebih agar bisa membuat perasaan bersalah Bayu sedikit berkurang, karena dari iris mata duda tampan itu setiap memandangnya menyiratkan penyesalan yang mendalam dan kesedihan. Itu sebabnya Nila selalu melancarkan aksinya menggoda majikannya itu, meski ia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri, jika dirinya cukup tertarik dengan duda beranak dua itu.Akan tetapi Nila memiliki batasan, dirinya sadar jika semua itu tabu untuknya terus melangkah, itu sebabnya Nila memilih menikmati keadaan yang tercipta setiap kali ia menggoda Bayu. Seperti malam ini, Bayu menemani Nana sebentar di kamar mereka, karena Nila tengah menyusui Hafiz, Bayu tidak ingin membuat membuat Nila kelelahan menjaga kedua anaknya, itu sebabnya ia turun tangan langsung mengurus Nana sa