Share

Dilema

Sebelum baca tolong klik berlangganan dulu ya..

Biar tak ketinggalan update terbarunya..

Dan author lebih semangat ngetiknya..

******************* **********************

"Silahkan ceraikan aku sekarang juga! Aku tak takut menjadi janda! Bahkan hidupku akan lebih bahagia jika jauh dari parasit sepertimu!"

"Kurang ajar sekali kamu! Dasar istri durhaka! Ingat ridho Tuhanmu ada padaku!"

"Nggak usah bawa-bawa Tuhan Mas! Perbaiki dulu akhlakmu baru berceramah! Oke, aku akan pergi dari sini! Hey kamu pelakor, silahkan ambil Johan untukmu! Sampah memang sudah seharusnya berada di tempat sampah!"

Aku pun meninggalkan pasangan haram itu. Tak ku pedulikan beberapa pasang mata yang memperhatikanku. Toh di sini bukan aku yang salah.

 Sedih, marah dan juga bahagia bercampur jadi satu. Sedih dan marah karena mengetahui suami yang selama ini ku puja, malah tega bermain api dengan rekan kerjanya. Bahagia karena dengan mengetahui ini justru bisa membuatku berubah, menjadi wanita yang tangguh.

Tak ada lagi yang perlu di sesali, nasi sudah menjadi bubur. Kini aku akan menatap tegak ke depan, dengan atau tanpa Johan.

Kembali kuarahkan motor kearah rumah, ingin rasanya segera menumpahkan seluruh kesedihan hatiku kepada Allah. Hanya Dia lah tumpuan hidupku saat ini.

***** *****

Ketika sudah sampai di rumah, kulihat Selfi dan juga mertuaku sedang menonton tv. Hal yang selalu kulihat setiap pulang kerja.

"Loh kok makanan di meja masih utuh sih!? Pada nggak ada yang mau makan? Mubadzir tau!" kataku sambil menutup tudung saji.

"Makanan nggak bisa di makan gitu kok di sajikan untuk kami, dosa kamu dari tadi ngerjain orang tua!"

"Eh, memangnya masakan ku yang ini kenapa? Jangan samakan dong dengan mie setan tadi," ucapku.

"Sama saja! Makanan semuanya asin banget gitu kok Mbak!" ucap Selfi sambil merengut.

"Wkwkwkwk iya-iya aku ingat sekarang, kebetulan tadi pagi pas belanja aku beli banyak garam, dari pada mubadzir ya sudah kubanyakin saja di masakanku," ujarku sambil meledek.

"Ya sudah kamu makan sendiri sana masakanmu itu!"

"Nggak ah malas aku!  Lagian aku tadi juga sudah makan di luar kok. Nasi padang rendang daging sapi, hemmm mantap deh." Sengaja aku berbohong agar mereka makin kesal.

Padahal aku dari tadi pagi belum sarapan, dan tadi pun saat keluar aku tak beli makanan apa-apa. Dan memang sengaja tadi semua makanan yang ada kutaburi dengan banyak garam.

"Tega kamu ya sama kami, Lan. Enak-enakan makan di luar sementara kami di sini kelaparan!"

"Lah bukannya tadi kalian habis belanja 'kan? Pake uangku lho itu lima ratus ribu rupiah! Masak iya tadi nggak beli makanan di luar sih?"

"Enggak lah Mbak, 'kan uangnya sudah kami belanjakan semua. Lagian di rumah kan sudah ada makanan, nggak perlu beli di luar!" ucap Selfi ketus.

"Tumben-tumbenan adik iparku ini pintar. Udah ah, aku mau bobok siang dulu." 

Aku pun berjalan menuju kamar. Dengan sedikit mengerjai mereka bisa membuat hatiku terhibur. Hitung-hitung juga balas dendam atas apa yang telah mereka perbuat kepadaku selama ini.

"Lalu kami makan apa Lan hari ini?" tanya mertuaku sebelum aku sampai di kamar.

"Makan apa ya? Ya makan apa yang ada di meja itulah! Atau kalian masak aja sendiri, tuh di kulkas banyak bahan makanan! Jangan ganggu lagi, aku mau tidur!" kataku.

"Kamu kok jadi jahat sama kita sih Lan?!" tanya mertuaku lagi.

"Aku sih hanya meniru perbuatan kalian saja padaku. Biar kalian merasakan bagaimana perasaanku setiap hari. Mulai saat ini, aku bukan lagi pembantu kalian. Justru kalianlah yang harus melayaniku di sini, karena akulah pemilik rumah ini!"

"Mbak Wulan nggak boleh seenaknya gitu dong, kan kami ini keluarga Mas Johan!" tambah Selfi.

"Terus aku harus bagaimana? Tetap setia menjadi pembantu kalian seperti dulu? Malas banget! Kalian dan Mas Johan itu sama saja, parasit!" kataku emosi.

"Kamu sebagai seorang istri wajib menghormati suami dan keluarganya! Jangan seperti ini dong!" 

"Kalau kalian tak suka dengan aturanku, silahkan angkat kaki dari sini. Pintu rumahku selalu terbuka lebar untuk kalian!"

"Kalau kami pergi dari sini, berarti Johan juga akan ikut pergi! Apa kamu nggak takut menjanda seperti ibumu dulu?" tanya Mertuaku lagi.

"Sudah kubilang 'kan, Ibu mertuaku yang cantik. Aku sekarang tak takut lagi menjanda, karena hidup sendiri itu lebih baik, dari pada bersama dengan manusia-manusia tak tahu berterima kasih seperti kalian!"

 

Aku pun segera masuk ke kamar dan menutup pintunya rapat-rapat.

"Mbak Wulan! Kunci motornya di mana? Aku mau keluar nih!" teriak Selfi.

Benar-benar muka tembok ternyata dia ini.

"Sudah kubilangkan tak ada lagi yang boleh memakai motor itu, kecuali aku!"

Tak kuhiraukan lagi omelan mereka, aku kembali keluar untuk mengambil air wudhu. Kurasa membaca ayat-ayat suci Al-quran bisa membuat hatiku lebih tenang. Tak akan ku biarkan air mata jatuh di hadapan mereka.

Saat ini satu yang menjadi pikiranku, bagaimana kelanjutan hubunganku dengan Mas Johan? Haruskah aku berpisah denganya? Ataukah aku harus memberi kesempatan padanya untuk yang kedua kali?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status