Home / Young Adult / Merpati Tanpa Sayap / TRAGEDI DI MASA LALU

Share

TRAGEDI DI MASA LALU

Author: ICETEA
last update Last Updated: 2021-06-17 12:32:30

Hanami Eveline. Gadis kecil yang dilahirkan dari keluarga yang memiliki banyak kisah dramatis yang tragis. Hari dimana dia dilahirkan, hari itu pula yang menjadi awal dari seluruh bencana yang ada di kehidupannya sampai saat ini.

“Sayang ... Kok kamu nggak pernah makan di rumah? Masakan ibu nggak enak ya?” ucap Bu Dewi dengan wajah yang memelas. Dia duduk mendekati Eveline yang tengah mengerjakan soal matematika di ruang tamu.

Semakin lama, tubuh Bu Dewi semakin dekat dengan tubuh putrinya.

Membuat Eveline tidak nyaman.

“Eveline, kok kamu diam aja, nak? Masakan ibu pasti nggak enak ya..,” lanjut Bu Dewi.

Eveline hanya terdiam sambil terus menggerakkan pensil di jemarinya untuk menghitung rumus-rumus yang memusingkan. Bahkan tatapan matanya tidak berpindah sekali pun.

                                                               (FLASHBACK: Hari Kelahiran Eveline)

Semua masalah terjadi tentu memiliki akar dan permulaan yang tak biasa. Sebuah percikan api yang lambat laun menjadi kobaran api besar yang melahap segalanya.

Beberapa tahun lalu, saat dimana Eveline dilahirkan, hal yang tidak diinginkan terjadi oleh keluarga Eveline.

Pak Fero, menggugat cerai Bu Dewi secara paksa. Secara sepihak.

Permintaan cerai itu didasari dengan alasan bahwa Pak Fero lebih memilih seorang mahasiswi muda di salah satu universitas swasta kota tersebut. Di belakang Bu Dewi, suami yang ia anggap bertanggung jawab itu telah berpacaran dengan gadis belia di luar sana.

Pak Fero tegas meminta cerai beberapa menit setelah Eveline lahir. Tanpa memikirkan perasaan Bu Dewi sedikit pun. Tanpa memikirkan bayi mungil yang kulitnya masih kemerahan itu.

Dengan merangkul mesra mahasiswi yang dibawa Pak Fero ke kamar bersalin Bu Dewi, dia menalak wanita cantik yang tengah kehabisan tenaga setelah melahirkan putri mereka.

Dengan bengis.

Dengan egois.

Sayangnya, permasalahan itu kian memanas saat Nenek Lasmini ikut andil. Wanita tua itu sama sekali tidak menyetujui tindakan Pak Fero.

Pertengkaran hebat antara Nenek Lasmini dan Pak Fero terjadi di ruang bersalin dengan teramat ricuh.

Dua wanita yang berstatus istri dan selingkuhan Pak Fero hanya menyaksikan pertengkaran itu dengan wajah tegang. Tidak ada yang berani melerai. Sedang bayi Eveline terus menangis tak kunjung berhenti.

Lantas, siapa yang memenangkan pertengkaran?

Tragisnya, pertengkaran itu berakhir dengan kematian Nenek Lasmini yang tak terduga. Penyakit jantung Nenek Lasmini seketika kambuh dan membunuhnya tepat di hadapan Pak Fero. Tepat di depan mata putranya.

Hanya satu kalimat yang keluar dari mulut Nenek Lasmini sebelum menghembuskan napas terakhirnya.

“Jangan bercerai! Kalau kamu nekat meninggalkan keluargamu, aku bersumpah atas nama Tuhan. Aku tidak akan sudi menjadi ibumu lagi sampai aku menjadi mayat! Sampai di akhirat.”

Hal itulah yang didengar oleh semua orang yang ada di ruangan bersalin saat itu.

Semua orang terpukul. Pak Fero yang biasanya adalah “anak mama” yang manja kepada Nenek Lasmini sejak kecil, dunianya serasa hancur melihat ibunya meninggal di depan matanya karena sebuah pertengkaran. Ada penyesalan yang ia rasakan. Sayangnya, rasa kehilangan itu ia limpahkan kepada Bu Dewi. Bagi Pak Fero, Bu Dewi lah yang menyebabkan tragedi itu.

Persalinan Bu Dewi lah yang dianggap sebagai alasan kematian Nenek Lasmini.

Tak kalah terpukul, justru Bu Dewi adalah orang yang paling terluka dari insiden tersebut.

Di saat kondisi psikologisnya yang belum membaik setelah melahirkan, dia harus melihat suaminya membawa seorang gadis muda yang diakui sebagai pacar barunya. Bu Dewi juga harus melihat mertuanya meninggal di depan matanya. Baby blues yang ia alami ditambah dengan kejadian mengejutkan hari itu, menyebabkan kondisi kejiwaannya semakin mengkhawatirkan.

Sejak saat itu, Bu Dewi mengidap Dissociative Identity Disorden (DID) atau penyakit kepribadian ganda karena mengalami kejadian traumatik yang membuatnya syok berat. Meski gejalanya bertahap, perilaku Bu Dewi memang seringkali sudah terbilang tidak wajar.

Penyakit kejiwaan ini ditandai dengan perubahan sikap Bu Dewi yang sangat drastis. Bagai memiliki dua sisi seperti koin.

Di satu sisi, Bu Dewi menjadi sosok ibu yang baik dan normal. Layaknya ibu lain yang baru saja memiliki seorang anak. Masih dengan bangganya memamerkan putri semata wayangnya ke orang-orang.

Sedangkan sisi satunya lagi, Bu Dewi berubah menjadi seorang wanita kejam yang meluapkan seluruh kebenciannya.

Seluruh sakit hatinya kepada Pak Fero, seluruh ketidakadilan yang ia dapatkan, semuanya ia luapkan. Dia menjadi sosok yang temperamen dan keji. Menjadi sosok yang tidak berbelas kasih. Sering kali, ia menyakiti orang lain secara fisik. Dan target empuk yang bisa ia habisi dengan mudah adalah Eveline.

Satu bulan setelah kelahiran Eveline adalah bagian yang terburuk. Baby blouse yang dibarengi dengan DID, membuat Bu Dewi beberapa kali ingin membunuh Eveline yang masih bayi. Bu Dewi juga beberapa kali mencoba bunuh diri. Dia tidak segan memasukkan Eveline ke dalam bak mandi yang penuh air atau mengikat tubuh Eveline di atas meja.

Untungnya, ada satu sosok yang selalu menghentikan Bu Dewi saat berbuat nekat. Sosok yang selalu menolong Eveline agar nasibnya tidak berakhir naas.

Sosok itu adalah Tante Yosina.(

KEMBALI KE MASA SEKARANG)

“Enggak kok, bu.. Bukan begitu..,” jawab Eveline lirih.

Mata Bu Dewi sedikit berkaca-kaca. Melihat putrinya seperti tidak menyukai masakannya, rasa bersalah dan sedih timbul di hatinya. Dia merasa menjadi seorang ibu yang gagal dalam menghidupi anaknya.

“Nak.. ibu memang banyak melakukan kesalahan. Tapi, ibu akan senang kalau kamu mau makan masakan ibu setiap hari,” Bu Dewi semakin menghiba. Suaranya sangat lembut.

Melihat ibunya yang demikian, sama sekali tidak menggerakkan hati Eveline untuk menenangkan atau menghibur ibunya. Saat ini, sisi baik ibunya sedang nampak. Suaranya bahkan menjadi selembut sutera.

“Apa dia nggak ingat kemarin udah maki-maki aku di depan kamar mandi!” batin Eveline. Matanya melirik ke arah ibunya yang duduk di sampingnya.

“Besok ibu masakin makanan favorit kamu, ya? Soto ayam, kan? Ibu janji akan masakin soto ayam sebelum kamu berangkat ke sekolah,” ucap Bu Dewi sambil mengelus kepala Eveline.

Eveline tidak menjawab sepatah kata pun. Yang ada di dalam hatinya hanyalah kebencian. Entah sisi apa yang ibunya tampilkan, ia tetap membencinya. Baik ayah atau ibunya, Eveline teramat sering mengutuk keberadaan mereka dari dalam hati!

Sayangnya, Eveline juga adalah anak yang sangat rapuh. Mentalnya tidak cukup kuat untuk menghadapi perilaku orang tuanya.

“Bu, Eveline ke kamar ya .. Eveline mau istirahat,” Eveline beranjak meninggalkan ibunya. Dia kemasi pekerjaannya dan berjalan perlahan ke arah pintu kamarnya. Berjalan membelakangi ibunya yang duduk seorang diri.

Tap ..

Tap ..

Tap ..

Baru beberapa langkah Eveline berjalan ..

"Hey anak aneh! Mau kemana kamu?! Kenapa kamu nggak bersih-bersih rumah? Kamu sengaja mau buat saya marah, ya!!” bentak Bu Dewi.

Sisi gelap Bu Dewi, kambuh lagi ..

Tanpa pemicu.

“Kamu itu bukan anak kecil lagi! Harusnya kamu bisa mengurus semua urusanmu sendiri. Kamu di sini bukan ratu atau kepala suku!!!” lanjut Bu Dewi.

“Iya, Bu .. Maaf .. Eveline yang salah,” sahut Eveline. Mengucapkan kata sindiran sok merasa bersalah agar ibunya senang.

Meski batin Eveline menolak mentah-mentah.

Hari ini, rasa takut Eveline sedikit tertutupi oleh amarah dan kekesalan. Eveline yang biasanya ketakutan dan gemetaran ketika ibunya menunjukkan sisi jahatnya, hari ini berbeda.

“Kenapa aku tiba-tiba jadi kesal ya .. Sebelum menstruasi, aku nggak pernah kesel kalau ibu marah-marah,” batin Eveline dalam benaknya.

“Kamu mau jadi kayak ayah kamu?! Udah tua tapi nggak tahu malu!! Masih untung kalau punya uang. Tapi, nyatanya apa? Sepeser pun nggak pernah ngasih. Kalau saya nggak kerja, kalian semua nggak akan bisa makan!” ucap Bu Dewi dengan nada tinggi.

Eveline tetap mengabaikan ibunya yang tengah mengomel.

Setidaknya, Bu Dewi masih memiliki sedikit hati nurani untuk memberi makan keluarganya. Bu Dewi juga masih bersedia menyekolahkan Eveline sampai detik ini.

Tentu saja semua itu berkat bantuan "sisi baik" Bu Dewi.

Walau pun sisi jahat mendominasi dirinya, sepertinya dia masih menyadari bahwa dia adalah seorang ibu dan seorang istri.

Alasan lain yang sudah pasti mendasari Bu Dewi untuk merawat Eveline, tak lain dan tak bukan adalah karena kecintaannya kepada mendiang ibu mertuanya. Bagaimana pun juga, Eveline adalah cucu kandung Nenek Lasmini.

Bu Dewi dan Pak Fero, dua-duanya terjebak dalam rasa sayangnya kepada Nenek Lasmini. Pesan sang nenek sebelum meninggal, membuat keluarga kecil Bu Dewi tetap terbangun dalam satu atap meski pun semuanya berantakan.

“Udah lah ... Lupain aja soto ayam besok .. Kemungkinan besok pagi ibu masih "jahat" kayak ini,” celetuk Eveline sambil melanjutkan langkah kakinya menuju kamarnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Merpati Tanpa Sayap   DIMANA TANTE YOSINA?

    “Kamu kemana aja, sih? Katanya mau nungguin aku! Tapi, kok malah aku yang jadi nungguin kamu?! Kamu pergi kemana aja?!” omel Linda beruntun saat sosok Eveline muncul dan berjalan menghampiri dirinya dengan wajah cengar-cengir.Eveline menggaruk kepalanya. Melihat Linda yang sudah naik pitam dengan wajah tegang, Eveline merasa gemas sekaligus bersalah. Tidak disangka jika kebersamaannya dengan Bryan membuat Eveline lupa waktu dan terlambat kembali ke sekolah.“Maaf, Lin. Tadi aku nggak lihat jam. Jadinya yaaa … lupa. Hehehe. Jangan marah, dong,” ucap Eveline mendekati Linda yang duduk seorang diri di gazebo depan sekolah.Wajah Linda memang sudah merengut dengan alis mata yang turun tajam. Dahinya pun mengerut. Tapi, tentu saja Linda tidak akan terlalu mengambil hati keterlambatan Eveline. Perasaan yang ia rasakan hanyalah sebatas kesal yang umum terjadi. Tidak perlu diperpanjang.“Yaa … Oke. Tapi, nanti kamu mai

  • Merpati Tanpa Sayap   MESIN CAPIT BONEKA

    "Kalian berdua sengaja janjian bolos? Bry! Mama emang ngijinin kamu bolos sesekali. Tapi, ya jangan sering-sering, dong. Bukan karena nilai atau apanya. Tapi, Mama nggak mau dipanggil ke sekolah kalau kamu bermasalah. Mama nggak ada waktu. Nanti kalau kerjaan Mama nggak ada yang megang kan sayang banget," ucap Tante Mira mengomel.Bryan menjawab, "Iyaaaaa. Siap sistttt."Mata Tante Mira memicing kepada putra satu-satunya itu. Sebal sekaligus gemas saat Bryan mengolok atau menggodanya."Aku ini Mama kamu. Bukan kakak-kakak pedagang baju online. Seenaknya panggil sist ke Mama sendiri. Kamu pengen Mama dagang online beneran apa gimana?" omel Tante Mira lagi.Bryan menahan tawa. Tak beda dengan Eveline."Udah, udah. Ini! Koin buat kalian. Awas kamu Bry kalau minggu depan minta lagi. Mama jitak kamu sampai nangis," ucap Tante Mira sembari mengulurkan lima belas keping koin ke telapak tangan Bryan yang sudah menengadah."Woahhh. Siappp Mama cantik. Gini, dong

  • Merpati Tanpa Sayap   HELLO, BRYAN

    Entah kenapa Eveline merasa nyaman berbincang dengan teman barunya. Meski tidak terbilang baru karena mereka teman satu angkatan di sekolah, keduanya bahkan belum pernah saling bertatapan satu kali pun."Nggak apa-apa. Aku lagi males sekolah. Jadi aku ke sini," jawab Eveline ringan. Ekspresinya dibuat senormal mungkin untuk menutupi kebohongannya.Bryan mengangguk. Dia meneguk minuman botol miliknya dengan pembawaan yang keren. Laki-laki bermata sipit dan berambut lurus tebal itu menaikkan kaki kirinya dan ditumpangkan pada kaki kanannya. Sesekali, wajahnya ditolehkan untuk menatap sosok Eveline yang terus memperhatikannya dengan keheranan."Kamu juga bolos? Kenapa?" Eveline balik bertanya.Bryan menghela napas sekali. Menatap sekeliling selama beberapa detik."Aku nggak suka pelajaran Bahasa Indonesia. Jadi, aku kabur aja. Aku sering ke sini, kok. Soalnya Mama aku kerja di sini. Dia juga fine-fine aja kalau aku bolos. Katanya, sekolah itu harus tulus. Harus

  • Merpati Tanpa Sayap   BOLOS

    "Eve! Kamu ngapain berdiri di situ? Ayo masuk!" pekik Linda lantang.Perjalanan mereka ke sekolah cukup baik-baik saja hingga akhirnya Eveline mendadak menghentikan langkahnya saat hanya tinggal tiga langkah memasuki pintu gerbang sekolah."Kok kamu diem terus, sih! Kamu nggak mau masuk? Ada yang salah?" tanya Linda lagi.Linda heran melihat langkah kaki Eveline yang terhenti dengan tatapan mata ke arah depan. Entah apa yang tengah dipandang. Tapi, Eveline benar-benar terpaku bagai patung manekin."Aku ... hari ini nggak mau sekolah!" kata Eveline singkat.Kata-kata yang diucapkan Eveline sulit dimengerti oleh Linda. Perjalanan yang mereka berdua lalui dengan suka cita dan lantunan lagu-lagu riang, seketika sirna saat raut wajah Eveline berubah. Sepertinya, niat hati Eveline untuk bersekolah seketika hilang."Aku nggak siap ketemu sama Marsha dan gengnya hari ini. Aku hari ini mau kabur. Aku mau bolos," ucap Eveline lirih.Linda yang berdiri mengha

  • Merpati Tanpa Sayap   PASAR GELAP

    TokTokTokMalam baru saja tergantung di atas bumi. Bulan dan bintang-bintang tertempel dengan begitu rapi di dinding langit hingga membentuk suatu kenampakkan yang indah dari jendela kamar Eveline. Semuanya nampak cerah karena sedang musim kemarau. Bahkan tidak ada satu awan pun yang menutupi kilauan sang dewi malam.Seluruh anggota keluarga Eveline sudah berada di bawah satu atap rumah yang sama. Bu Dewi dan Pak Fero pun sibuk dengan dirinya masing-masing tanpa bertegur sapa.Hening.Tidak ada suara perbicangan sedikit pun.Eveline pun tengah meringkuk di atas tempat tidurnya yang hangat dengan mengenakan daster kecil bergambar melati putih. Memandang langit-langit kamarnya yang di tengahnya tergantung lampu bohlam berwarna kuning.Tapi, ketenangan malam yang seharusnya membuat keluarga Eveline ikut tenang, dikacaukan dengan suara ketukan pintu berulang yang cukup keras."Pak Fero!""Bos!""Permisi, Bos!"TokTok

  • Merpati Tanpa Sayap   SALAH TUDUH (BAGIAN 2)

    "Kamu kenapa bisa sampai diskors, Mas? Kamu salah apa? Terus, apa hubungannya sama aku, Alda, dan Vidia?" tanya Marsha menekankan.Mas Sagara menanggapi, "Jadi, bukan kalian yang ngelaporin aku ke Pak Teguh?"Alda menggelengkan kepalanya."Nggak, lah!!! Ngapain pake lapor-laporan! Kalau aku benci sama kamu, aku udah langsung pakai kekuatan Papaku buat ngeluarin kamu dari sekolah, Mas!! Mikir, dong! Jangan kayak gini! Kamu tu merasa difitnah tapi sekarang malah ngefitnah orang!" jawab Vidia tajam sinis. Kedua tangannya berkacak pinggang."Ada yang ngelaporin kamu ke Pak Teguh? Perkara apa?" sambung Marsha dengan tajam.Marsha berdecak. Menghela napas dalam."Mas Sagara buat masalah?" sambung Alda.Banyak pertanyaan dihujamkan bagai guyuran hujan. Membuat Mas Sagara yang semula kesal pada ketiga gadis didepannya, perlahan mulai melunak dan mengurangi kecurigaannya. Alisnya yang tajam turun pun sudah tidak nampak lagi.Mas Sagara menjelaskan deng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status