9. Benak Kafka
***
Dua benda kenyal itu masih saling bersilat. Beradu dalam decapan kepuasan. Saling menggigit kecil memberi kenikmatan melalui tukaran salifa.
Erangan milik sang wanita membuat sang lelaki tersenyum dalam pagutannya. Dengan pasti ia mulai membawa tangan sang wanita melingkari lehernya. Merapatkan duduk di antara keduanya. Meremas pelan pinggang sang wanita.
Terlepasnya tautan yang sedari tadi terpaut, meninggalkan deru napas yang memburu. Pengaturan tarikan yang seolah berlomba menarik oksigen dalam keadaan kening yang masih menyatu.
Kedua sudut bibir mereka tertarik untuk membentuk seutas senyuman di sela deru napas. Kilatan cahaya mata yang menampakkan gairah berkobar seakan sama-sama menginginkan satu sama lain.
"I love you," ucap parau sang lelaki.
"I love you to," balas sang wanita lirih membuat lelaki di hada
10. Membuntuti *** "Pagi, Sayang!" Sebuah pelukan yang dilakukan lengan kekar di perutnya membuat Ava berjingkat saat ia masih berkutat dengan alat masaknya. Senyum terukir kala ia mengetahui bahwa sang suami yang melakukannya. "Pagi," sapa Ava dengan nada lembut dan senyum manis. Perasaan senang atas pelukan pagi telah berubah rasa risih saat Rasya mulai menciumi pundak dan belakang telinga Ava "Aw." Sebuah cubitan mendarat mulus di lengan Rasya. "Ada apa sih, Yang?" tanya Rasya dengan mengusap lengannya yang masih terasa sakit akibat cubitan semut Ava. Ava mematikan kompor sebelum ia membalikkan tubuh dengan berkacak pinggang. Satu tangannya yang masih memegang spatula terangkat. "Kamu ini tidak tahu tempat. Malu dilihatin sama, Bibi." Ava berucap dengan melirik keberadaan pembantu mereka yang berada tidak jauh dari sana. Masih dengan menahan sakit, Rasya mengikuti
11. Kebetulan *** "Kamu?" Suara terkejut yang mengalun merdu itu mengembangkan senyum Rasya. Perasaan marah dan kecewa yang beberapa saat lalu dirasa telah menguap seketika saat mendapati senyum manis dari sosok cantik yang kini tengah berada di hadapannya. Tidak hanya itu. Rasa penasaran pun kini turut hadir dalam benaknya. "Tasya? Kamu ngapain di sini?" Kini Rasya mulai dapat mengontrol rasa terkejutnya. Memulai pembicaraan yang membuat suasana menjadi terasa lebih santai. Ya. Wanita yang kini di hadapan Rasya bukan lain adalah Tasya. "Aku mau ketemu klien atasan aku. Tadi tiba-tiba saja atasan aku ada keperluan mendadak. Jadi, aku yang harus menggantikan dia," jelasnya. "Atasan kamu?" Rasya tampak berpikir. "Pak Rudi bukan? "Iya," jawab Tasya dengan senyuman. Sesaat kemudian, bola mata perempuan itu membulat sempurna. "Apa janga
12. Kesalahan *** Dengan gerakan pelan, Rasya membuka pintu yang ada di depannya. Memasukkan sedikit kepalanya untuk mengintip keadaan di dalam ruangan. Terlihat wanita cantik dengan kacamata yang bertengger manis di hidungnya tengah mengamati layar laptop dengan serius. Tidak menunjukkan ia menyadari hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Dengan gerakan pelan, Rasya mulai mendekati keberadaan wanita itu. Berusaha untuk tidak diketahui keberadaannya. Berhasil. Kini Rasya telah berada tepat di belakang wanita cantik itu. Dengan senyum kemenangan, Rasya memeluk tubuh mungil wanita di hadapannya. Menumpukkan kepalanya pada ceruk leher wanita itu. Menghirup dan menghisap dalam aroma yang terkuat dari tubuh indah di dekapannya. "Hello my wife." Wanita cantik yang tidak lain adalah Ava itu tersenyum. Menengok sedikit k
13. Peringatan *** Rasya mengusap wajahnya kasar sembari mengendarai mobil dengan perasaan penuh penyesalan. Napasnya masih memburu kala mengingat hal yang baru saja terjadi padanya. "Bodoh. Bodoh kau Rasya," makinya tiada henti pada dirinya sendiri. Ya. Makian itu memang pantas ia terima. Belum pernah ia merasa menjadi seorang pecundang sebelumnya. Namun, kali ini, kelakuannya benar-benar mencerminkan seorang pecundang. Bahkan bisa disebut dengan lelaki pengecut, brengsek. Bisa-bisanya. Bisa-bisanya ia melakukan hal semenjijikkan itu. Ya Tuhan. Tiada henti Rasya merutuki dirinya sendiri. Benar-benar merasa menjadi seorang suami yang tidak tahu diri. Rasya menghentikan laju mobilnya di salah satu mini market saat ia melihatnya. Memutuskan untuk membeli sebotol air mineral dingin untuk mendinginkan pikirannya sejenak. Rasya menyiramkan air mineralnya yang tinggal sete
14. Gelisah *** "Tasya!" Suara riang nan keras itu menggema kala sang pemilik memasuki sebuah apartemen. Bertingkah seperti sang pemilik, ia melangkah pasti memasuki apartemen itu tanpa takut. Meneliti setiap sudut bangunan untuk mencari penghuni sebenarnya. Tiada ragu ia memasuki sebuah kamar kala dirinya tidak mendapati sosok yang dicari sedari tadi. Berharap seseorang itu memang berada di ruangan tersebut. Matanya melebar dan senyumnya merekah kala ia mendapati sosok yang sedari tadi ia cari tengah berdiri memunggunginya. Seperti tengah asyik memandangi hiruk pikuk suasana malam perkotaandan bergelayut manja dengan pikirannya. "Hem. Sedang melamun ternyata," ucapnya sembari berkacak pinggang. "He
15. Konsultasi *** "Hallo, Tante!" Suara milik wanita cantik itu menggema di dalam rumah milik keluarga Yarendra. Sapaan riang itu menyadarkan Desi yang tengah asyik dengan majalah fashion di pangkuannya. Dengan wajah bahagia, Desi bangkit untuk menyambut si pemilik suara dengan rangkulan dan ciuman hangat. "Zizi. Ya ampun, Tante kangen," ucap Desi sembari memberikan ciuman di pipi kiri dan kanan Zizi. Sungguh. Penyambutan yang berbeda sekali dengan yang biasa ia lakukan terhadap Ava. "Aduh. Calon mantu, Tante yang satu ini semakin cantik saja." Ucapan Desi yang memuji Zizi berhasil membuat Zizi mengembangkan senyum dan merona. "Duduk dulu, Sayang!" Keduanya duduk berdampingan pada sofa panjang. "Bibi. Buatkan dua minuman!" teriak Desi pada asisten rumah tangganya. Sesaat kemudian, atensi Desi kembali ter
16. Kesempatan *** Rasya memarkirkan mobilnya di depan rumah kedua orang tuanya. Dengan langkah pelan ia memasuki kediaman keluarga Yarendra. Memutar kunci mobil pada jari tangan kanan, tidak lupa bibir yang bersenandung lirih. Bibirnya membentuk senyuman saat melihat sang mama yang tengah santai menonton tivi. "Ma," panggilnya. Ia duduk di sebelah Desi dan merangkulnya lembut. "Tumben kamu ke sini?" tanya Desi. Bola matanya menelisik pakaian Rasya. "Dari kantor langsung ke sini?" Rasya mengangguk. "Ada perlu?" tanya Desi lagi. "Papa manggil aku, Ma. Aku diminta menemui Papa sore ini," jelas Rasya. Kening Desi terlipat, merasa bingung. "Papa minta kamu datang?" Rasya mengangguk. "Ada apa? Kok Mama tidak tahu?" Rasya mengedikkan bahunya acuh. "Rasya
17. Ternyata *** Kafka mengendarai mobilnya dengan perasaan bahagia. Kafka baru saja menangani sebuah proyek yang dipercayakan pada dirinya oleh sang papa. Dan semakin ia bangga karena dirinya telah berhasil meyakinkan klien incaran perusahaannya di pertemuan pertama. Kesepakatan kerjasama di antara keduanya pun terjadi. Ah, papanya pasti bangga saat mengetahui apa yang dipercayakan padanya telah berhasil ia genggam. Cukup dengan satu kali percobaan. "Papa pasti bangga," ucapnya. Dalam berkendara, Kafka menangkap siluet yang sangat ia kenali. Tanpa memastikan dua kali pun, ia yakin akan sosok itu. yang menjadi pertanyaannya adalah untuk apa dia berada di sini? Tanpa mempertimbangkan lagi, Kafka segera membelokkan mobilnya ke tempat itu. Mencoba untuk menemuinya. Baru