Share

pencarian

Pencarian

Kevin menghentikan langkahnya di saat ia mendengar suara halus tawanannya.

Keivan tersenyum lebar sambil memutarkan tubuh menghadap ke arah Kirana. “Aku mau kamu menjadi pemuas nafsuku. Namun, untuk saat ini aku belum bisa melakukannya. Berdoa saja agar lelaki pecundang itu mau menukarkan kamu dengan sesuatu yang sangat berharga bagi dirinya agar kau terbebas.” Setelah berkata demikian Keivan benar-benar keluar dari kamar itu, meninggalkan Kirana seorang diri dengan beribu pertanyaan.

Dari ucapan Kevin yang ambigu, Kirana bisa menyimpulkan jika dirinya dijadikan tawanan untuk ditukarkan dengan sesuatu yang berharga.

Namun, dia ditawan karena siapa? Setau Kirana orang tuanya tidak memiliki harta yang sebegitu berharga selain dirinya.

Otak Kirana terus berputar untuk menemukan jawaban. Namun, gadis cantik itu belum menemukan benang merah yang membawa dirinya berada di kamar raksasa itu.

“pasti sekarang Ayah dan Bunda sedang kelimpungan mencari aku, mereka pasti sangat khawatir,” monolog Kirana.

Ia tidak bisa terus-terusan duduk diam seperti ini, sementara orang tuanya sedang mengkhawatirkan dirinya di di luar sana.

Kirana mengedarkan pandangan untuk mencari celah supaya ia bisa menyelamatkan diri. Jendela kamar Itu semuanya dipasang teralis. Meskipun demikian, Kirana tidak menyerah Ia terus mencari celah agar bisa lari dari tempat terkutuk itu.

Kirana berjalan menuju sebuah pintu yang menghubungkan ke balkon kamar. Sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak kepadanya, karena ternyata pintu itu tidak terkunci. Kirana memantau keadaan di bawah sana, Ia tidak bisa melarikan diri di siang hari karena begitu banyaknya penjaga dengan senapan laras panjang di bawah sana.

Gadis itu kembali ke kamar mencoba memutarkan otak. Ia begitu yakin jika lewat pintu pasti dirinya tidak bisa kabur karena pintu tersebut terkunci dari luar.

Untuk hari ini ia akan bersikap layaknya gadis polos karena nanti malam Ia baru akan beraksi untuk kabur dari sana.

Pintu kembali terbuka dari luar menampakkan seorang wanita dengan nampan berisi makanan memasuki ke kamar tempat Kirana di kurung. Kirana yakin jika itu adalah pelayan.

Wanita itu hanya melirik ke arah Kirana sekilas, lalu meletakkan baki berisi makanan tersebut di atas nakas.

“Jika tidak ingin kelaparan, makanlah! Sepuluh menit lagi aku akan kembali untuk membereskan makanan ini,” ucap wanita itu dengan nada dingin.

Kirana hanya bergeming tanpa berniat menjawab. Namun, dari soroy matanya terlihat jelas Jika gadis mungil itu ingin menanyakan sesuatu.

Dengan ragu akhirnya Kirana buka suara, “kalau boleh tahu ini di mana?” tanya Kirana hati-hati.

“kita berada di Pulau Tornado. Jangan pernah berpikir untuk kabur dari tempat ini,” ucap wanita itu dengan menatap nyalang ke arah Kirana.

“Kau hanya bisa lari dari tempat ini dengan berenang mengarungi samudra,” imbuhnya dengan senyuman sinis menghiasi bibirnya.

“Kalau boleh aku tahu, kenapa kalian menculikku?” lagi, Kirana memberanikan diri untuk bertanya.

“Karena kau calon istri musuh Bos kami,” jawab wanita bernama Ann itu.

“Memangnya Bos kalian siapa?” Kirana kembali melontarkan pertanyaan. Sungguh dirinya begitu penasaran dengan sebab musabab ia bisa berada di kamar asing itu.

“Ternyata mulutmu itu begitu cerewet. Apa aku harus menyumbat mulutmu supaya tidak banyak bertanya?” hardik Ann tidak suka.

“dengar ya gadis kecil, habiskan makananmu atau kau tidak akan dapat makanan sampai nanti malam,” ucap Ann penuh penekanan. Usai berkata demikian wanita dengan rambut bob itu pun berlalu dari sana.

Buliran bening kembali membasahi pipi mulus Kirana seiring dengan suapan demi suapan yang masuk ke mulutnya.

Awalnya Kirana tidak berselera untuk makan, tapi kabur dari sana butuh energi yang cukup. Setidaknya ia harus bisa bertahan hidup sampai bantuan datang.

Memang Kirana sempat kepikiran jika makanan itu bercampur dengan racun, tapi jika mereka ingin membunuh dirinya Kenapa tidak dilakukan saja dari semalam. Bukankah ia sudah diculik dalam jangka waktu yang lumayan lama?

Sementara di sisi lain, Gibran dan keluarganya kini sudah berada di kediaman Revan Alisba.

Ketika mendapat panggilan dari calon mertuanya, Gibran sempat syok ketika Revan mengabarkan Kirana diculik. Namun, setelah pria bermata sipit itu memberitahu orang tuanya, Gibran merasa sedikit lebih tenang. Mereka mulai menerka musuh dari mana yang begitu pecundang.

Almair langsung memerintahkan bawahannya untuk berkumpul dan membentuk tim untuk mencari keberadaan Kirana.

Revan juga tadi sempat menyerahkan nomor ponsel yang menghubungi dirinya kepada Gibran. Namun, ketika bawahan Almair mendeteksi nomor tersebut, nomor itu tidak bisa terdeteksi dan juga tidak terdaftar.

Rencana ini memang sudah diatur sedemikian rupa sehingga membuat mereka sedikit kesulitan untuk mencari keberadaan Kirana.

Tidak ada yang menyangka hal ini akan terjadi mengingat selama ini pekerjaan mereka berjalan dengan lancar.

“Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bisa Kirana diculik?” tanya Gibran menggebu begitu Ia bertatap muka dengan Revan.

“Kami juga tidak ada yang tahu, karena ketika kami bangun di pagi hari, kamar Kirana sudah kosong. Kemudian kami semua mencari Kirana hingga penculiknya menghubungiku dan mengatakan hanya kamu yang bisa membawa Kirana kembali,” papar Revan panjang lebar.

“Tolong selamatkan Kirana, Gibran. Dia anak kami satu satunya,” mohon Neimara.

Wanita paruh baya itu, begitu awut awutan penampilannya saat ini.

“Tante yang tenang ya. Aku janji akan membawa pulang Kirana dengan selamat tanpa ada kekurangan apapun,” ucap Gibran penuh keyakinan dalam menenangkan calon ibu mertuanya itu.

“Iya, Nak. Tante percaya sama kamu. Tolong jangan kecewakan Tante,” pinta Neimara penuh harap.

“Iya, Tante.” Gibran manganggukkan kepalanya mantap. Tatapannya nyalang, menerawang ke depan sana. Pemuda itu paling tidak suka jika ada yang mengusik dirinya dan juga kesenangannya.

“Gibran pasti akan menemukan Kirana, kamu yang sabar ya, Jeng,” Mazaya ikut menimpali menyemangati calon besanya itu.

“Iya, Jeng. Aku mohon tolong bantu doakan Kirana supaya dia selamat dan baik-baik saja,” timpal Neimara.

Almair mendekati putranya, lalu menepuk lembut bahu Gibran agar pemuda itu beralih menetap ke arah dirinya.

“Ada apa, Pa?” tanya Gibran begitu mendapati sang Papa di saat ia memutarkan tubuh.

“Kamu tolong selidiki siapa dalang dibalik penculikan ini dan Apa motif mereka. Sementara Papa dan Mama akan berada di sini untuk tetap melanjutkan pesta ini. Kita tidak mungkin bisa membatalkan pesta ini, mengingat semua undangan sudah tersebar luaskan dan waktunya sudah tiba. Lagian, Papa tidak mau musuh kita menari bahagia karena sudah berhasil mencoreng nama baik keluarga kita,” ucap lelaki paruh baya itu panjang lebar.

Gibran mengerutkan keningnya. “Bagaimana mungkin pesta bisa berlanjut tanpa ada pengantinya?” Selidiki Gibran.

“papa sama Om Revan akan mengumumkan jika kamu dan Kirana sudah resmi menikah tadi pagi. Karena kondisi Kirana yang kurang sehat sehingga akad dipercepat dan kamu sedang menjaga dia di rumah sakit,” ujar Almair memberitahu putranya skenario yang sudah ia susun.

“Baik, Pa. Papa memang terbaik,” puji Gibran. “aku akan membersih tuntas orang-orang yang berani mengusikku dan mengacaukan semua rencanaku,” ujar Gibran penuh tekad.

“baik. Tolong jangan kecewakan Papa. Bawa menentu Papa kembali dengan selamat tanpa kekurangan sesuatu apapun,” ucap Almair. “informasi sekecil apapun akan menjadi celah untuk kita menemukan Kirana. Tolong laporkan jika ada perkembangan sekecil apapun,” tItah Almair.

“Baik, Papa,” jawab Gibran.

“Sekarang pergilah, papa akan membicarakan hal ini dengan Om Revan. Kerahkankan semua bawahan terbaikmu. Orang itu sudah mengibarkan bendera perang dengan kita,” imbuh lelaki itu.

Gibran menggangguk sebagai respon, lalu pemuda itu berlalu dari sana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status