Bruk
"Terima kasih ayah, sudah antar Sekolah." ucap Saphire dari luar mobil yang jendela nya terbuka. "Sudah tugas ayah, pulang nya jemput lagi?" tanya sang ayah. "Nanti Saphire kabarin." "Belajar yang giat." "Baik ayah, hati hati di jalan." Saphire berbalik melangkah memasuki Sekolah, sudah banyak yang datang karena memang kedisiplinan yang di tanam sedari awal, yang menjadi kebiasaan. Sebenarnya tidak banyak orang yang Saphire kenal, ia hanya keikut terkenal karena sang kekasih yang seorang putera mahkota itu. Dan apabila Elgar tidak bersama nya sekarang seperti ini, semua orang terlihat mengacuhkan nya dan seperti tidak melihat dirinya. Saohire awal nya berusaha untuk acuh tapi tatapan intimidasi itu tidak dapat ia hindari setiap hari nya. "Aku baru tau kalau Sekolah kita ada anak yang pake mobil rusak." Dari kalimat itu mengundang gelak tawa sekitar, satu per satu orang datang mengerubuni Saphire. Saphire sendiri tidak mengerti apa yang terjadi sekarang, apa yang akan terjadi? apakah ia akan mendapatkan perlakuan buruk? "Tumben sekali tidak bersama tameng mu itu." "Dia sangat besar kepala seperti nya." "Benalu ini menganggap dirinya kupu kupu yang cantik." Saphire tidak bodoh kalau semua kalimat itu di tujukan untuk dirinya. Ia berusaha untuk abai sekarang, ia meyakinkan diri kalau kejadian ini akan berakhir hari ini juga tidak ada hari esok atau hari lain. "Hei, kamu punya telinga tidak?!" tangan Saphire di tarik kencang. "Maaf maaf." kedua tangan Saphire terangkat guna untuk menghindari kontak fisik. "Aku udah menahan ini dari lama ya, kenapa kamu ini tidak tahu diri sekali jadi orang, kamu harus tau posisi kamu dengan Elgar itu bagai langit dan bumi, jangan jauh jauh coba. Kamu sama aku sudah tidak sebanding." dari kalimat itu membuat sorakan di sekitar mengeras, seakan perasaan mereka terwakilkan dengan ungkapan tersebut. Saphire masih diam tidak ada keberanian untuk melawan, sebenarnya keinginan dirinya yang paling dalam adalah ingin melawan dan membungkam semua orang yang menghina nya seperti ini. Tapi kembai lagi apalah daya dia, menjaga semua nya seperti tetap baik baik saja itu sudah cukup. "Kasih aku gunting." Kira Saphire selesai dengan perkataan saja, tapi sekarang apa yang akan di lakukan ? Kepala nya terangkat, dan orang di depan nya itu memegang gunting yang akan mengarah pada rambut nya. Tangan lain yang tidak memegang sesuatu, membelai rambut Saphire dari samping dan mulai memotong sejumput rambut sebatas telinga. "Apakah kalian semua tidak mempunya telinga bahwa waktu masuk kelas telah berbunyi?!" suara tegas itu seketika menghamburkan kerumunan, semua orang yang berkumpul melarikan diri menuju kelas dengan terbirit birit. Berakhir menyisakan Saphire yang sedang memegang rambut nya yang sudah di potong dengan guru yang tadi menggemparkan. Saphire menatap guru tersebut begitu pula sebalik nya, tidak ada obrolan di antara mereka berdua, dan akhirnya sang guru pergi tanpa kata. Sementara Saphire menatap nanar helaian rambut di genggaman nya. Singkatnya, sekarang di waktu istirahat Maria tengah menunggu Saphire di depan kamar mandi. Padahal Maria sudah menawarkan dirinya untuk ikut masuk dan membatu tapi tidak di bolehkan oleh Saphire sendiri, bagaimana sekarang Maria tidak khawatir pada kawan nya itu. Tak lama, Saphire keluar dengan rambut yang telah tergerai. "Kamu sudah lapar ya Maria? maaf menunggu lama." "Saphire, kamu kenapa minta pinjam satu jepit ke aku?" tanya Maria. "Terus rambut kamu, tadi pagi di iket sekarang kenapa di gerai gini?" tanya Maria lagi. "Jawab aku jujur, kenapa kamu." tanya Maria. Saphire tidak dapat berbohong lagi kalau pada Maria. Segera ia menggenggam kedua tangan Maria. "Kamu harus janji, cerita ini berhenti sampai kamu." "Ada apa?" Saphire tidak menjawab, melainkan tangan nya beraksi melepas jepit yang terpasang. Ekspresi Maria yang tadi datar menjadi terkejut, pasal nya sangat terlihat panjang rambut itu tidak serapi panjang rambut yang lain. Maria mengelus helaian rambut yang tidak rapi potongan nya. "Ini siapa yang berbuat ??" "Aku engga kenal, tapi waktu datang Sekolah tidak bersama Elgar kamu tau kan selanjutnya kaya gimana, dan aku kira cukup perkataan aja, tapi ternyata tidak, ini bukti nya." Saphire memberi penjelasan. Maria menghembuskan nafas pasrah. "Nanti kalau kemana mana kita harus terus sama sama kalau gitu ya." Saphire mengangguk, dan Maria memasangkan penjepit di rambut Saphire. "Setidaknya untuk sementara rambut kamu engga keliatan." Mereka berdua kembali berjalan yang sempat tertunda, dan selama perjalanan itu Saphire membicarakan kejadian kemarin yang ia bertemu lelaki tan dan di titipkan kepadanya seorang bayi lelaki berusia enam bulan. "Ehh aku jadi inget kalau lupa tanya nama bayi nya." "Jadi sampai sekarang kamu masih panggil dia bayi." "Kayanya iya Maria, aku harap nanti kita bakal ketemu lagi." "Pasti, di sengaja atau engga sengaja." ucap Maria. Saphire menjalani sisa hari nya di Sekolah dengan biasa saja, karena ia lebih banyak berdiam diri di dalam kelas ketimbang berkeliaran di luar kelas. Dan tak terasa, waktu pulang Sekolah sudah tiba, Saphire yang masih membereskan perlengkapan Sekolah nya tiba tiba di panggil oleh Maria. "Kenapa Maria?" "Aku pulang duluan ya, kita engga bisa jalan bareng ke depan nya. Aku udah ada yang jemut di depan." "Iya Maria, kamu hati hati ya." "Kamu juga Saphire, sampai jumpa." "Sampai jumpa." tangan Saphire melambai. Kalau seorang diri lebih baik Saphire akan menunggu hingga keadaan Sekolah menjadi sedikit sepi. Pandangan nya melihat ke luar kelas lewat jendela, masih ada murid yang berkumpul di lapangan. Larut dalam lamunan Saphire tidak sadar kalau di kelas hanya menyisakan dirinya sendiri, dan juga ada seseorang yang masuk lalu mengambil tempat di samping Saphire. Merasa rambut nya ada yang membelai, sontak membuat Elok melihat ke samping, supaya tahu siapa pelaku nya. "Elgar." Saphire bernafas lega, setidak nya bukan orang lain yang berani berbuat seperti tadi. "Lelah sekali ya hari ini?" Saphire merapikan rambut Elgar yang turun menutupi dahi. "Terus ini kancing nya kenapa jadi lepas gini?" Saphire merapikan pakaian Elgar. "Udah rapi, nanti di rumah makan terus bersih bersih ya." "Kalau mau istirahat dulu juga engga apa apa." ucap Saphire bertubi tubi. "Kenapa di gerai?" tanya Elgar. "Lagi pengen suasana baru, bagus?" tanya Saphire. "Cantik." balas Elgar mengusap rambut panjang Saphire. "Makasih." Saphire sibuk dengan hati nya, tidak menyadari kalau Elgar melepas jepitan rambut yang menempel di rambut nya. "Bisa kasih penjelasan?" Saphire meraba raba tempat yang semula ada penjepit. Kalau Elgar orang yang menanyakan nya ia tidak bisa mengelak sama seperti Maria. "Siapa yang berani potong rambut kamu?" tanya Elgar. "Aku engga kenal." balas Saphire. Elgar mengangguk saja. "Kita pulang." Saphire tidak ambil pusing, mungkin Elgar hanya ingin mengetahui saja, jadi ia tidak akan cemas. "Ayo, aku udah siap." ucap Saphire riang. "Kita beli pin, dan bando rambut." putus Elgar."Eh.""Kamu baik baik saja?" Segera Saphire berdiri dan merapikan penampilan nya walau tidak membuahkan hasil sama sekali. "Ya, sejauh ini baik baik saja." "Jangan bohong seperti itu, anak kecil saja tau kalau kamu sedang tidak baik baik saja." "Mungkin tadi iya, tapi sekarang sudah tidak apa apa, terima kasih atas perhatiannya Guru."Tatapan prihatin sekaligus kasihan itu di peruntukan untuk Saphire, tidak sekali dua kali sang Guru melihat sesuatu hal yang terjadi pada anak didiknya itu. Kadang kala penampilan nya tidak begitu rapi dengan perundungan yang sebelum nya di alami. Dan entah mengapa tetapi pihak Royal tidak juga untuk membuka mata tentan masalah ini, seakan selalu tertutupi oleh berita yang lebih besar. "Pakai sapu tangan ini, setidak nya untuk menyeka air air yang menetes." "Terima kasih lagi, aku akan menggunakan nya dan di kembalikan secepatnya Guru." "Tidak perlu terburu buru, tidak apa. Itu untuk mu saja, aku memberikan nya." "Baiklah." "Aku tidak bisa berl
Saphire berbalik, cukup terkejut karena bagaimana Elgar mengetahui keberadaan nya di hari kemarin. Apa Elgar juga mengirim seseorang untuk memata matai diri nya? "Kenapa kamu bisa tahu?" tanya Saphire. "Tidak peduli dari mana aku mengetahui nya, yang jelas, jawab pertanyaan ku Saphire." ujar Elgar. Saphire menimang nimang apakah ia harus berbohong atau tidak, kalau ia berbohong pasti Elgar sudah mengetahui kebenaran nya, bila sebalik nya Elgar pasti tidak suka karena Saphire telah berbohong. "Kemarin aku menemani Miguel berlatih." cicit Saphire. Elgar mengeraskan rahang nya. "Dan boleh aku tahu kenapa kamu melakukan nya?" tanya Elgar masih menahan dirinya. "Apa kamu di paksa?" tanya Elgar dengan Saphire yang masih terdiam karena merasa takut. "Ah sudah ku kira, kamu telah di paksa untuk ikut bersama dengan nya." ucap Elgar. "Tidak." "Lalu apa, Saphire." "Aku menemani Miguel karena atas keinginan ku sendiri, tidak ada paksaan dari Miguel ataupun dari orang lain." "Ken
"Saphire." "Ya? kenapa?" "Bisa bantu aku untuk membawa buku di perpustakaan? karena permintaan dari guru selanjutnya.""Baiklah, ayo." Bisa di hitung jari Saphire berinteraksi dengan teman teman se ruangan nya, karena ia yang selalu bersama Maria dan ia merasa cukup dengan Maria saja tidak peduli dengan yang lain, oh atau mungkin bisa di tambah dengan dua teman nya di kegiatan seni tanah liat, dan juga Miguel. Bila mengenai Elgar, itu akan menjadi hal lain yang bagi Saphire. Entah akan menganggapnya sebagai apa yang pasti ada nya Elgar di kehidupan Saphire menjadi pengaruh begitu besar pada saat saat itu. "Ini buku nya Saphire, aku sudah membagi dua nya. Jadi tidak akan berat membawa." "Kemari kan." pinta Saphire untuk bagiannya. Saphire kira perjalanan nya menuku ruangan kembali akan lancar tanpa hambatan apapun, tetapi ternyata di depan ruangan yang Saphire dan teman teman nya tempati ada sekitar tiga orang yang menunggu di sana, entah siapa yang di tunggu. "Oh, ini dia manu
"Apa kamu menunggu lama?" tanya Miguel.Posisi Saphire yang sebelumnya membelakangi Miguel, kini mereka berdua tengah berhadapan. Saphire memperhatikan penampilan yang berbeda dari Miguel, tentunya dengan memakai pakaian Olahraga klub polo nya. "Tidak, mungkin karena aku bersama teman di sini." balas Saphire."Teman?" Miguel tidak salah mendengar bukan? tidak ada siapapun di sekitar Saphire sedari tadi."Kuda mu, Miguel." "Ah, kalian sudah berteman rupanya.""Benar, tadi pun aku sempat untuk memberikan nya rumput." "Rumput? dari mana?" "Ada yang memberikan nya tadi, tidak masalah kan?" "Ya tidak apa apa." Tangan Miguel bergerak membuka pintu kandang kuda milik nya, di raih nya tali pada kuda dan menuntun ke lapangan. "Saphire, kamu bisa menunggu di sana bersama gadis lain. Buat nyaman diri mu, dan duduk di mana saja sesuai dengan keinginan mu." ujar Miguel tadi sebelum terjun ke lapangan. Mendengar penuturan dari Miguel tadi, Saphire menuruti nya. Ia menempati tempat duduk yan
"Ngomong ngomong Miguel." panggil Saphire masih terdengar sopan di telinga Miguel."Kenapa?" "Apakah orang yang tadi mengajak berbicara adalah teman mu?" "Ya, dan mungkin hanya satu satunya teman ku." Jawaban dari Miguel mengundang rada penasaran Saphire. "Apa aku tidak di anggap sebagai teman mu?" "Haha, itu persoalan yang berbeda untuk ku." "Kenapa begitu" "Apa ada sesuatu yang bisa kamu berikan pada ku?" tanya Miguel mengalihkan pembicaraan.Saphire yang mengerti kalau Miguel tidak ingin membahasnya lebih lanjut memilih untuk diam, dan kembali merasa bingung dengan pertanyaan dari Miguel. "Sesuatu yang di berikan?" "Ya.""Untuk apa?" "Kami di klub Polo meyakini jika mendapatkan barang dari gadis terkasih nya, akan di anggap sebagai berkat yang selalu menyertai terutama ketika turun ke lapangan." balas Miguel."Tetapi, bukan nya sekarang hanya latihan saja? maksudku apa memang harus?" "Sama saja, mau latihan ataupun perlombaan, itu akan kami hargai dan menjaga nya sepenuh h
Benar saja, Saphire di bawa oleh Miguel ke tempat latihan Polo nya. Mata Saphire tengah di suguhi dengan banyak nya kuda di dalam kandang, kepala mereka menyembul keluar dan ada juga yang sedang di beri rumput.Mengingat Miguel akan latihan, Saphire merasa lingkungan sekitarnya sudah mulai ramai dengan banyak orang, mungkin teman teman satu klub Miguel. Beberapa di antara mereka juga ada yang membawa seorang gadis yang bisa di lihat status mereka sepasang kekasih ataupun sepasang tunangan. Sedangkan Saphire di sini sebagai apa? hanya menemani Miguel yang ia harap akan berjalan lancar tanpa ada yang menghambat. "Ayo, aku akan menunjukan kuda milik ku." ajak Miguel, yang melihat Saphire sangat sibuk dengan melihat lihat sekitar."Maaf aku tidak fokus, aku sangat tertarik dengan lingkungan di sini, sangat indah." balas Saphire menatap wajah Miguel. "Kamu menyukai nya?" "Tentu saja." "Maka aku akan selalu mengajak mu." "Memang aku sudah meng iya kan?" "Aku tidak butuh persetujuan i