Share

ternyata bukan mimpi

Sementara di tempat lain, Kirana terbangun dari tidur panjangnya. Gadis jelita itu merasakan kepalanya begitu berat dan berdenyut nyeri. Kirana mengerjapkan matanya beberapa kali untuk mengumpulkan semua kesadaran yang ia miliki.

Hazel berwarna safir itu meneliti ke setiap sisi ruangan. Semakin ia mengingat, semakin ia sadar bahwa ini bukanlah kamarnya.

“Dimana ini?” tanya Kirana tanpa menemukan jawaban. Ia mendudukkan tubuhnya. Pandangan matanya mengintai ke sekitar.

Kamar yang super luas dengan interior yang begitu mewah. Batu-batu alam yang unik membuat kesan kamar semakin elegan.

Sekarang gadis cantik itu sadar jika ia sedang berada di sebuah kamar asing. Kirana berharap semua ini hanyalah mimpi. Karena ingatannya yang terakhir yaitu ketika dirinya memasuki kamar dan terlelap di bawah selimut tebal.

Setelah merasakan kepalanya lebih mendingan, Kirana bangkit dari tempat tidur, berjalan menuju jendela untuk melihat keadaan di luar sana.

Hamparan pasir putih dengan lautan biru begitu memanjakan mata. Kirana yang masih menyangka dirinya bermimpi begitu menikmati pemandangan di bawah sana.

Ia mengira jika dirinya kini sedang bermimpi menjelajahi dunia dongeng. Terumbu karang yang begitu indah masih bisa Kirana lihat meskipun dari jarak yang sedikit jauh.

Dari atas sana ia melihat semua orang yang berada di bawah sana menggunakan seragam berwarna hitam. Apalagi kalau bukan dunia dongeng yang ala-ala kerajaan? Pikir Kirana.

“Ah, sepertinya ini karena aku begitu suka menonton anime sampai terbawa ke alam mimpi.” Kirana menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum. Mengingat dirinya yang memang pecinta anime.

“Apa salahnya menikmati mimpi semalam? Toh besok aku akan melewati hari yang melelahkan,” monolog gadis cantik itu. Gadis pemilik bola mata berwarna safir itu sudah bisa membayangkan bagaimana lelahnya menjadi pengantin.

Mahkota yang beratnya sampai beberapa kilogram, belum lagi ia harus berdiri dengan high heel menyambut para tamu yang akan mengucapkan selamat kepada mereka. Rasanya Ia ingin menghilang jika membayangkan sederetan agenda yang akan ia lewatkan esok hari.

Atensi Kirana teralihkan ketika ia melihat sosok pria dengan tubuh tinggi tegap berjalan menuju ke sebuah pos di dekat bibir pantai dengan memegang senapan laras panjang.

Kirana semakin mempertajam penglihatannya dan benar saja penglihatannya belum kabur.

Kirana langsung mengalihkan pandangannya ke beberapa orang yang menggunakan seragam yang sama.

Deg

Jantung Kirana seakan berhenti memompa ketika ia menyadari semua orang yang berada di bawah sana adalah pria dan semua mereka dilengkapi dengan senjata laras panjang.

“ini bukan istana Rapunzel,” gumam Kirana. Dari tadi ia mengira jika dirinya sedang berada di atas menara, tempat di mana Rapunzel dikurung.

Kirana mencoba menampar pipinya untuk memastikan Apakah ini mimpi atau bukan. Namun, sebelum tangan mungil itu mendarat di pipi mulusnya, Kirana mendengar suara kunci yang diputar, lalu pintu yang terbuka.

Secepat kilat Kirana membalikkan tubuhnya ke arah pintu, mencoba melihat siapa yang datang.

Seorang pria berperawakan tegap dengan wajah tegas seperti matahari, bibir yang tidak terlalu tebal mampu memberi warna pada kulitnya yang seperti pualam, hidungnya yang mancung terpahat Indah layaknya patung Yunani, kumis tipis dan bulu-bulu halus menghiasi wajahnya terkesan begitu menawan dan seksi.

Kirana menelan paksa salivanya ketika Indra penglihatannya menangkap tubuh kekar tanpa balutan apapun terpampang jelas di hadapannya.

Bulu halus yang menghiasi dada bidang ditambah deretan roti sobek di perutnya yang sixpack membuat otak Kirana yang polos seketika Traveling kemana mana. Ini semua pasti karena akhir-akhir ini Kirana sering membaca majalah dewasa atas usul sahabatnya sehingga otaknya terkontaminasi begitu melihat pemandangan indah di hadapannya.

Pria itu berjalan perlahan mendekati Kirana sambil menyugarkan rambutnya yang masih basah. Ia hanya menggunakan celana boxer selutut. Pria dengan paras tampan itu semakin terlihat seksi ketika tetesan air dari rambutnya membasahi tubuh kekar nya itu.

Kirana masih mematung di tempat karena ia masih mengira jika ini dialam mimpi. ‘Apakah dia pangeran yang akan menjemputku seperti Rapunzel?’ batin Kirana.

“ternyata kamu sudah bangun?” tegur pria di hadapan Kirana. Kini jarak mereka hanya berselang Lima langkah.

Seketika Kirana tersentak dari lamunannya. Secepat kilat ia mencoba mencubit pahanya sendiri untuk memastikan ini mimpi atau nyata, karena pria di hadapannya ini terlihat begitu nyata.

“aww,” Kirana meringis kesakitan akibat ulahnya sendiri.

Menyadari jika ini bukan mimpi, seketika Kirana panik. Gadis cantik itu buru-buru memundurkan langkahnya ke belakang karena saat ini di hadapannya bahaya sedang mengintai.

Kirana yang tadi menatap pria di hadapannya itu dengan tatapan memuja, kini sudah berubah menjadi raut ketakutan.

“Si_ siapa kamu? A_ aku dimana ini?” mata Kirana terus beredar ke segala arah dengan penuh kegelisahan. Otaknya seketika terasa blank. Ini rasanya seperti mimpi. Namun, kenyataannya ini nyata.

“Hai gadis,” sapa pria itu dengan senyuman lebar.

Barito berat dengan sedikit serak menyapa indra pendengaran Kirana membuat gadis cantik itu semakin menggigil ketakutan. Iya semakin memundurkan langkahnya hingga tubuhnya menyerempet ke dinding.

“Ma_mau apa kamu?” Tanya Kirana mencoba terlihat berani. Matanya terus beredar mencari benda apapun yang bisa Ia pergunakan untuk melindungi diri.

Tangannya seketika terulur ketika manik indahnya menangkap lampu tidur yang tergeletak di atas nakas tepat disampingnya.

“Aku mau kamu, boleh?” pria itu menyeringai dengan terus melangkah mendekat ke arah Kirana. Tatapannya seolah sedang menelanjangi Kirana. Gadis cantik itu semakin pucat pasi ketika manim indahnya bersibobrok dengan pria asing di hadapannya itu

“Jangan macam macam kamu,” hardik Kirana sambil mengarahkan lampu tidur di tangannya ke depan.

Pria itu semakin menyeringai lebar dengan terus melangkah mendekati Kirana.

“Berhenti di situ atau aku akan berteriak?” ancam Kirana. Gadis itu memasang kuda-kuda siap menyerang jika pria di hadapannya itu berani mendekatinya.

“Hahahah”

Pria itu tertawa bahagia karena berhasil mempermainkan gadis mungil di hadapannya.

Kirana yang ketakutan terlihat begitu seksi di mata Keivan. Ingin rasanya pria bertubuh kekar itu menghempaskan tubuh mungil Kirana saat itu juga ke atas ranjang dan mengukuknya di bawah tubuh kekarnya.

“Ancaman macam apa itu?” Kaivan memincingkan sebelah alisnya dengan bibir terus menyeringai lebar.

Langkah kaki Keivan membawa tubuhnya berada tepat dihadapan Kirana. Sementara gadis Malang itu, tubuhnya begitu gemetaran. Kirana hendak memukul Keivan menggunakan lampu di tangannya. Namun, sebelum lampu itu mendarat di tubuh tegap itu, lelaki itu menahan tangan Kirana, lalu mengambil alih lampu di tangan gadis mungil itu dan meletakkannya kembali ke tempat semula.

Kevin mencondongkan tubuhnya, memangkas cara diantara mereka agar bisa bertatap langsung dengan Kirana. Tatapan pria itu sangat sulit diartikan.

“Apa kamu tahu Beby? Saat ini kamu sedang berada di rumahku! Jadi, percuma kamu berteriak sekuat tenaga karena tidak akan ada yang berani membantumu.” Keivan menarik sebelah sudut bibirnya lalu menarik diri, menjauh dari tawanan cantik nya itu. Berada dalam jarak dekat dengan gadis mungil itu bukanlah hal yang baik bagi Kaivan yang merupakan lelaki normal.

Kirana masih mematung di tempatnya dengan buliran bening yang terus membasahi pipi. Ia menangis dalam diam karena tidak ingin terlihat lemah di hadapan musuh.

“kalau bukan karena sesuatu hal, pasti aku sudah melemparmu ke atas tempat ranjang,” ucap Keivan, lalu berbalik dari hadapan Kirana.

Keivan memalingkan wajah ke arah gadis Malang itu. “Selamat atas pernikahanmu yang mungkin hanya terlaksanakan dalam mimpi,” imbuh lelaki itu.

“mau apa kamu sebenarnya?” akhirnya kalimat itu lolos dari bibir Kirana di saat Keivan sudah berada di ambang pintu hendak keluar dari kamar raksasa itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status