Pagi itu, Arka sudah berpakaian rapi. Dia sudah menyiapkan sarapan di atas meja makan, karena tau istrinya tidak bisa memasak, jadi untuk saat ini Arka mengalah menyiapkan makanan walau sebenarnya itu adalah tugas Liora. Dia juga sudah berjanji akan mengajari Liora memasak, tapi saat dirinya sibuk di dapur Liora juga tak menghampiri. Jujur Arka sedikit kesal, sebenarnya Liora berniat untuk belajar memasak atau tidak?Bahkan pagi ini, setelah semuanya telah Arka selesaikan, mulai dari hidangan untuk sarapan dan pekerjaan rumah. Arka sama sekali belum mendapati sang istri keluar dari kamar. Laki-laki itu mulai mengetuk pintu kamar Liora. "Liora, apa kamu sudah bangun?"Tak ada jawaban dari dalam sana. Arka kembali mengetuk pintu di hadapannya sekali lagi. "Liora."Masih sama, tak ada jawaban. Arka lalu meraih kenop pintu, dan mulai membukanya. Kebetulan, pintu itu ternyata tidak di kunci. Tanpa meminta ijin dari sang pemilik kamar, Arka melangkah masuk. Dia melihat Liora masih berb
Setelah mengatakan hal itu, Arka langsung berjalan keluar kamar. Liora mendengus kesal mendengar ucapan Arka, dia lalu beranjak dari tempat tidur untuk menyusul sang suami. Hingga sampai di ruang makan, Arka menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Liora yang mengikutinya. "Kamu tidak cuci muka atau gosok gigi dulu?"Liora menghela nafas pelan. "Aku tidak akan langsung makan, aku hanya mengikutimu saja. Kenapa kamu sudah berpakaian rapi, memangnya mau kemana?"Arka menatap dirinya sesaat, memang dia belum ada mengatakan apapun pada Liora jika hari ini dia memutuskan untuk masuk kerja. "Itu alasannya aku membangunkanmu, aku ingin sarapan bersama denganmu sekaligus ingin mengatakan sesuatu padamu."Liora mengernyit, menatap suaminya dengan sorot curiga. Apa yang ingin dikatakan Arka padanya? Kenapa terlihat sangat serius? Bahkan laki-laki itu sampai harus berpakaian rapi lebih dulu.Pikiran Liora justru terarah pada sesuatu yang membuatnya perlahan mengukir senyum senang. Dia mula
"Kenapa?" tanya Liora kecewa sekaligus takut. Dia berpikir, apa ini tanda Arka ingin segera mengakhiri hubungan rumah tangga mereka? Padahal mereka baru beberapa hari menikah."Kamu pasti mengerti tentang pekerjaanku. Aku bisa saja melakukan operasi dadakan saat di rumah sakit, dan jika aku memakai cincin itu akan bahaya.""Kamu bisa melepasnya sebelum melakukan operasi." Mata Liora mulai berkaca-kaca, menahan perih di hatinya.Arka menghela berat. Dia lalu mengalihkan pandangannya tak mau menatap mata Liora yang mulai menggenang. Apakah dirinya begitu kejam dengan perempuan itu?"Baiklah, aku akan memakainya," ucap Arka dengan berat hati. Namun justru berhasil membuat Liora tak jadi meneteskan air mata. Laki-laki itu menghela nafas pelan, lalu berjalan memasuki kamarnya.Melihat Arka akhirnya mengikuti apa yang dia inginkan, membuat perempuan itu mengulum senyum penuh kemenangan. Walau sering bersikap tak peduli padanya, Liora yakin Arka pasti masih memiliki sedikit rasa tak tega jik
Waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam, namun laki-laki yang sejak tadi Liora tunggu belum juga pulang. Membuat Liora semakin kesal.Sejak tadi perempuan itu terus bolak-balik di dekat pintu utama, sesekali mengintip dari balik tirai jendela untuk memastikan kedatangan sang suami. "Lama sekali." Liora berdecak kesal. Kakinya sudah mulai pegal, dia akhirnya memutuskan untuk duduk di kursi ruang tamu. Padahal malam ini dia sudah menyiapkan rencana baru untuk menjebak Arka. Dia sudah berdandan tipis dan menggerai rambutnya. Dengan balutan lingerie hitam berbentuk kimono di tubuhnya, Liora yakin ini akan membuat laki-laki itu tak tahan untuk tidak menyentuhnya. "Apa kali ini rencanaku akan gagal lagi?" Liora menyandarkan tubuhnya ke punggung sofa, pandangannya menatap langit-langit rumah. Dia mulai putus asa. Jika Arka tak pulang, tentu rencananya akan gagal. "Jika terus seperti ini bagaimana caranya agar aku cepat hamil? Jika aku tidak segera hamil maka batas pernikahan yang di
Setelah selesai mandi, Arka mendengar suara pintu kamarnya di ketuk. Dia menghela nafas pelan, karena sudah bisa menebak pasti yang mengetuk pintu itu adalah Liora. Arka melemparkan handuk yang baru saja dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya, ke atas kasur. Lalu berjalan menghampiri pintu kamar.Setelah pintu terbuka, Arka melihat sang istri tersenyum manis di hadapannya sambil membawa segelas air putih. Dia mengernyit tidak suka saat melihat sang istri masih memakai baju yang sama seperti tadi."Aku ingin istirahat Liora.""Aku tau, tapi sebelum tidur sebaiknya kamu minum dulu. Kamu baru saja pulang bekerja, minum air putih sebelum tidur bukankah itu lebih baik?"Tanpa banyak tanya, Arka menerima segelas air yang Liora berikan. Dia nyaris melangkah memasuki kamarnya kembali, namun Liora menahannya. "Kenapa?" tanya Arka penasaran. "Minumlah di sini, biar gelas kotornya langsung aku letakkan di dapur." Liora tak akan membiarkan Arka membawa minuman itu ke dalam kamar, karena bisa
Arka diam sesaat. Dia masih bingung, kenapa Liora begitu menginginkan dirinya? Jika hanya karena tampan dan kaya, masih banyak laki-laki yang seperti itu bahkan lebih sempurna dari dirinya di luar sana. Kenapa Liora harus mempertahankan dirinya?Perempuan itu tak pernah bermain perasaan, tapi sekali jatuh cinta justru dengan Arka yang sama sekali tidak bisa menerima cintanya. "Sekali lagi ku katakan, aku tidak mencintaimu. Jadi, aku tidak bisa selamanya bertahan bersamamu. Dan ... aku tidak bisa menuruti keinginanmu untuk mendapatkan seorang anak. Aku tidak mau kamu sampai melahirkan darah dagingku, agar aku nantinya bisa menceraikanmu."Tangan Liora perlahan mengepal, tak terima mendengar semua pernyataan Arka yang begitu menyakitkan. Dia mengukir senyum perih. "Tidak ada perempuan yang kamu cintai saat ini. Apa salahnya jika kamu membuka hati untukku? Aku juga bisa menjadi perempuan seperti apa yang kamu inginkan!"Arka membuka mulutnya, nyaris menjelaskan kembali pada perempuan it
Setelah mendengar bel rumah berbunyi, seorang wanita paruh baya berambut sebahu berjalan menghampiri pintu utama. "Ibu Ana. Biarkan saya saja yang membukakan pintunya," ijin dengan sopan seorang pembantu rumah tangga, menghentikan langkah sang majikan. Ana tersenyum manis, lalu mengangguk menurut. "Baiklah."Pembantu rumah tangga itu bergegas berjalan menuju pintu utama, sedangkan Ana memutuskan untuk menunggu tamunya di ruang tengah. Tak lama, pembantu rumah tangga itu kembali dengan diikuti seorang perempuan cantik yang sangat Ana kenal. Senyum di wajah Ana seketika pudar, berganti raut khawatir. Dia lalu menghampiri."Liora."Tentu Ana cukup terkejut dengan kedatangan menantunya itu. Dia lalu menatap ke belakang Liora, dan tak mendapati siapapun lagi di sana selain mereka dan pembantunya yang masih berdiri di dekat Liora. "Apa kamu datang ke sini sendiri? Kemana Arka? Kenapa malam-malam seperti ini kamu datang ke rumah mama sendiri?"Liora tak langsung menjawab. Dia memasang rau
Ana terdiam, nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja Liora katakan. "Liora, mama."Liora dan Ana serempak menoleh, menatap ke arah suara yang baru saja memanggilnya. Seorang laki-laki baru saja memasuki rumah itu, dan langsung menghampiri mereka. Dia tidak tau apa yang telah Liora katakan pada Ana, namun dia harap Liora tak mengatakan hal macam-macam. "Arka!" Ana berdiri, menatap putranya dengan sorot marah. "Kemana saja kamu? Kenapa kamu membiarkan Liora datang sendiri ke sini malam-malam? Bagaimana jika hal buruk sampai terjadi padanya saat di perjalanan tadi?"Arka menghela nafas berat. Dia sudah menduga jika akan terkena amarah sang mama. "Maaf ma, itu sebabnya Arka menyusul Liora ke sini." Pandangan Arka mengarah pada sang istri yang masih duduk di sofa, sedikitpun tak mau menatapnya. Arka tidak bisa menebak, Liora marah sungguhan atau hanya berpura-pura. Dia kembali melanjutkan kalimatnya, "Arka ingin memastikan jika tidak ada hal buruk yang terjadi pada Liora. Dan syuku