"Kecantikan seorang wanita itu tidak terletak pada kecantikannya ataupun namanya, tapi terletak pada hati dan akhlak," lirihku.Janah sepertinya tidak terima dengan ucapanku, dia terdengar menggertakan giginya dan menghampiriku, "Awas kalau mau coba-coba dekat dengan Zara," ucapnya mengancam."Aku merasa kau seperti orang yang berbeda dari dua tahun yang lalu,” lirihku padanya."Aku–aku.." jawabnya terbata-bata tapi tidak meneruskan ucapannya.Aku memilih untuk meninggalnya yang terpaku dan pergi istirahat.***”Kau hanyalah seorang pecundang, Mas," kesal Sinta yang mencoba untuk menghentikan langkahku, tapi aku tetap saja melangkah tanpa memperdulikan ocehannya."Kamu sudah melanggar janji, Mas," ocehannya lagi, namun aku masih setiap dalam langkahku."Bagaimana jika kau akan langsung mengalami apa yang aku alami?" ucapnya lagi yang berhasil menghentikan langkahku.”Tidak mungkin," jawabku cepat."Tidak ada yang tidak mungkin, Mas. Selama yang maha kuasa menginginkan," ucapnya lagi.
Sinta Pengucapan talak tiga yang dilakukan Mas Fahmi membuatku merasa seperti bukan wanita. Mungkin aku wanita pertama yang ditalak oleh suaminya langsung talak tiga.Mereka yang kusangka baik padaku, ternyata hanya kedok. Aku memang seorang anak mafia, tapi Ayah tidak pernah mengajariku untuk menyakiti orang lain.Sejahat apapun orangtua, pasti menginginkan anaknya menjadi anak yang memiliki sikap mulia.Kupandangi foto pernikahanku dengan Mas Fahmi dua tahun yang lalu. Tidak terasa air mataku menetes membasahi bingkainya.Tidak kusangka rumah tanggaku yang sudah dua tahun kujalani seketika hancur didepan mata.Ragaku seakan kosong ketika orangtua Mas Fahmi menjodohkan suamiku dengan wanita lain. Bahkan dengan mudahnya Mas Fahmi menyetujui itu yang membuatku semakin tidak tahu arah jalan.Sengaja aku merahasiakan status tes kesuburan yang menyatakan Mas Fahmi tidak bisa memiliki keturunan dan digantikan dengan namaku, agar namanya tidak tercemar.Tapi di sisi lain aku juga ingin men
Aku dan ustadz Rahman masih diam mematung di tempat. "Lihatlah betapa besarnya hati pemuda itu. Meskipun sudah dihina keluargamu, dia tetap mempertahankan tanggung jawabnya sebagai donatur. Kalau aku sudah malas," ucap ustadz Rahman bicara dengan santainya.”Sama sepertinya cintanya pada Sinta. Walaupun wanita pujaannya telah menikah denganmu, dia tetap mencintainya sepenuh hati. Ini baru cinta sejati,” lanjutnya lagi.Sementara aku yang mendengarnya semakin pusing. Kenapa semua orang hanya bisa mencemooh tanpa tahu yang sebenarnya.'Bukankah Sinta sangat mencintaiku? Apa dia mau kembali padaku.' batinku tiba-tiba merasa percaya diri dengan besarnya perasaan cinta Sinta padaku selama ini kini membuatku tersenyum lebar sendiri.Benar, Sinta pasti mau kembali padaku. Buktinya surat perceraiannya sampai sekarang belum sampai di tanganku, berarti dia memang berharap aku melamarnya kembali. Aku hanya harus menghadirkan Muhallil, agar kami bisa kembali bersama."Antum kenapa?" tanya ustadz
"Mas, sudah malam. Jangan senyum-senyum sendiri terus," protes Janah yang melihat tanganku membolak-balikkan kitab tapi bibirku senyum-senyum sendiri."Ini hak Mas, Janah. Kalau kamu ngantuk, ya, tidur duluan, saja. Mas tak apa," ucapku pelan.Berhubung nuansa hatiku juga sedang baik, jadi aku akan bersikap baik. Meskipun sama wanita ular, seperti Janah.”Aku istrimu, Mas. Lagian tidak baik juga untukku,” ucapnya kesal."Ya, sudah. Sana istirahat," ucapku dengan mata yang masih melihat kitab.Sebenarnya aku bukan sedang mengkaji kitab, tapi mengingat kenangan saat aku mengajari Sinta. Duh, lucunya Sinta waktu itu.Bentuk wajahnya yang panjang dan kulit putih bersihnya membuatku tidak bisa menatap wanita lain. Dialah yang paling cantik, bidadariku.Entah kenapa selembar surat bisa menggoyahkan niatku untuk menjadikan dia satu-satunya ratu yang ada dalam hatiku.Aku memang pantas dijuluki sebagai lelaki bodoh. Paling bodoh. Kini aku tahu artinya penyesalan, meskipun sebentar.Karena tid
"Maaf, tapi tuan rumah memerintahkan kita untuk menanyakan maksud dan kedatangan ustadz kesini," ucap salah satu pengawal yang baru saja keluar dari rumah megah itu.Walaupun pernah menjadi menantu keluarga ini, aku tidak pernah menginap di sini. Semua rangkaian acara pernikahan juga diadakan di pondok. Entah kenapa aku merasa tidak nyaman.Kami tertegun mendengar perkataan pengawal itu. Bagaimana tidak, biasanya kami langsung disambut oleh tuan rumah, Pak Adam sendiri.Kini hanya disambut beberapa pengawal. Itu pun dengan harus menyampaikan tujuan kita terlebih dahulu. Padahal Sinta ada di depan kita bersama beberapa maid.Aku tersenyum menatapnya, berharap dia akan membalas. Hatiku seakan menari-nari ketika dia juga tidak melepaskan tatapannya dariku."Bagaimana ini?" tanya ustadz Zen yang membuatku terpaksa berhenti menatapnya."Sampaikan kepada Pak Adam, Saya ada perlu yang sangat penting," ucapku sambil mencoba untuk tersenyum. Terpaksa. Karena harus berhenti menatapnya.”Dosa An
Sinta"Tadi pagi selepas subuh, Fahmi memberitahuku bahwa dia akan melamarmu kembali," ucap ustadz Rahman di sebrang telpon.Tadinya aku heran, kenapa ustadz Rahman meneleponku pagi-pagi. Ternyata lelaki itu mencoba berulah. Dulu Mas Fahmi adalah lelaki yang sangat baik. Sifatnya tiba-tiba berubah setelah menikah dengan Janah. Apa terkena pengaruh istrinya, entahlah.Dulu sewaktu masih menjadi suamiku, dia sangat baik. Membangunkan tidurku yang susah saja masih sangat sabar dan dengan cara yang halus. Setiap ucapannya enak di dengar dan membuat hati teduh.Pernikahan yang awalnya dijodohkan menanamkan benih-benih cinta. Semenjak aku jatuh hati padanya, aku meyakini bahwa tidak semua perjodohan itu buruk. Meskipun bukan jaman Siti Nurbaya.Tapi ucapan ustadz Rahman tetap saja membuatku kaget. Dengan begitu percaya diri dia menalakku dan dengan kepercayaan dirinya pula kini dia berniat melamarku kembali.Apa dia pikir aku hanyalah mainan?”Saya tidak habis pikir kalau mantan suamiku itu
Jantungku seakan mau copot ketika Pak Adam menyuruhku untuk menalak Sinta kembali."Apa saya harus melakukannya?" tanyaku pelan untuk memastikan."Tentu itu harus dilakukan jika ingin menikahi Sinta kembali. Masih ingin melamar Sinta?" ucap Pak Adam dengan sorot mata yang tajam dan suara baritonnya.Aku menoleh kepada ustadz Rahman dan ustadz Zen. Tangan mereka menunjuk padaku yang tandanya tergantung kepada keputusanku."Saya mau dan Saya akan melakukannya," jawabku lantang dan percaya diri."Tapi apakah tidak bisa jika dilakukannya di pondok? Jadi Saya bisa memantau Sinta kapanpun," lanjutku.Jujur jika aku menalaknya di sini, maka Sinta akan menjalani idah dimulai dari awal dan di sini. Berarti sama saja aku tidak akan melihatnya dalam jangka waktu yang lama.Aku tidak bisa melakukan ini. Bagaimana jika Rayhan berbuat yang tidak-tidak pada Sinta? Tidak. Tidak bisa."Tidak bisa. Jika di pondok, maka Sinta akan menjadi perbincangan yang membuat gerak-geriknya tidak leluasa," tolak Pa
"Kenapa aku tidak boleh melakukan ini, Mas?Aku juga istrimu. Tapi kenapa hanya Mbak Sinta yang dikenal sebagai istrimu, Mas? Ini tidak adil!""Tidak adil kau bilang? Sinta juga istriku!" akhirnya batas kesabaranku sudah habis."MANTAN, Mas, MANTAN!""Istriku. Karena aku akan melamarnya kembali!""Tidak bisa, Mas. Aku istrimu!""Sinta yang istriku!""Kamu gila, Mas. Jelas-jelas kamu sendiri yang sudah menalaknya langsung talak tiga. Tapi sekarang malah pura-pura amnesia," ucapnya mengumpatku.Aku memilih keluar dari kamar dan mencari udara segar. Hampir saja aku keceplosan. Bisa gawat kalau Janah tahu aku mendatangkan Muhallil.Kacau sudah semuanya jika orang yang tidak boleh tahu mengetahui ini.Aku ingin bertemu Abah. Berhubung sore ini jadwal Abah mengajar di kelas Ikhwan, aku memilih untuk menunggunya di kantor kelas."Punten, Bah. Abdul mau bertanya!" ucap salah seorang santri. "Silahkan!""Bagaimana cara Rasullullah dalam memperlakukan seorang istrinya? Agar nanti kita juga bisa