Share

TRAGEDI DI MASA LALU

Hanami Eveline. Gadis kecil yang dilahirkan dari keluarga yang memiliki banyak kisah dramatis yang tragis. Hari dimana dia dilahirkan, hari itu pula yang menjadi awal dari seluruh bencana yang ada di kehidupannya sampai saat ini.

“Sayang ... Kok kamu nggak pernah makan di rumah? Masakan ibu nggak enak ya?” ucap Bu Dewi dengan wajah yang memelas. Dia duduk mendekati Eveline yang tengah mengerjakan soal matematika di ruang tamu.

Semakin lama, tubuh Bu Dewi semakin dekat dengan tubuh putrinya.

Membuat Eveline tidak nyaman.

“Eveline, kok kamu diam aja, nak? Masakan ibu pasti nggak enak ya..,” lanjut Bu Dewi.

Eveline hanya terdiam sambil terus menggerakkan pensil di jemarinya untuk menghitung rumus-rumus yang memusingkan. Bahkan tatapan matanya tidak berpindah sekali pun.

                                                               (FLASHBACK: Hari Kelahiran Eveline)

Semua masalah terjadi tentu memiliki akar dan permulaan yang tak biasa. Sebuah percikan api yang lambat laun menjadi kobaran api besar yang melahap segalanya.

Beberapa tahun lalu, saat dimana Eveline dilahirkan, hal yang tidak diinginkan terjadi oleh keluarga Eveline.

Pak Fero, menggugat cerai Bu Dewi secara paksa. Secara sepihak.

Permintaan cerai itu didasari dengan alasan bahwa Pak Fero lebih memilih seorang mahasiswi muda di salah satu universitas swasta kota tersebut. Di belakang Bu Dewi, suami yang ia anggap bertanggung jawab itu telah berpacaran dengan gadis belia di luar sana.

Pak Fero tegas meminta cerai beberapa menit setelah Eveline lahir. Tanpa memikirkan perasaan Bu Dewi sedikit pun. Tanpa memikirkan bayi mungil yang kulitnya masih kemerahan itu.

Dengan merangkul mesra mahasiswi yang dibawa Pak Fero ke kamar bersalin Bu Dewi, dia menalak wanita cantik yang tengah kehabisan tenaga setelah melahirkan putri mereka.

Dengan bengis.

Dengan egois.

Sayangnya, permasalahan itu kian memanas saat Nenek Lasmini ikut andil. Wanita tua itu sama sekali tidak menyetujui tindakan Pak Fero.

Pertengkaran hebat antara Nenek Lasmini dan Pak Fero terjadi di ruang bersalin dengan teramat ricuh.

Dua wanita yang berstatus istri dan selingkuhan Pak Fero hanya menyaksikan pertengkaran itu dengan wajah tegang. Tidak ada yang berani melerai. Sedang bayi Eveline terus menangis tak kunjung berhenti.

Lantas, siapa yang memenangkan pertengkaran?

Tragisnya, pertengkaran itu berakhir dengan kematian Nenek Lasmini yang tak terduga. Penyakit jantung Nenek Lasmini seketika kambuh dan membunuhnya tepat di hadapan Pak Fero. Tepat di depan mata putranya.

Hanya satu kalimat yang keluar dari mulut Nenek Lasmini sebelum menghembuskan napas terakhirnya.

“Jangan bercerai! Kalau kamu nekat meninggalkan keluargamu, aku bersumpah atas nama Tuhan. Aku tidak akan sudi menjadi ibumu lagi sampai aku menjadi mayat! Sampai di akhirat.”

Hal itulah yang didengar oleh semua orang yang ada di ruangan bersalin saat itu.

Semua orang terpukul. Pak Fero yang biasanya adalah “anak mama” yang manja kepada Nenek Lasmini sejak kecil, dunianya serasa hancur melihat ibunya meninggal di depan matanya karena sebuah pertengkaran. Ada penyesalan yang ia rasakan. Sayangnya, rasa kehilangan itu ia limpahkan kepada Bu Dewi. Bagi Pak Fero, Bu Dewi lah yang menyebabkan tragedi itu.

Persalinan Bu Dewi lah yang dianggap sebagai alasan kematian Nenek Lasmini.

Tak kalah terpukul, justru Bu Dewi adalah orang yang paling terluka dari insiden tersebut.

Di saat kondisi psikologisnya yang belum membaik setelah melahirkan, dia harus melihat suaminya membawa seorang gadis muda yang diakui sebagai pacar barunya. Bu Dewi juga harus melihat mertuanya meninggal di depan matanya. Baby blues yang ia alami ditambah dengan kejadian mengejutkan hari itu, menyebabkan kondisi kejiwaannya semakin mengkhawatirkan.

Sejak saat itu, Bu Dewi mengidap Dissociative Identity Disorden (DID) atau penyakit kepribadian ganda karena mengalami kejadian traumatik yang membuatnya syok berat. Meski gejalanya bertahap, perilaku Bu Dewi memang seringkali sudah terbilang tidak wajar.

Penyakit kejiwaan ini ditandai dengan perubahan sikap Bu Dewi yang sangat drastis. Bagai memiliki dua sisi seperti koin.

Di satu sisi, Bu Dewi menjadi sosok ibu yang baik dan normal. Layaknya ibu lain yang baru saja memiliki seorang anak. Masih dengan bangganya memamerkan putri semata wayangnya ke orang-orang.

Sedangkan sisi satunya lagi, Bu Dewi berubah menjadi seorang wanita kejam yang meluapkan seluruh kebenciannya.

Seluruh sakit hatinya kepada Pak Fero, seluruh ketidakadilan yang ia dapatkan, semuanya ia luapkan. Dia menjadi sosok yang temperamen dan keji. Menjadi sosok yang tidak berbelas kasih. Sering kali, ia menyakiti orang lain secara fisik. Dan target empuk yang bisa ia habisi dengan mudah adalah Eveline.

Satu bulan setelah kelahiran Eveline adalah bagian yang terburuk. Baby blouse yang dibarengi dengan DID, membuat Bu Dewi beberapa kali ingin membunuh Eveline yang masih bayi. Bu Dewi juga beberapa kali mencoba bunuh diri. Dia tidak segan memasukkan Eveline ke dalam bak mandi yang penuh air atau mengikat tubuh Eveline di atas meja.

Untungnya, ada satu sosok yang selalu menghentikan Bu Dewi saat berbuat nekat. Sosok yang selalu menolong Eveline agar nasibnya tidak berakhir naas.

Sosok itu adalah Tante Yosina.(

KEMBALI KE MASA SEKARANG)

“Enggak kok, bu.. Bukan begitu..,” jawab Eveline lirih.

Mata Bu Dewi sedikit berkaca-kaca. Melihat putrinya seperti tidak menyukai masakannya, rasa bersalah dan sedih timbul di hatinya. Dia merasa menjadi seorang ibu yang gagal dalam menghidupi anaknya.

“Nak.. ibu memang banyak melakukan kesalahan. Tapi, ibu akan senang kalau kamu mau makan masakan ibu setiap hari,” Bu Dewi semakin menghiba. Suaranya sangat lembut.

Melihat ibunya yang demikian, sama sekali tidak menggerakkan hati Eveline untuk menenangkan atau menghibur ibunya. Saat ini, sisi baik ibunya sedang nampak. Suaranya bahkan menjadi selembut sutera.

“Apa dia nggak ingat kemarin udah maki-maki aku di depan kamar mandi!” batin Eveline. Matanya melirik ke arah ibunya yang duduk di sampingnya.

“Besok ibu masakin makanan favorit kamu, ya? Soto ayam, kan? Ibu janji akan masakin soto ayam sebelum kamu berangkat ke sekolah,” ucap Bu Dewi sambil mengelus kepala Eveline.

Eveline tidak menjawab sepatah kata pun. Yang ada di dalam hatinya hanyalah kebencian. Entah sisi apa yang ibunya tampilkan, ia tetap membencinya. Baik ayah atau ibunya, Eveline teramat sering mengutuk keberadaan mereka dari dalam hati!

Sayangnya, Eveline juga adalah anak yang sangat rapuh. Mentalnya tidak cukup kuat untuk menghadapi perilaku orang tuanya.

“Bu, Eveline ke kamar ya .. Eveline mau istirahat,” Eveline beranjak meninggalkan ibunya. Dia kemasi pekerjaannya dan berjalan perlahan ke arah pintu kamarnya. Berjalan membelakangi ibunya yang duduk seorang diri.

Tap ..

Tap ..

Tap ..

Baru beberapa langkah Eveline berjalan ..

"Hey anak aneh! Mau kemana kamu?! Kenapa kamu nggak bersih-bersih rumah? Kamu sengaja mau buat saya marah, ya!!” bentak Bu Dewi.

Sisi gelap Bu Dewi, kambuh lagi ..

Tanpa pemicu.

“Kamu itu bukan anak kecil lagi! Harusnya kamu bisa mengurus semua urusanmu sendiri. Kamu di sini bukan ratu atau kepala suku!!!” lanjut Bu Dewi.

“Iya, Bu .. Maaf .. Eveline yang salah,” sahut Eveline. Mengucapkan kata sindiran sok merasa bersalah agar ibunya senang.

Meski batin Eveline menolak mentah-mentah.

Hari ini, rasa takut Eveline sedikit tertutupi oleh amarah dan kekesalan. Eveline yang biasanya ketakutan dan gemetaran ketika ibunya menunjukkan sisi jahatnya, hari ini berbeda.

“Kenapa aku tiba-tiba jadi kesal ya .. Sebelum menstruasi, aku nggak pernah kesel kalau ibu marah-marah,” batin Eveline dalam benaknya.

“Kamu mau jadi kayak ayah kamu?! Udah tua tapi nggak tahu malu!! Masih untung kalau punya uang. Tapi, nyatanya apa? Sepeser pun nggak pernah ngasih. Kalau saya nggak kerja, kalian semua nggak akan bisa makan!” ucap Bu Dewi dengan nada tinggi.

Eveline tetap mengabaikan ibunya yang tengah mengomel.

Setidaknya, Bu Dewi masih memiliki sedikit hati nurani untuk memberi makan keluarganya. Bu Dewi juga masih bersedia menyekolahkan Eveline sampai detik ini.

Tentu saja semua itu berkat bantuan "sisi baik" Bu Dewi.

Walau pun sisi jahat mendominasi dirinya, sepertinya dia masih menyadari bahwa dia adalah seorang ibu dan seorang istri.

Alasan lain yang sudah pasti mendasari Bu Dewi untuk merawat Eveline, tak lain dan tak bukan adalah karena kecintaannya kepada mendiang ibu mertuanya. Bagaimana pun juga, Eveline adalah cucu kandung Nenek Lasmini.

Bu Dewi dan Pak Fero, dua-duanya terjebak dalam rasa sayangnya kepada Nenek Lasmini. Pesan sang nenek sebelum meninggal, membuat keluarga kecil Bu Dewi tetap terbangun dalam satu atap meski pun semuanya berantakan.

“Udah lah ... Lupain aja soto ayam besok .. Kemungkinan besok pagi ibu masih "jahat" kayak ini,” celetuk Eveline sambil melanjutkan langkah kakinya menuju kamarnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status