Home / Romansa / Mentari Pernikahan Dini / 04. Ayah tidak adil

Share

04. Ayah tidak adil

last update Last Updated: 2023-12-26 12:19:34

"Akhirnya si bodoh itu pergi juga dari rumah ini."

Fauzia dengan pakaian seksinya tersenyum bahagia menikmati kebahagiaannya.

"Kamu bahagia karena sudah menjadi tuan putri satu-satunya di rumah ini?"

"Ini yang Fania inginkan, Bu. Mengusir lalat kecil itu jauh-jauh dari rumah ini."

Adik dan ibu tiri Mentari itu begitu bahagia setelah membuat drama seolah-olah Mentari sudah berbuat hal tak senonoh dan sekarang sudah diusir dari rumah.

"Ibu yakin anak itu nggak akan bahagia hidup dengan laki-laki miskin itu. Pasti dia akan hidup susah, menderita bahkan buat makan sehari-hari pun pasti akan susah ha ha ha."

Sungguh Rosa ini adalah sejenis ibu tiri yang jahat dan tidak punya hati. Dia tertawa keras membayangkan penderitaan Mentari di luar sana.

"Dan Fania bakal terus nambah penderitaan dia di kampus," balas Fania dengan senyuman nya yang licik.

"Caranya?" tanya Rosa dengan sebelah alis terangkat.

"Aku nggak suka liat dia hidup damai, Bu. Meskipun di luar sana dia hidup susah tapi aku yakin dia akan diperlakukan dengan baik oleh suaminya yang miskin itu."

"Lalu apa Rencana kamu?"

"Aku akan bully dia di kampus. Nggak akan ada yang bakal belain dia karena dia nggak punya banyak temen. Mentari hanya punya satu sahabat dan dia nggak akan bisa hentiin aku." Fania menatap lurus kedepan begitu tak sabar dengan rencananya.

"Tapi 'kan suaminya itu juga kuliah di kampus yang sama?"

"Memang, tapi beda jurusan dan bera fakultas juga. Jadi aku bebas, Bu."

"Lakukan apa yang bikin kamu bahagia. Kalau Ibu, liat dia minggat dari rumah ini aja udah puas banget." Rosa menjeda kalimatnya saat teringat sesuatu. "Tapi kalau anak bodoh itu nggak ada ibu bakalan keteteran dong ngurusin rumah? Biasanya 'kan enak ada dia yang kita bikin jadi pembantu."

Rosa terlihat murung membayangkan kalau dirinya yang harus bersih-bersih rumah, masak, cuci piring, cuci baju dan dan lain-lain. Biasanya tugas itu dilakukan oleh Mentari dan sekarang Mentari sudah mereka usir.

"Tinggal bujuk ayah buat cari pembantu apa susahnya sih?"

"Kamu bener juga. Ibu cari ayah kamu dulu, Ibu mau bujuk tua bangka itu buat cari pembantu." Rosa langsung meninggalkan kamar anak kesayangannya dan pergi mencari suaminya.

"Selamat menikmati kesengsaraan di luar sana, Mentari."

Setelah mengucapkan itu Fania menutup kedua matanya karena hari sudah larut malam. Meskipun besok adalah hari Minggu Fania tetap harus tidur cepat karena besok ia harus bangun pagi-pagi sekali untuk olahraga agar tubuhnya tetap ideal.

Berada jauh dari tempat Fania saat ini. Orang yang Fania dan ibunya bicarakan dari tadi masih belum memejamkan matanya meski hari sudah larut malam.

Mentari masih terguncang. Sembari membekap mulutnya kuat-kuat, dia menangis.

'Kenapa ayah setidak adil ini sama Tari, yah? kenapa? Ayah nggak kasih Tari kesempatan untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Ayah tega mengusir Tari yang jelas-jelas anak kandung ayah satu-satunya. Jangan semakin taburi benih kebencian dalam diri Tari untuk ayah! Karena nanti jika kebencian sudah menguasai diri Tari maka jangan salahkan tari yang akan melupakan jika ayah adalah ayah kandung Tari.'

Tanpa ia sadari, isakan yang sedari tadi ditahannya lolos begitu saja saat mengingat ketidakadilan yang ia terima semenjak ayahnya menikah lagi.

Mentari yang selalu dikasih uang jajan sangat sedikit sehingga hanya pas untuk ongkos ke kampus saja. Setiba di kampus Menteri harus menahan lapar seharian karena tidak punya uang untuk jajan di kantin.

Padahal pagi hari pun Mentari tidak cukup kenyang karena hanya kebagian sarapan sedikit saja.

Pulang dari kampus bukanya mendapatkan makanan Mentari malah harus beres-beres rumah cuci piring dan pakaian baru dapat jatah makan.

Bahkan sering kali dirinya kelaparan di rumahnya sendiri. Pakaian yang Mentari pakai hanya pakaian bekas Fania yang sudah tak terpakai lagi, begitupun dengan barang-barang lainnya.

'Mungkin memang lebih baik aku tinggal disini sama kak Gala. Mungkin hidup aku akan lebih baik meskipun hidup pas-pasan seenggaknya aku punya kak Gala yang akan selalu ada untuk aku.'

Mentari mencoba menenangkan dirinya sendiri ditengah-tengah rasa sakit di hatinya sudah tidak bisa lagi dijabarkan dengan kata-kata.

Tak

Mentari terkejut melihat lampu yang tiba-tiba menyala dan rupanya suaminya Galaksi juga telah ada disampingnya entah sejak kapan.

"Kak Gala?" gumam Mentari dengan mata mendongak menatap Gala yang berdiri sambil bertolak pinggang menatap dirinya yang duduk seorang diri di atas lantai nan begitu dingin.

Hati Gala begitu teriris melihat mata gadis yang baru beberapa jam lalu ia nikahi begitu sembab dan sangat merah karena menangis berjam-jam lamanya

Demi Allah Gala benar-benar bertekad membahagiakan Mentari dengan segenap jiwanya. Gala akan melakukan apapun agar gadisnya bahagia.

"Kenapa malah nangis sendirian, hem? Kamu nggak mau membagi luka itu sama Kakak?" Gala bertanya dengan rahang mengeras.

Jangan dikira rahangnya mengeras karena marah kepada istrinya, Mentari. Gala marah pada orang-orang yang telah berhasil membuat mental Mentari hancur.

Mentari mencoba memaksakan senyumnya, ditariknya tangan Gala dengan lembut agar ikut duduk di sebelahnya.

Tidak ada kursi ataupun karpet yang menjadi alas duduk mereka, hanya ada lantai nan begitu dingin apalagi di malam hari seperti ini.

"Aku kira Kakak udah tidur," celetuk Mentari dengan suara seraknya.

"Mana mungkin Kakak bisa tidur kalau kamu terus nangis kayak gini? Dari tadi Kakak terus perhatiin kamu menangis sendirian dalam kegelapan."

Gala tersenyum miris melihat jejak air mata di mata istrinya yang cantik ini.

"Maafin Tari, Kak!" Mentari menatap Gala dengan rasa bersalahnya.

"Maaf untuk apa?"

"Maafin Tari yang udah ganggu waktu istirahat Kakak. Maaf juga karena sekarang Tari udah jadi beban buat Kakak," lirih Mentari sambil meremas jari jemarinya untuk meredakan rasa sesak di dadanya.

Mentari tau sesulit apa hidup Gala selama ini karena suaminya itu hanya hidup sebatang kara dan bekerja di Cafe milik sahabatnya untuk menyambung hidupnya.

Mentari juga tahu pendapatan Gala bekerja di Cafe milik sahabatnya tidak seberapa dan sekarang Gala juga harus menghidupi dirinya.

Galaksi menghela nafas kasar mendengar ucapan sang istri. Gala tau apa yang saat ini Mentari pikirkan.

"Kamu nggak usah mikir kalau kamu itu adalah beban Kakak! Kakak akan berusaha cukupin kebutuhan kita dari gaji Kakak kerja di Cafe Alzi menjelang Kakak lulus kuliah dan dapet pekerjaan yang lebih layak."

Gala menggenggam tangan Mentari penuh kelembutan. Mata keduanya saling tatap begitu dalam menyalurkan rasa cinta mereka masing-masing.

"Sekarang kamu harus tidur karena hari hampir dini hari. Kakak nggak mau kamu sakit gara-gara masalah ini."

Gala menuntun Menteri ke arah kasur bulu yang cukup untuk mereka tiduri berdua. Meskipun tanpa ranjang setidaknya masih ada selimut tebal untuk menjaga mereka supaya tidak kedinginan.

Gala memeluk Mentari dengan usapan lembut yang ia berikan di kepala gadis itu.

Yah, Mentari masih bisa dibilang gadis karena Gala belum menyentuhnya.

Gala tidak akan menyentuh istrinya ini sebelum Mentari benar-benar siap untuk itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mentari Pernikahan Dini    63. Berubah manis (Ending)

    Tahun demi tahun telah berganti, kini kehidupan Galaksi dan Mentari telah banyak berubah.Kontrakan kecil mereka dulu kini sudah berubah menjadi rumah mewah yang di bangun dari hasil kerja keras Gala dan Mentari, Alzi juga sudah mekahi Arumi dan berhasil merebut kembali haknya dari Om Nino setelah ia lulus kuliah.Gala dan Alzi juga telah membangun sebuah rumah sakit mewah untuk istri mereka sesuai dengan cita-cita kedua perempuan itu yang ingin memiliki rumah sakit sendiri.Fakta mengejutkan juga terjadi, Bu Santi ternyata adalah ibu kandung Gala dan Tuan Surya si lintah darat ternyata ayah kandungnya. Saudara kembar Gala ternyata telah meninggal dunia setelah kejadian naas yang menimpa keluarganya kala itu, dan Tuan Surya kini sudah tobat dan berhenti menjadi rentenir.Gala sudah menerima orang tuanya, mereka terpisah bukan karena keinginan orang tuanya. Gala tidak membenci mereka karena ia tau mereka juga tersiksa karena mencari dirinya selama

  • Mentari Pernikahan Dini    62. Suara indah

    Gala memandang nanar kaki kirinya yang terpasang gips, mendengar dari istrinya bahwa kaki kirinya retak membuat Gala syok berat. Mentari masih setia memeluk sang suami sambil menangis, Mentari tak kuasa melihat wajah sedih Gala saat pertama kali ia katakan bahwa kaki Gala retak dan butuh waktu selama empat bulan untuk menyembuhkannya. “Kak Gala nggak perlu mikirin apapun, cuma empat bulan, Kak. Abis itu kaki Kakak bakalan sembuh lagi.” Gala menatap istrinya begitu sendu. “Iya cuma empat bulan, tapi menjalang itu kita gimana? Gimana caranya Kakak bisa kerja dalam keadaan kaki di gips kayak gini?” Gala pusing membayangkan mereka akan makan apa kedepannya, dengan apa ia harus membayar uang kontrakan kalau dirinya tidak bekerja. Untungnya skripsi Gala telah selesai dan tinggal menunggu hari wisuda, harusnya Gala sudah langsung bekerja di salah satu perusahaan besar setelah mendapatkan ijazah. Tapi

  • Mentari Pernikahan Dini    61. Tangisan

    “Keadaan pasien sudah baik-baik saja, operasinya berjalan lancar.” “Hufff ….” Mentari menghela nafas lega, pasokan udara yang mulanya seolah menghilang dari paru-parunya kini kembali terisi penuh dan Mentari sudah bisa bernafas dengan leluasa. Begitu pula dengan Alzi dan Arumi, keduanya juga nampak lega mendengar kabar baik dari Dokter yang baru saja selesai menangani operasi Gala. “Tapi saya juga membawa kabar buruk, kaki kiri pasien mengalami retak sehingga harus dipasangkan gips.” Deg Ucapan Dokter itu membuat Mentari kembali menegang, sebenarnya tak apa apapun yang terjadi pada Gala Mentari akan tetap menerima asalkan nyawa suaminya itu terselamatkan. Tapi Mentari memikirkan bagaimana nanti reaksi Gala saat mengetahui bahwa kakinya retak, Mentari sangat paham kalau tulang retak tidak akan bisa sembuh dalam waktu singkat. Paling cepat mungkin bisa mencapai waktu empat bulan, b

  • Mentari Pernikahan Dini    60. Tentang keadaan Galaksi

    Duduk sendirian di atas lantai dingin rumah sakit dengan perasaan kalut luar biasa, itu yang Mentari rasakan saat ini. Di depan ruangan operasi yang lampunya sedang menyala pertanda bahwa operasi sedang berlangsung Mentari duduk seorang diri.Tangis perempuan berusia dua puluh satu tahun itu tidak reda sejak melihat langsung betapa menyedihkannya keadaan sang suami yang kini tengah berjuang antara hidup dan mati.Orang-orang yang berlalu lalang di koridor rumah sakit hanya bisa menatap iba Mentari, mata gadis itu sudah bengkak dan memerah tapi tangisnya belum berhenti.“Apa engkau juga akan mengambil suamiku setelah engkau renggut ibu ku, Tuhan? Aku harus dengan siapa kalau Kak Gala benar-benar pergi?”Mentari menjerit pilu, ia tak peduli akan semua orang yang tengah menatapnya. Yang Mentari inginkan sekarang hanyalah keselamatan Galaksi, suaminya.Dunia Mentari sekarang berpusat pada Gala, hanya demi Gala ia memilih tetap hidup di dunia

  • Mentari Pernikahan Dini    59. Hancur

    Dunia seakan runtuh tepat menimpa kepala Mentari saat ini, tubuhnya bergetar hebat dengan nafas terasa berat melihat pemandangan menyakitkan mata di depan sana.“K-kak Gala.” Bahkan untuk bicara sepatah kata saja suara Mentari langsung bergetar, bahkan hampir tak terdengar.“Maaf, Nak. Kamu kenal korban itu?”Kesadaran kembali mengambil alih tubuh Mentari.“Di ma-na korban motor Scoopy merah itu, Pak?” tanya Mentari terbata, jari telunjuknya terulur menunjuk motor Scoopy yang mentari yakini seratus persen adalah motor suaminya.“Ada seberang sana, Neng.” Bapak-bapak itu menunjuk halte bus di seberang jalan. “Keadaannya cukup parah, tapi masih beruntung dari pada korban lain yang langsung meninggal di tempat.”Mata Mentari tertuju ke halte bis yang ditunjukkan oleh warga itu, di sana Mentari dapat melihat ada beberapa orang yang tengah menjaga korban kecelakaan.“Bilang sama Tari, kalau itu bukan Kak Gala.” Mentari terus berceloteh di sepanjang larinya menuju seberang jalan.Karena kec

  • Mentari Pernikahan Dini    58. Tragedi di tengah hujan

    “Kak Gala kok nggak bisa dihubungi ya, Alzi juga nggak angkat telpon dari aku. Harusnya Kak Gala udah sampai di cafe.”Mentari meremas erat ponsel yang baru saja ia gunakan untuk menghubungi Gala dan Alzi, tapi ponsel keduanya yang sama-sama tidak bisa dihubungi membuat perasaan Mentari semakin cemas.Jika ponsel Gala tidak aktif, Alzi malah tidak menjawab panggilan darinya.“Kemana aja sih mereka?”Dalam rasa gelisah yang melanda, Mentari juga merasa kesal dalam waktu bersamaan.Sudah tiga puluh menit sejak Gala pergi, harusnya suaminya itu sudah sampai di cafe.“Kalau Kak Gala udah sampe kenapa dia nggak ngabarin aku?” Pertanyaan itu lolos dari bibir Mentari.Hati Mentari semakin tak tenang memikirkan keberadaan suaminya, kenapa disaat ia benar-benar butuh kabar seperti ini Gala malah tidak memberinya kabar.“Aku makin nggak tenang kalau gini caranya, aku harus susul Kak Gala sekarang juga.”Tanpa pikir panjang, Mentari langsung menyambar tas selempang kecil yang hanya muat satu han

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status