Ferdi kembali memeluk tubuh sang istri. Seolah-olah ia tak mau beranjak dari tempat tidur dan melakukan aktivitas lain. “Anita, Ferdi, kalian tak mau makan malam?” Sang ibu mengetuk pintu kamar pengantin baru itu. Anita gegas menjawabnya dan langsung membersihkan diri. Ferdi pun menyusul mandi setelah Anita selesai. Ferdi lupa jika mertuanya meminta mereka turun untuk makan malam, tapi karena terbuai dengan keindahan dari sang istri, ia menjadi lupa diri.“Aku lupa kalau mama menunggu kita makan.” Ferdi sembari memakai kaos baru bilang pada Anita.“Untung sudah selesai,” ujar Anita sembari mengerucutkan bibir.Anita langsung gegas ke luar kamar dan menuju meja makan. Ia merasa tidak enak dengan sang ibu yang menunggunya sejak tadi. Alibi mandi membuat sang ibu mengernyitkan kening melihat rambut basah sang anak. Saat Ferdi datang pun wanita tua itu hanya tersenyum melihat keduanya berambut basah.“Ayo makan, mama sih sudah makan. Tinggal menunggu kalian saja,” ujar sang ibu.Ferdi t
Bastian sudah kembali ke rumah, tapi sang ibu berbohong tentang rumah yang ia tinggali selama ini. Bastian awalnya menolak saat pulang dan melihat Sandrina ada di rumah ibunya. Apalagi harus tinggal bersama dengan orang yang mengaku istrinya itu. “Apa enggak bisa dia tinggal di tempat lain?” Bastian menatap tidak suka pada Sandrina. Sandrina menarik napas panjang, ia merasa seperti kala itu. Saat sang suami belum mencintainya. Tatapan tajam khas Bastian saat belum menerima dirinya menjadi istri. Ia kembali sedih karena harus menerima tatapan seperti itu.“Mas, maafkan saya. Saya itu bekerja di sini, jadi pembantu. Membatu keperluan Ibu, waktu itu aku mengaku istri Mas, karena ibu enggak suka sama Mbak Alika, jadi aku deh di suruh pura-pura biar Mas Bas ingat,” ujar Bastian.“Dia bukan pembantu, tapi asisten ibu di kantor. Untuk sementara dia tinggal di rumah ibu. Apa salah?” tanya sang ibu.“Terserah, aku mau ke kamarku.” Bastian melangkah meninggalkan Sandrina dan ibunya. Sementar
Bastian mengantar Alika ke halaman rumah, Bu Hana sudah menyuruh wanita tak tahu malu itu pulang karena sudah malam. Alika begitu manja hingga meminta sang kekasih mengantarnya ke mobil.“Kamu hati-hati,” ujar Bastian.Pria itu berdiri tidak jauh dari Alika, perempuan itu berharap ada ciuman perpisahan. Akan tetapi, ia bingung kenapa bisa Bastian hanya berdiri dan tak menghampirinya. Merasa penasaran, Alika menghampiri dan mencium pipinya.Wajah Bastian tak seperti biasanya, ia merasa aneh saat Alika me ciumnya. Perasannya ingin mendorong tubuh itu menjauh darinya.“Nite, Yang.”“Nite, to.”Alika masih berharap Bastian membalas ciumannya. Akan tetapi, pria itu bergeming di tempatnya. Wajahnya masam, lalu melangkah masuk mobil dan langsung melaju dengan kencang.Bastian terkesiap melihat Alika seperti kesetanan. Sementara, dari balik jendela Sandrina menatap penuh emosi sang suami di cium perempuan iblis. Tangannya mengepal keras dan mencoba menahannya.“Sampai kapan aku harus seperti
Alika terkejut saat ia turun dari mobilnya, Dimas sudah berdiri di hadapannya. Rasa cemas pun selalu menghampiri saat bertemu dengan pria itu. Alika mencoba menghindar, tapi Dimas mencegahnya.“Aku mau bicara, sebentar saja,” pinta Dimas. “Tidak ada yang harus kita bicarakan lagi,” tutur Alika. Alika berusaha menghindar, tapi Dimas kembali mengejarnya. Pria itu ingin mengatakan sesuatu sebelum ia pergi dari Jakarta. Ia memutuskan bertemu dengan Alika pun karena mendengar cerita Ferdi. Ia merasa hal yang di lakukan wanita itu tidak benar. “Apa tidak sebaiknya kamu berhenti memanfaatkan amnesianya Bastian?” Dimas langsung bertanya perihal kebenaran yang ungkapkan Ferdi. Alika menoleh, ia keberatan dengan apa yang dikatakan Dimas. Ia bukan memanfaatkan, tapi hanya keberuntungan kembali merebut hati kekasihnya. “Alu tidak memanfaatkannya, tapi memang Bastian seharusnya kembali sama aku. Jangan pernah mengatakan aku mengambil kesempatan karena Tuhan tahu kalau aku yang berhak atas Bas
Sandrina melihat Seno kesusahan membawa beberapa pesanan. Ia memanggil pria itu dan berniat menantunya. Seno pun menghampiri Sandrina dan meminta tolong memberikan teh hangat untuk Pak Bastian.Wajah Sandrina semringah saat ada kesempatan untuk masuk ke ruangan sang suami. Ia bisa melihat wajah pria itu karena sejak tadi ia tidak melihatnya. Sandrina gegas masuk dan membawakan teh hangat itu.Setelah perintah masuk dari dalam terdengar, Sandrina langsung bergegas masuk dan memberikan teh hangat itu. Bastian mengernyitkan dahi melihat kedatangan Sandrina di ruang kerjanya.“Kamu sedang apa di sini?” tanya Bastian.“Kamu enggak lihat aku sedang memberikan minuman padamu? Kenapa?”“Ini tugas OB, bukan kamu.” Sedikit marah, ia tidak suka jika karyawannya malah bermain di jam yang seharusnya ia bekerja.Sandrina tidak peduli, ia malah tersenyum melihat kemarahan sang suami. Lalu, kembali ke luar walau ia masih ingin melihat pria itu. Sandrina di panggil keruangan marketing untuk membahas p
Alika menggandeng Bastian sepanjang mal, tapi pria itu bersikap dingin. Sampai perempuan itu mulai jenuh dan bosan. Padahal sejak tadi ia aktif berbicara, tapi sang kekasih malah diam saja. Alika mulai jenuh dengan hal itu, memang sejak kecelakaan itu yang diingat adalah dirinya, tapi sikap pria itu angkat berubah.Bastian pun menyadari bagaimana bisa ia merasa aneh dengan Alika. Jalan bersama kekasihnya malah tak ada sedikit pun rasa. Hanya perasaan malas dan entah malah pikirannya tertuju pada Sandrina.Benar saja, ia melihat Sandrina di sebuah restoran bersama tim barunya, marketing juga ada Anjas si pria buaya. Memang tadi Sandrina izin kalau ingin pergi makan sepulang kerja, tapi malah ia ingin mengikuti ke mana wanita itu. Maka dari itu dia mengajak Alika ke mal untuk mencari Sandrina.“Lik, itu tim marketing di kantor aku. Kita ke sana sebentar,” pinta Bastian.Alika mengerucutkan bibir, ia melihat ada Sandrina juga. Tangan perempuan itu menarik Bastian untuk tidak pergi mengha
Sebulan KemudianSemakin hari Bastian merasa bingung dengan keadaan. Alika yang terus saja mengejarnya, tapi dia malah tidak ada perasaan sama seperti dulu. Bastian mengacak-acak rambutnya, ia merasa sangat kacau apalagi saat melihat Sandrina ada di dapur dengan baju tidur tipis yang membuat ia merasa bergetar.“Kamu sedang apa di sana? Mau makan lagi?” tanya Sandrina.“Enggak, hanya haus.” Bastian gegas mengambil air.Sandrina merasa aneh dengan Bastian, ia gegas pergi ke kamarnya. Sedikit ia mengintip dari daun pintu saat pria itu kembali memerhatikan dirinya. Ia merasa ada hal yang aneh dengan sang suami.Bastian kembali ke kamarnya, ia membuka pesan masuk dari Alika. Wanita itu mengatakan sedang sakit dan meminta besok Bastian menengoknya. Ia menatap layar pipij itu, apa yang ia rasa tak sama. Malah, lebih cemas saat Sandrina kepleset dari pada mendengar Alika sakit.“Aku ini kenapa?” Bastian bergumam sendiri.Bastian mencoba mengingat hal pertanya yang ikatan Sandrina saat ia sad
Suasana semakin tegang, akhirnya Sandrina memutuskan izin bekerja dan sama halnya dengan Bastian yang tak datang ke kantor. Masalah yang diberikan Alika sangat besar, pasalnya ia memegang teguh jika tak akan menyentuh Alika sebelum mereka resmi menikah.Ferdi dan Anita pun datang untuk membantu menyelesaikan masalah itu. Anita berpikir rasanya tidak mungkin jika Bastian melakukan ha itu.“Kamu bilang, Bastian itu enggak pernah menyentuh kamu kecuali berciuman. Kayanya kamu salah, apa kamu pura-pura lupa siapa yang meniduri kamu.” Kalimat menohok membuat Alika tak berkutik.Selama ini memang Alika sering curhat pada Anita. Apalagi tentang Bastian yang terlalu baik menjaganya hingga tidak pernah menyentuhnya.“Jangan sok tahu, masa sih aku menceritakan pada orang lain bagaimana aku pacaran. Kamu jangan memfitnah aku, mentang-mentang kamu sudah menikah dengan Ferdi dan aku tahu sebenarnya karena harta, kan?” Wajah angkuh Alika membuat Anita geram.“Jaga bicara kamu, Alika. Dia istriku da