“Gimana, Roy? Kok kamu malah bengong aja sih?” tanya Miranda dengan nada protes yang jelas terdengar oleh Roy.“Apanya?” tanya Roy balik karena memang ia baru tersadar tentang bayangan Lisa.“Belanja perlengkapan bayinya lah! Apalagi kalau bukan itu? Tadi ‘kan kita lagi bahas itu, Roy!” gerutu Miranda lagi.“Besok aku kasih uangnya!”“Aku nggak mau uangnya aja. Aku mau ditemani sama kamu juga, Roy!” rengek Miranda pada Roy dan semakin membuat Roy merasa gerah.“Liat besok aja deh! Kalau aku nggak sibuk, kita pergi pas jam makan siang. Besok aku telpon kalau memang bisa, supaya kami siap-siap dan aku jemput. Atau mau janjian langsung ketemu di tempat belinya aja?”Roy sebenarnya malas sekali berurusan lagi dengan Miranda, apalagi tentang segala keperluan kehamilannya itu. Ia merasa tidak tertarik sama sekali untuk beberbelanja perlengkapan bayi itu bersama dengan Miranda.Tentu jauh berbeda dengan ketika ia masih bersama dengan Lisa dulu. Roy akan langsung bersemangat ketika Lisa menga
“Lisa! Jaga ucapan kamu! Bagaimanapun juga, Roy adalah suami kamu. Kamu pernah cinta mati dan menikmati semua yang ada pada dirinya juga!” kecam Miranda dengan sombong pada Lisa.“Tentu saja aku nggak akan lupa semua itu, Miranda sayangku. Roy adalah suami yang sangat aku sayangi dan aku sanjung. Aku dewakan karena cintanya padaku yang tak perlu aku ragukan lagi! Tapi, semenjak dia masuk dalam tumpukan sampah yang kau tawarkan, maka habis sudah lah semua perasaanku padanya. Bukannya sampah memang harus berakhir pada tempatny?” tanya Lisa lagi dengan angkuh.“Sekarang kau menghinanya, padahal dulu kau sangat menyanjungnya!” sindir Miranda ketus.“Aku akan melakukan apa yang orang lain lakukan padaku, Miranda. Jika kau ingin melihat bagaimana sikapku padamu, maka perhatikan dulu bagaiman cara kau bersikap padaku. Aku akan berbuat baik ketika orang itu melakukan setidaknya setitik kebaikan saja padaku. Namun, sebaliknya! Aku akan membalas dengan kejam jika orang itu melukai hatiku walau
“Ke mana kamu akan membawaku?” tanya Miranda pada Lisa sambil berusaha menahan rasa sakit perutnya itu.Miranda menyandar pada kursi belakang dan Lisa menyetir mobil sendirian di depan. Lisa memang berkali kali tersenyum di depan, dan hal itu membuat Miranda merasa sedikit ngeri karena berpikir pasti Lisa punya niat jahat padanya saat ini.“Bukannya kamu perlu ke rumah sakit? Aku hanya akan membawamu ke rumah sakit, Miranda!” jawab Lisa dengan tegas dan wajahnya kembali berubah menjadi sangat serius.“Bohong! Kamu pasti mau melakukan sesuatu sama aku dan calon anakku ini ‘kan? Kamu nggak akan bawa kami ke rumah sakit karena kamu pasti nggak ingin anak Roy ini lahir!” tuduh Miranda pada Lisa dengan sedikit berteriak.“Bohong kamu bilang? Buang pikiran burukmu itu, Mir! Jangan karena kamu adalah orang yang licik dan penuh kebohongan, jadi kamu menganggap aku akan seperti kamu juga!” bantah Lisa terus terang pada Miranda dengan perasaan jengkel dan nada bicara yang kesal.Miranda tidak b
Tidak ada perasaan cemburu atau sakit hati yang Lisa rasakan ketika mendengar Miranda mengeluh manja pada Roy dari panggilan telepon itu. Justru Lisa tersenyum miris melihat nasib Miranda yang bahkan tidak dipedulikan ketika akan melahirkan. Itu semua karena telepon itu sengaja diaktifkan tombol pengeras suaranya oleh Miranda.Niatnya tentu saja agar Lisa mendengar percakapannya dengan Roy. Namun, yang membuat Miranda merasa malu dan semakin meringis kesakitan adalah ketika mendengar jawaban dari Roy di seberang sana.“Berjuang saja dulu sendiri, ya. Aku masih ada rapat dengan klien dari Jepang dan nggak bisa ditinggal. Pokoknya kamu semangat dan nanti kalau udah selesai aku pasti ke sana,” ucap Roy dengan nada datar. Lisa bahkan tidak dapat mendengar nada khawatir dari Roy dan ia sebenarnya tidak terlalu peduli pada semua itu. Lisa tidak ingin ikut campur atau terlibat lagi tentang Miranda dan calon anaknya bersama Roy.Ia memutuskan untuk segera meninggalkan rumah sakit dan pergi k
“Ke mana kita?” tanya dokter Lukman pada Lisa saat kendaraan roda empatnya itu sudah melaju di jalanan.Lisa masih mengintip laman sosial medianya dan melihat di sana Roy memposting sebuah foto mesra dengan seorang perempuan muda yang cantik dan seksi. Tentu, dulunya Miranda yang kini sedang bertaruh nyawa demi anaknya itu juga memiliki semua kriteria itu.Namun, tidak ada terbesit rasa marah sedikit pun dalam hati Lisa pada postingan itu. Lisa justru merasa kasihan pada Miranda karena ternyata pada akhirnya karma itu berbalas.Meskipun Lisa tidak tahu pasti siapa wanita dalam foto yang diunggah oleh Roy itu, akan tetapi dapat Lisa pastikan bahwa hubungan mereka tidak sekedar teman biasa saja. Perempuan itu tampak bergelayut manja pada lengan Roy dan Roy pun tampak tersenyum lepas seperti tidak ada beban sama sekali. Itu pertanda dia memang menikmati atau menyukai wanita itu. Tentu Lisa sangat tahu dan hafal bagaimana cara Roy bersikap. “Tuhan itu Maha Adil dan Bijaksana, Luke! Terny
Lisa dan dokter Lukman akhirnya mampir ke sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota itu. Sebuah mall yang tentu saja menjadi sarang dari segala macam benda dan makanan. Ratusan, bahkan mungkin ribuan manusia datang ke sini setiap harinya. Mereka berdua berjalan menyusuri setiap tempat yang ada di dalam mall itu. Tujuan mereka memang hanya ingin bersantai dan menikmati siang ini tanpa memikirkan masalah apapun. Lisa masih merasa kenyang, jadi ia menolak tawaran dokter Lukman untuk makan di sebuah resto yang ada di lantai empat mall itu. Seperti sepasang kekasih, keduanya terus berjalan dan beberapa kali berhenti di pagar pembatas dan melihat ke bawah. Ramainya pengunjung yang datang juga mampu membuat mata dan pikiran Lisa sedikit tenang dan melupakan kejadian yang sudah terjadi tadi antara dia dan Miranda. Lisa lebih rileks saat ini karena dokter Lukman juga sangat pandai membawakan diri dalam suasana saat ini. Membuat Lisa merasa nyaman dan tidak terbebani adalah tujuan dokter Lu
“Lisa … enak sekali hidup kamu sekarang, ya? Pantasan minta cerai sama aku dan ambil semua hartaku! Sekarang kamu malah berfoya-foya bersama laki-laki berkedok dokter itu,” gumam Roy dari kejauhan ketika melihat Lisa berjalan bersama dokter Lukman dengan banyak sekali paper bag yang mereka tenteng.Roy memang sedang berada di mall itu juga dengan seorang wanita yang tak lain adalah sekretaris barunya. Perempuan bernama Fanya itu baru dua bulan ini bekerja pada perusahaan Roy dan ia sama sekali tidak pernah tahu tentang kehidupan rumah tangga Roy. Baik itu dengan Lisa maupun dengan Miranda.Fanya sudah tergoda bujuk rayu Roy yang memang merasa jenuh dengan Miranda. Ia merasa Miranda sudah tidak semenarik dan tidak sehot dulu lagi ketika berada di ranjang. Itu sebabnya dia ingin mencari pelampiasan pada wanita yang lain.Pilihan Roy jatuh pada Fanya ketika mereka tidak sengaja bertabrakan dan file yang dibawa Fanya jatuh berantakan. Bola mata Roy justru tertuju pada bongkahan kenyal yan
‘Bagus. Nggak akan susah dapetin perempuan matre kayak dia. Aku nggak bisa lagi bersama Lisa. Miranda juga udah mulai nggak nikmat. Jangan salahkan aku kalau sekarang aku jadi brengsek!’ bathin Roy dalam hati dan kemudian melingkarkan sebelah tangannya ke pinggang ramping Fanya.“Kalau gitu, sekarang temani aku ke hotel dulu, ya. Satu jam lagi ada meeting sama klien di Hotel Sinar. Jadi, kita tunggu di sana aja sambil ganti pakaian. Udah keliling dari tadi, pasti kamu udah gerah dan nggak nyaman kan?” ajak Roy pada Fanya dengan penuh percaya diri.“Eh … nggak apa-apa, Pak. Masih nyaman kok, soalnya kan kita di mall ruangan full AC. Jadi, nggak berkeringat juga,” tolak Fanya yang sebenarnya merasa sedikit takut jika dibawa ke hotel.“Tapi aku nggak nyaman. Aku mau mandi dan ganti baju dulu. Kamu tau kan kalau aku orang yang cinta kebersihan?” tanya Roy mendominan situasi dan membuat Fanya tidak bisa lagi membantah.“I-iya, Pak. Aku ngikut aja, Pak!”“Nah, gitu, dong! Ikut aja apa kata