Share

Tekad Kayshilla

Penulis: Els Arrow
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-30 19:53:50

"Suamimu ke mana, Nduk?"

"Eum ... tadi katanya mau ke toko buku depan sana, Mik. Mau beli kitab."

Tidak mungkin aku bilang Gus Aaraf sedang bersama Ayrani, walaupun ingin sekali aku membagi rasa sakitnya.

"Oh, gitu. Abah juga baru saja pergi karena ada keperluan, terus ini yang ngimami sholat dhuhur siapa, ya?"

Aku celingukan, "bagaimana kalau Kang Santri saja, Mik? Soalnya Kay juga belum tahu Gus Aaraf pulang jam berapa."

"Iya, deh. Umik bilangin sama Kang Santri dulu suruh ngimami, dari pada nggak ada."

"Iya, Mik." Aku tersenyum saat beliau beranjak pergi, sesekali aku juga akan menghembuskan napas kasar.

Pandanganku menatap lurus ke arah halaman luas yang terparkir banyak mobil pengurus, sambil berharap suamiku akan segera pulang. Aku ingin sholat diimami olehnya, tetapi saat ini aku juga takut dia tengah menjadi imam untuk wanita lain.

Sesekali aku berfikir, siapa yang harus bertanggung jawab dalam perang dingin di pernikahanku ini. Kalau aku sendiri, rasanya pundakku terlalu berat. Siapa yang menjadi tempatku mengadu saat beban yang ku pikul tidak bisa ku bagi?

"Allahu Akbar ... Allahu Akbar!"

Aku terperanjat saat mendengar suara adzan, "Astaghfirullah," gumamku lirih.

Tidak seharusnya aku takut pada apapun. Bukankah kami menikah di hadapan Tuhan? Jadi aku akan menyerahkan pernikahan juga kepada Tuhan. Aku memang tidak mampu, tetapi Tuhan Maha Membolak-balikkan Hati. Aku yakin hati suamiku akan berpaling padaku dengan semua doa dan juga kekuatan Tuhan.

"Aku nggak boleh lemah meskipun Gus Aaraf selalu menginjak-injak harga diriku!"

Usai dari masjid, aku langsung menuju dapur untuk menyiapkan makan siang. Takutnya nanti suamiku pulang dan lapar, semoga saja dia tidak makan dengan Ayrani di luar sana.

Tidak seberapa lama kemudian, aku mendengar deru mobil berhenti di halaman. Gegas kakiku melangkah ke sana dan langsung mendapati Gus Aaraf yang baru saja turun dari mobil dengan menenteng paper bag.

"Kamu ngapain berdiri di tengah pintu?"

"Mau nyambut kamu, kayak Umik kalau Abah baru pulang." Aku menjabat tangan dinginnya dan mengecup singkat.

Namun, dia tidak membalas mengecup keningku.

"Oh, aku pikir lagi nungguin apa."

Aku mengulas senyum. Walaupun dia dingin, aku harus tetap memperlakukannya dengan manis. Aku harus segera menghapus nama Ayrani dalam hati dan ingatannya, karena hanya namaku yang boleh bertengger di benak suamiku!

"Saya sudah siapkan makan siang, Gus."

"Aku sudah makan tadi di luar."

Aku tertegun, "mau kopi atau cemilan saja kalau begitu?" tanyaku lagi mencoba menawarkan.

Kata Umik, suami harus disenangkan perutnya. Namun sayangnya suamiku sudah mengisi perut dengan wanita lain.

"Cemilan saja, kalau bisa minumannya jangan kopi. Tadi pagi sudah ngopi."

"Iya, Gus." Aku mengangguk senang dan langsung berjalan cepat menuju dapur.

Tanganku membuka kulkas, ternyata banyak stok makanan Frozen di sana. Dengan cepat aku meraih satu bungkus nugget dan menggorengnya, tidak lupa aku juga menyiapkan sambal. Terkahir, aku membuatkan Gus Aaraf jus jeruk.

Semua hidangan sudah selesai, tinggal mengangkatnya saja, dan membawa ke dalam kamar. Namun tiba-tiba Umik memanggil dan minta bantuan aku memijat kepalanya.

"Umik sakit?"

"Nggak tahu, Nduk. Tadi setelah menyimak ngaji Umik ngerasa berputar gitu, pusing banget."

"Kay siapkan makanan dulu, ya, Mik. Setelah minum obat baru Kay pijitin sambil tiduran nanti."

Wanita paruh baya itu mengulas senyum teduh, "terima kasih, ya, Nduk. Biasanya kalau ada Abah ... Umik bisa gantian nyimak ngajinya."

Beliau sangat lembut! Andaikan suamiku juga seperti ini.

"Jadi Umik kecapekan? Besok Kay temenin, ya. Walaupun Kay juga belum terlalu bisa, tapi setidaknya Umik ada temennya." Aku menuntun Umik untuk duduk di kursi.

Pelipisnya sudah dibanjiri keringat dingin, juga telapak tangannya yang basah. Secepat mungkin aku menyuapkan makanan dan lantas membantu Umik minum obat. Umik sudah bisa bersendawa setelah aku mengoleskan minyak kayu putih pada tengkuknya, kemudian aku menuntun Umik ke kamar agar bisa beristirahat.

"Umik kenapa nggak bilang sama Kay tadi?"

"Umik pikir masih kuat, Nduk. Tapi ternyata waktu bangun dari duduk langsung semuanya muter," jawab Umik dengan kekehan kecil.

Aku mengulas senyum mendengarnya. Umik memang tidak mau aku khawatir, beliau sekuat mungkin menutupi penyakitnya. Cukup lama aku memijat kepala, tangan, hingga kaki. Sampai akhirnya beliau tertidur dan aku lantas membenarkan letak selimutnya.

"Aduh! Aku sampai lupa sama nugget ku!" pekikku. Secepat mungkin aku keluar dari kamar berukuran luas ini dan lantas kembali ke dapur.

Namun, nampan berisi piring dan gelas yang beberapa saat lalu aku siapkan sudah tidak ada. Siapa kira-kira yang mengambil? Bukannya di rumah ini hanya ada aku, Umik, dan Gus Aaraf?

"Jangan-jangan Gus Aaraf sendiri yang ke dapur karena aku kelamaan?"

Aku menggelengkan kepala dan lantas menuju kamar, tetapi saat baru saja tiba di lorong yang menghubungkan dapur dengan kamar, netraku menyaksikan dua insan yang tengah bercengkrama di ruang tengah. Mereka tampak akrab, apa lagi suamiku yang terus tersenyum.

Pandanganku tertuju pada meja kaca, tak ayal aku menahan napas saat mendapati nampan yang beberapa saat lalu aku cari ternyata ada di sana.

"Terima kasih, Ay." Aku masih bisa mendengar suara Gus Aaraf meskipun sangat lirih.

Dia duduk di sofa, sedangkan wanita itu berdiri di sisi sofa dengan posisi membelakangi ku. Samar-samar aku masih bisa melihatnya mengangguk.

"Iya, Gus. Siang-siang memang sangat enak kalau buat ngemil, makanya saya antar ke sini."

"Iya. Aku tadi juga mau ngemil, soalnya mau makan lagi sudah kenyang. Kita tadi 'kan sudah sempat makan di luar." Kedua insan itu lantas tertawa bersama.

Aku menggeram lirih. Sakit rasanya saat suami sendiri berterima kasih pada wanita lain, padahal aku yang menyiapkan makanan tersebut. Pedih rasanya saat melihat dua insan itu dengan beraninya berdekatan saat Abah pergi.

Apa sebelumnya mereka memang sering seperti ini?

Apa Gus Aaraf sering berduaan dengan Ayrani?

Aku menggelengkan kepala melihat suamiku dengan wanita lain. Aku tidak bisa membiarkan suamiku dekat dengan wanita di masa lalunya.

"Mbak," ucapku yang membuat dua insan itu sama-sama menoleh, "ternyata kamu yang bawa nampan ini? Aku kira tadi ke mana nampannya."

"I-Iya, Ning." Ayrani mengangguk kaku dengan kepala yang semakin menunduk.

"Kamu tadi dari mana, Kay?"

"Dari kamar Umik, Mas. Umik katanya pusing terus aku pijitin. Sudah aku suapi makan dan minum obat juga. Sekarang Umik lagi tidur," jawabku yang sengaja menggunakan kata 'Mas'.

"Umik sakit?!" tanyanya dengan wajah panik.

"Tadi katanya setelah menyimak ngaji pusing, mungkin masuk angin." Aku mengalihkan pandangan kepada nampan yang berisi masih penuh, "sudah kamu makan, Mas? Enak nggak rasanya?"

Suamiku mengernyit, "kamu yang buat?" tanyanya dan aku lantas mengangguk.

"Iya. Tadi katanya kamu mau ngemil. Tapi waktu mau bawa ke kamar, Umik bilang lagi pusing. Jadi aku mendahulukan Umik. Maaf, ya, Mas."

"Oh, nggak papa. Aku berterimakasih karena kamu mau ngurusin Umik." Gus Aaraf menarik napas dalam, "Nugget-nya enak, kok, Kay. Aku suka," ucapnya lagi.

Aku mengangguk puas, "makasih, Mas. Nanti kalau mau dibuatkan makanan lain bilang saja," sahutku sembari menatap kepada Ayrani, "makasih, ya, Mbak. Kamu sudah bawa cemilannya ke depan, padahal aku tadi cari-cari di dapur. Aku pikir ke mana."

Wanita itu mengangguk pelan, kemudian ia berbalik badan dan melangkahkan kakinya meninggalkan kami tanpa menjawab perkataanku. Mungkin ada perasaan tidak nyaman saat melihatku dengan Gus Aaraf.

'Menghadapi wanita lain memang harus elegan, agar Gus Aaraf juga tersentuh melihat ketenanganku. Bantu aku, Ya Allah ...,' batinku.

Hey! Aku adalah istrinya, mau bagaimanapun aku lah pemenangnya. Aku akan merebut hati Gus Aaraf dengan semua kekuatan dan air mata yang aku miliki. Walaupun banyak kesakitan dan kepedihan yang mungkin akan menghampiri, setidaknya aku memperjuangkan ikatan yang halal.

'Aku harus berakhir sebagai pemenang!' batinku lagi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
ternyata pelakor terselubung juga ya walaupun udah dididik dengan agama yg baik .. gak jaminan
goodnovel comment avatar
Els Arrow
makasih sudah berkenan membaca kak... sehat selalu..
goodnovel comment avatar
Aji Arif
hampir mirip cerita suhita ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Merebut Hati Suamiku   SEASON 2 || Ending

    Semua orang mengucap syukur dokter menyatakan kondisi Shaynala sudah baik-baik saja, meskipun wanita itu tetap harus rawat inap sampai kondisinya benar-benar stabil.Arsen terus menggenggam tangan sang istri, bibirnya terus meminta maaf atas kesalahannya yang telah membuat Shaynala seperti ini."Tidak apa-apa, Mas. Saat itu aku juga sedang kalut, jadi tidak berpikir dulu kalau mau bertindak," ujar Shaynala dengan suara lirih."Aku akan menebus semua kesalahanku, Dek. Dengan apapun caranya, aku akan membuatmu bahagia."Shaynala mengangguk, entah sudah yang ke berapa kalinya Arsen mengatakan hal seperti itu.Ia melihat penyesalan besar di mata suaminya, bahkan kedua mata elang itu masih memerah karena terlalu banyak menangis."Sekarang kamu harus fokus untuk kesembuhanmu, Dek. Nanti kita akan memulainya dari awal, aku berjanji akan selalu jujur dan terbuka dan berusaha hal seperti ini tidak akan terulang lagi," jelas Arsen yang membuat Shaynala langsung mengangguk."Mama sudah dibunuh D

  • Merebut Hati Suamiku   BAB 199

    Tujuh hari berlalu dan Aaraf baru kembali ke rumah sakit untuk melihat putrinya. Selama tujuh hari sebelumnya, ia menyiapkan acara doa untuk kematian Kaindra. Namun, setiap hari pria paruh baya itu tetap berinteraksi melalui video call agar tahu kondisi putrinya.Namun, baru saja menginjakkan kakinya di depan ruang rawat Shaynala, Aaraf dikejutkan dengan tangis semua orang yang ada di sana."Ada apa ini?" Aaraf langsung memeluk tubuh Kayshilla. "Ada apa, Kay? Kenapa semuanya menangisi?""Dokter tadi mengatakan tubuh Shaynala menunjukkan reaksi yang menolak jantung barunya, Bi. Shaynala kejang-kejang, Ummi takut melihatnya. Ummi takut ..," jelas Kayshilla yang sontak membuat Aaraf melongo."Bukankah kata dokter, sejak kemarin aman?" tanya Aaraf dengan suara lirih."Iya. Tapi pagi tadi saat Ummi mau menyeka tubuhnya, Shaynala kejang-kejang." Kayshilla menangis tertuju pilu di dalam pelukan Aaraf, hal itu tak ayal juga membuat Aaraf turut menitikkan air mata.Sementara Arsen terus berdir

  • Merebut Hati Suamiku   SEASON 2 || Mendapatkan Donor Jantung

    Kondisi Kaindra semakin memburuk, bahkan pria itu sempat kejang-kejang. Kayshilla baru saja tiba bersama keluarga Danang, wanita paruh baya itu sampai pingsan beberapa kali memikirkan kondisi Shyanala dan Kaindra."Ndra, kamu dengar Abi?" bisik Aaraf, saat ini ia berada di dalam ruangan Kaindra karena dokter menyuruhnya masuk beberapa saat lalu.Kaindra terus memanggil-manggil Abinya, matanya terbelalak ke atas dengan napas yang seperti orang tengah mengorok."Laa ilaha illallah," bisik Aaraf tepat di telinga Kaindra.Pria itu mengikuti dengan napas tersengal, bibirnya bergerak hebat dengan keringat basah yang mulai membasahi pelipis.Aaraf menggenggam punggung tangan Kaindra, sebelah tangannya lagi mengelus lembut kening yang terasa panas. Sambil bibirnya terus membisikkan kalimat tauhid."Syahadat, Ndra. Di dalam hati tidak apa-apa," bisik Aaraf yang langsung diangguki oleh Kaindra.Kaindra tampak mengambil napas dalam, terdengar serak dan seperti sangat kesakitan.Aaraf menguatkan

  • Merebut Hati Suamiku   SEASON 2 || Wasiat Terakhir Kaindra

    Aaraf tidak kuasa menahan beban tubuhnya saat mendengar penjelasan panjang tentang kejadian yang menimpa putrinya tadi, kedua matanya semakin deras mengalirkan cairan bening, dengan seluruh hatinya yang hancur berkeping-keping.Bibirnya terus memanggil-manggil nama Shaynala, membuat siapapun tidak tega melihatnya."Kenapa putriku harus mengalami seperti ini?" gumam Aaraf. "Dia tidak salah apa-apa, dia tidak tahu apa-apa. Tapi malah menjadi korban."Arsen menundukkan tubuh yang masih bersimpuh di bawah Aaraf, ia seperti tidak punya keberanian untuk mengangkat kepala.Hanya kata maaf yang keluar dari bibirnya, meskipun tidak mendapat sahutan dari Aaraf."Shaynala ..," bisik Aaraf.Pria paruh baya itu memejamkan kedua kelopak mata, detik berikutnya ia membuka lagi mata yang terpejam dan menatap ke arah Arsen."Bangunlah, Nak. Ini bukan salahmu, Abi paham kamu dijebak," ucap Aaraf sambil membantu menantunya untuk berdiri.Arsen semakin tergugu saat Aaraf dengan enteng merangkul tubuhnya, p

  • Merebut Hati Suamiku   BAB 196

    PLAKK!Wajah Arsen terhantam ke samping saat Rafael menamparnya dengan kencang, tanpa rasa iba Rafael mengangkat kasar dagu putranya dan kembali melayangkan bogeman mentah hingga membuat darah segar mengucur deras dari hidung."Papa kecewa sama kamu!" desis Rafael.Beberapa saat lalu Rafael memang mencari Arsen karena Adele yang mengatakan bahwa Kayshilla mencari putrinya. Kata Kayshilla, Shyanala pergi tidak lama setelah Arsen meninggalkan rumah dan sampai malam belum ada kabar.Tanpa pikir panjang Rafael langsung melacak keberadaan Arsen dan menyusul ke rumah yang digunakan sebagai tempat pertemuan Arsen dengan Kinara. Beruntung Rafael masih sempat bertemu Diego di gang masuk rumah itu, sehingga pria paruh baya itu langsung menyetop mobil Diego dan menginterogasinya."Apa yang akan kamu jelaskan pada mertuamu sekarang, hah?! Bagaimana bisa kamu tidak sadar kalau istrimu sedang mengikuti? Sekarang... papa tidak bisa lagi melindungi kamu, Sen," ucap Rafael.Arsen tidak menyahut, waja

  • Merebut Hati Suamiku   SEASON 2 || Tertembak

    Hujan turun tanpa diduga, Shaynala tetap nekat menerobos hujan tanpa peduli bajunya basah."Dek!" Arsen tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang, membuatnya sontak berteriak."Aaargh ... lepaskan aku, Mas! Jangan sentuh!" Shaynala berusaha melepaskan tubuhnya, tetapi pelukan Arsen sangat erat.Wanita itu meneteskan air mata, bersatu dengan lebatnya air hujan yang rasa dinginnya semakin menusuk kulit. Udara malam menjadi saksi betapa panasnya hati pasangan tersebut, kedua insan itu sama-sama terluka dengan keadaan yang terus memicu masalah."Lepaskan aku, Mas, lepaskan aku ...," bisik Shaynala di sela-sela isak tangisnya. "Aku nggak bisa seperti ini terus, aku terluka saat tahu kamu akan punya anak dari perempuan lain. Mamamu juga meminta kita bercerai, Mas."Arsen tersentak dan tanpa sadar pelukannya sedikit melonggar, membuat Shaynala dengan mudah melepaskan diri.Shaynala berjalan cepat, tanpa peduli tanah basah yang mengotori sepatunya."Aku mencintaimu, Dek! Aku tidak akan mencerai

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status