LOGIN"Aku mau ke rumah Keluarga Soesatyo buat bawa Lulu pergi," jawab Aura.Aura benar-benar tidak sanggup melihat Lulu melompat ke lubang api.Jose mengangkat tangan dan memijat pangkal hidungnya. "Kamu pikir kamu bisa melakukan apa?"Aura menggigit bibir, menoleh menatap Jose. "Tapi aku nggak mungkin diam saja. Kalau nggak, aku bakal menyesal.""Sebagai sahabat baik Lulu, apa aku harus melihat dia menikahi seseorang yang sama sekali nggak dia cintai, bahkan seseorang yang belum pernah dia temui?""Aku nggak sanggup." Aura takut jika dia hanya diam melihat Lulu melangkah ke dalam bencana, seumur hidup dia akan menyesal.Jose menaikkan alis melihatnya yang sedikit emosional. "Kenapa panik? Dia mau menikah dan ada orang yang lebih panik daripada kamu."Aura tertegun. "Siapa?"Begitu pertanyaan itu dilontarkan dan Jose belum sempat menjawab, pintu telah didorong dari luar."Kalian bilang siapa yang mau menikah?"Aura mengangkat sedikit alis, melihat orang yang baru masuk. Dia langsung mengert
Keesokan harinya, Aura sebenarnya berniat mencari detektif pribadi untuk membantunya menyelidiki. Namun, sebelum ada kabar dari pihak itu, ponsel Aura tiba-tiba berdering. Melihat sekilas, ternyata itu telepon dari Jose.Tangan Aura sempat ragu di atas layar sebelum akhirnya mengangkatnya."Kamu lagi sibuk?" Suara rendah Jose terdengar dari ponsel.Aura mengerucutkan bibir. "Nggak."Satu kata sederhana, tak terdengar emosi. Bagaimanapun, dia memang sedang tidak senang.Kemarin Jose tidak menyetujui untuk membantunya menyelidiki soal Lulu, membuat hati Aura sedikit kesal. Walaupun dia tahu Jose tidak punya kewajiban membantunya, Aura tetap merasa kurang nyaman karena ditolak.Begitu pikiran itu muncul, hati Aura langsung menegang. Dia mendadak sadar, sepertinya dia mulai terlalu bergantung pada Jose. Ini ... sepertinya bukan hal baik.Di ujung telepon, Jose tertawa pelan, berkata dengan nada menggoda, "Datang ke Alatas Heir sebentar, ada sesuatu yang mau kubicarakan."Aura baru hendak m
Dalam kegelapan, mata hitam Jose bergejolak. "Kamu yang mulai duluan."Jose tiba-tiba menoleh, mencubit dagu Aura, lalu menunduk dan menciumnya.Aura sedang tidur nyenyak ketika tiba-tiba merasakan sentuhan hangat di bibirnya. Aroma familier itu menyerbu seluruh napasnya."Mm ...." Aura mengeluarkan desahan kecil dan membuka mata, lalu melihat sosok Jose yang samar dalam remang-remang."Aku capek ...." Dia mendorong Jose pelan, menggerutu dengan tidak senang.Namun, api sudah menyala. Mustahil Jose melepaskannya begitu saja. Begitu Aura selesai berbicara, Jose memegang wajah kecilnya dan berkata, "Fokus sedikit."Aura termangu. Jose selalu tahu bagaimana menyalakan ketertarikannya dalam hal seperti ini. Tak lama kemudian, rasa kantuk Aura lenyap total.Dia hanya bisa mengikuti gerakan Jose, tenggelam sepenuhnya. Tiba-tiba, Aura teringat sesuatu. Dia mengangkat tangan dan menolak Jose sedikit, "Oh ya, aku butuh bantuanmu."Jose menunduk, mencium bibirnya, lalu menggigit ringan. Rasa sak
Ketika Aura berhasil menarik pikirannya dari pekerjaan, barulah dia sadar bahwa sekarang sudah tengah malam. Namun, Jose masih belum pulang.Hampir seketika, Aura teringat suara perempuan yang terdengar dari telepon saat dia menghubungi Jose sore tadi.Jarinya perlahan mengepal, ujung kukunya yang tajam menekan ke dalam kulit. Rasanya agak sakit. Jangan-jangan Jose benar-benar ...."Nggak boleh, Aura. Kamu nggak boleh cuma terpaku pada laki-laki!" Aura bergumam sendiri, memutus pikirannya yang mulai liar.Meskipun Jose memang sangat luar biasa, Aura merasa dirinya adalah orang yang bisa mengambil dan melepaskan sesuatu dengan tegas. Kalau benar Jose sudah punya wanita lain, paling-paling putus dan selesai.Dia berjalan ke kamar mandi, membuka shower, membiarkan air hangat mengalir dari atas kepala. Aura memejamkan mata, menengadah, memaksa dirinya berhenti berpikir yang tidak-tidak.Jose mungkin hanya terlalu sibuk. Sebagai presdir Alatas Heir, tidak mungkin dia setiap hari mengeliling
Lulu tidak ingin menyeret Aura ke dalam masalahnya. Jadi, dia tersenyum pada Aura. "Aku datang hari ini untuk memberitahumu kalau aku akan menikah.""Menikah?" Aura langsung terpaku. "Kamu nggak salah, 'kan? Kamu mau nikah sama siapa? Deddy?"Sudut bibir Lulu terbuka sedikit, lalu tertutup lagi. Dia mengangkat tangan, mengambil cangkir kopi, dan meneguknya seperti minum air. Hasilnya, dia tersedak dan batuk-batuk. "Uhuk, uhuk ...."Aura mengernyit melihatnya, tanpa bergerak.Setelah Lulu bersusah payah menenangkan diri, barulah dia berkata kepada Aura, "Bukan dia. Aduh. Sudahlah, kamu jangan urusin aku. Aku cuma mau kasih tahu kamu saja."Aura menatap Lulu, merasa semuanya semakin tidak beres. Lulu bukan tipe orang yang bertindak impulsif, apalagi soal pernikahan. Dia baru saja putus dari Deddy belum lama ini, lalu dia bisa menikah dengan siapa?Seketika, Aura teringat ayah kandung Lulu, Morris."Morris yang menyuruhmu menikah?" Dia menatap Lulu. Wajahnya serius saat berkata, "Lulu, ja
Jose melirik ke arahnya, lalu mendengus pelan. "Kalau kamu mau aku menghalangi, sebenarnya bisa saja ....""Jangan." Aura langsung menolak, menggoyangkan lengan Jose sambil memakai suara manja yang bisa bikin orang meleleh.Tangan Jose yang menggenggam setir mengencang sejenak. Namun, dia segera kembali rileks, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.Karena ucapan Jose barusan, suasana hati Aura entah kenapa menjadi jauh lebih baik. Dia mengeluarkan ponselnya, berniat mencari lokasi yang cocok.Namun, baru saja dia mengambil ponsel, Jose seperti sudah menebak pikirannya dan berkata, "Gedung Alatas Heir di utara kota punya gedung perkantoran baru yang lagi cari penyewa. Soal lokasi, nanti aku suruh Marsel bawa denahnya untuk kamu pilih."Mendengar itu, mata Aura langsung berbinar. Namun, hanya sesaat, Aura menggeleng. "Nggak perlu, nggak usah."Ini sebenarnya hanya kegiatan iseng-iseng baginya. Dia tidak ingin Jose repot-repot. Awalnya dia hanya ingin mencari kesibukan. Kalau jadi, bagus. Ka







