Merpati Tanpa Sayap

Merpati Tanpa Sayap

last updateLast Updated : 2021-09-24
By:  ICETEAOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
73 ratings. 73 reviews
20Chapters
4.6Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Kehidupan Eveline berjalan dengan kejam dan tragis. Gadis berusia 13 tahun yang baru saja duduk di bangku SMP, harus dihadapkan dengan pembullyan yang dilakukan oleh tiga gadis nakal. Dia juga harus menghadapi orang tuanya yang kasar dan suka menyakitinya baik secara fisik maupun psikis. Satu hal yang membuatnya bertahan adalah kasih sayang Tante Yosina, seorang transgender dan Linda, putri angkat Tante Yosina. Eveline juga mendapatkan kasih sayang seorang ayah dari Pak Setya, guru matematikanya yang merupakan ayah dari musuh Eveline. Picture in cover by Pixabay

View More

Chapter 1

PERMULAAN

“Ini.. apa? Apa aku kena penyakit mematikan? Kenapa bisa kayak gini?” Eveline panik sejadinya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat dingin yang menguncur membasahi dahi dan lehernya.

“Kenapa.. Ada darah?” Eveline semakin panik.

Sosok cantik bertubuh mungil dengan rambut panjang terurai tengah dibuat ketakutan oleh sesuatu yang baru pertama kali ia rasakan. Sepulang dari sekolahnya, ia segera berlari menuju kamar mandi dan mengunci dirinya selama tiga jam untuk menelaah apa yang tengah menerpa dirinya.

“Celanaku berdarah.. Apa aku kena kanker? Atau tumor? Atau.. gagal ginjal?” kata Eveline lemas.

Raut wajahnya kian panik dengan kepastian yang tidak kunjung ia dapatkan. Pikirannya pun sulit untuk berpikir jernih.

Matanya mengawang ke langit-langit. Dia sangat bertanya-tanya apa yang sebenarnya ia alami. Hanya dinding kamar mandi yang ia ajak bicara selama berjam-jam. Tanpa ada jawaban yang bisa meringankan beban pikirannya.

BRAKK! BRAKK!

“EVELINE! KELUAR! Ngapain aja kamu di kamar mandi? Kenapa lama banget!” bentak seseorang dari luar. Pintu kamar mandi itu dipukul berkali-kali dengan sangat brutal.

Bentakan itu sontak membuat Eveline merinding ketakutan.

"ANAK KURANG AJAR! Bisanya cuma jadi beban keluarga! Kapan kamu mau berhenti bikin orang tuamu kesal?!” lanjut suara itu.

Eveline yang semula sudah bergidik ngeri, ketakutannya semakin menjadi-jadi dengan adanya bentakan yang memekakkan telinga. Bukan pertama kalinya. Tapi, Eveline tetap tidak menyukainya.

Tapi, Eveline tak punya pilihan lain selain beranjak dari posisi duduknya.

Krieeet ...

Dengan tangan gemetaran, dibukanya pintu kamar mandi itu perlahan. Pintu dari seng yang menyebabkan bunyi khas ketika dibuka dan ditutup.

“ANAK YANG NGGAK TAHU DIUNTUNG!” suara wanita itu meninggi lagi setelah melihat tubuh Eveline basah kuyub tanpa mengenakan pakaian lengkap. Eveline hanya berdiri di ambang pintu kamar mandi dengan pakaian dalamnya yang sudah terkena air selama berjam-jam.

Penampilan gadis kecil itu benar-benar tidak enak dipandang.

Bu Dewi, ibu Eveline satu-satunya. Ibu yang melahirkan dia. Ibu yang membencinya setengah mati, berdiri di hadapan Eveline dengan mata terbuka lebar. Terlihat jelas dari raut wajahnya bahwa dia sangat marah dan naik pitam. Auranya mengerikan bagai dirasuki ratusan iblis.

“Maaf, Bu. Eveline tadi cuma..,” jawab Eveline lirih.

“APA? APA? BUANG-BUANG AIR!” ucapan Eveline terpotong oleh hardikan ibunya.

Gadis kecil itu hanya bisa menundukkan kepala. Seumur hidupnya, tidak pernah ada keberanian untuk saling bertatap mata dengan ibunya. Terlalu menakutkan.

“Maaf.. Eveline minta maaf, Bu..,” lanjut Eveline.

“Saya nggak butuh ucapan maaf dari kamu! Saya bahkan nggak peduli kamu mau hidup atau mati!” maki Bu Dewi.

Kata-kata kejam itu kembali menusuk-nusuk batin Eveline. Sudah ratusan kali Eveline mendengar kalimat itu. Tapi, masih saja menyakiti batinnya.

BRUKK ...

Saat Bu Dewi dan putrinya masih beradu pandang dalam tatapan yang nanar, sesuatu sedikit mengalihkan perhatian mereka.

Tanpa pertanda, sebuah sepatu pantofel tiba-tiba melayang tinggi dan jatuh tepat di dekat Bu Dewi dan Eveline dengan suara yang begitu keras. Membuat jantung Eveline serasa hendak terlepas dari dadanya karena saking kagetnya.

“Aaarrggg.. BERISIK! Diam kalian.. Ahh.. Hahahaha.. DIAM!” timpal Pak Fero, ayah Eveline. Wajahnya sayu dan kemerahan seperti baru ditampar berkali-kali.

Tapi, wajah aneh itu ternyata disebabkan oleh kemabukan Pak Fero yang sudah mencapai puncaknya. Titik di mana laki-laki itu tidak menyadari apa yang ia lakukan dan katakan.

Pak Fero mendekati kedua perempuan yang tengah bertikai dengan mata setengah terbuka dan sebuah botol minuman keras di genggaman tangannya. Ia berjalan sempoyongan dengan kekehan-kekehan kecil yang memuakkan.

Langkah kakinya bagai sebuah batang yang hendak tumbang. Terhuyung-huyung tak tentu arah.

“Ini lagi! Orang yang lebih nggak berguna datang! Kerjaannya cuma bisa mabuk, mabuk, dan mabuk! Bisa nggak sih sekali-kali pulang ke rumah bawa uang yang banyak! Kalau pulang cuma bawa bau menyengat, mendingan kamu tidur di luar!” hardik Bu Dewi sembari menatap suaminya yang sudah bertahun-tahun menjadi budak minuman beralkohol.

Tapi, pria keturunan Jepang itu tidak mengindahkan suara apa pun yang ditujukan padanya.

Pak Fero selalu pulang dengan keadaan yang serupa. Setengah sadar sambil berjalan terseok-seok. Dia selalu menimbulkan keributan dengan perilaku-perilaku anehnya saat mabuk. Hingga besoknya, ia selalu melupakan semua yang terjadi. Banyak hal konyol dan memuakkan yang sering Pak Fero lakukan ketika tengah dibuai pengaruh minuman keras. Tidur di kamar mandi, memasak sepatu dan kaus kakinya dalam sebuah panci, bahkan Pak Fero pernah mencuci mobilnya dengan saus kacang merah.

Esoknya, Pak Fero melupakan apa yang telah ia lakukan. Dia menjalani hidupnya tanpa beban dan tanpa rasa bersalah. Benar-benar menjijikkan. Tingkah konyol itu cukup untuk membuat Bu Dewi naik pitam hingga mengomel sepanjang hari.

Sayangnya, Pak Fero selalu tidak mempedulikan omelan yang ia dapatkan dengan alasan ‘aku kan tidak sadar’.

“Ahahaha.. Hahaha.. Dasar kalian perempuan merepotkan! Kalau bukan karena orang tuaku, kalian sudah aku tinggalkan dari dulu! HAHAHA..,” ucap Pak Fero lagi.

Bu Dewi hanya berkacak pinggang menyaksikan gelagat suaminya yang sudah mirip seperti orang dengan gangguan jiwa.

Tap..

Tap..

Tap..

Tanpa mempedulikan lebih jauh lagi, Eveline berlari menuju kamarnya dengan cepat. Dia ingin menyelamatkan diri dari situasi tersebut. Kepalanya terasa ingin pecah mendengar omelan-omelan yang dilayangkan ibunya.

“HEYYY! Mau kemana kamu!!! Saya belum selesai ngomong!” teriak Bu Dewi.

Sayangnya, Eveline tidak mengindahkannya lagi. Pura-pura tuli. Dia ingin segera mengganti pakaiannya dan keluar dari neraka kecil ini. Neraka yang dibuat oleh ayah dan ibu kandungnya.

"Sialan!" batin Eveline dalam hati tanpa menghentikan langkah kakinya.

Air mata Eveline mulai menitik. Tetesan-tetesan kecil, berubah menjadi sebuah sungai yang tidak dapat dibendung. Air matanya pecah. Di bawah bantalnya, ia luapkan semua kekesalannya. Bingung, takut, marah, sedih, panik, semuanya menjadi satu di dalam kepalanya.

Semua yang ia rasakan, membuat Eveline semakin menguatkan sumpahnya untuk meninggalkan rumahnya suatu hari nanti. Saat dia sudah mampu hidup di atas kedua kakinya sendiri.

Kini, Eveline tidak ingin mempedulikan apa yang ayah dan ibunya bicarakan di luar kamarnya. Tersisa omelan dan bentakan yang entah apa maksudnya. Pertikaian Bu Dewi dan suaminya memanglah sudah menjadi makanan sehari-hari.

Sophia merebahkan tubuhnya di kasur mungilnya. Mengatur pikirannya agar tidak semakin terjerembab pada angan-angan negatif. Gadis kecil itu hanya ingin menumpahkan rasa sakit hatinya di atas tempat tidur kecilnya.

                                                                                          ***

“Eve, kenapa kamu baru datang kesini? Biasanya kan kamu pulang sekolah langsung nyariin Linda. Kadang-kadang kamu masih pakai seragam juga langsung ikut makan di sini,lho,” tanya Tante Yosina, satu-satunya tetangga yang selalu membukakan pintu lebar-lebar untuk Eveline.

“Iya Tante. Tadi Eveline di rumah dulu. Tadi di rumah juga ada ayah sama ibu,” jawab Eveline pelan.

Karena Eveline tertidur saat menangis tadi, dia baru sempat ke rumah Tante Yosina saat suasana sudah hampir petang. Sangat terlambat dari biasanya.

“Ayah mabuk lagi, Eve? Ibu marah lagi?” Tanya Tante Yosina lagi.

Eveline hanya mengangguk. Dia tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Tante Yosina bahkan lebih banyak mengetahui kehidupan keluarga kecil Eveline dari pada Eveline sendiri.

Tante Yosina adalah seorang wanita berusia 37 tahun yang sejak lahir sudah tinggal di samping rumah Elle. Dahulunya, dia adalah seorang laki-laki bernama Yosi Kurniawan. Sayangnya, jiwa dan kepribadiannya adalah seorang wanita yang baik hati dan lembut. Insting keibuannya, kelembutan hatinya, cara pandangnya terhadap dunia, ia akui bahwa sisi wanita yang mendominasi dirinya. Alhasil, dia memutuskan untuk bertransformasi menjadi seorang wanita yang cantik di usianya yang ke 22 tahun.

“EVELINEEE… Ayo makan bareng aku. Mama Yosina masak tumis ayam,lho. Enak banget! Kamu pasti belum makan kan?” suara Linda terdengar nyaring dan gembira. Dia menghampiri Eveline dan Tante Yosina yang tengah mengobrol di depan pintu rumah.

Suara langkak kaki Linda yang nyaring pun sudah menggambarkan keceriaan gadis itu. Membuat Eveline ikut bahagia pula.

“Iya Eve.. Makan sama Linda, ya. Kamu di rumah udah makan? Makan lagi yuk,” ajak Tante Yosina.

“Belum, Tante. Tadi ibu masak udang goreng. Eveline kan alergi seafood dari kecil. Tapi kayaknya ibu nggak pernah ingat soal itu,” jawab Eveline padat.

Tante Yosina mengelus rambut Eveline yang lembut. Ada rasa iba menyelimuti hati Tante Yosina. Melihat sosok lemah yang ditelantarkan oleh orang tua kandungnya, membuat perasaan Tante Yosina ikut teriris.

“Ya sudah, mumpung Linda juga belum makan, kalian makan bareng ya,” jawab Tante Yosina.

Seulas senyum muncul dari wajah Eveline. Dengan perasaan sumringah, dia menerima ajakan Tante Yosina dan Linda. Seperti biasanya. Rumah ini, bagai rumah kedua untuk Eveline. Saat keadaan rumah tidak terkendali, satu-satunya pelariannya adalah Tante Yosina dan Linda.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

10
100%(73)
9
0%(0)
8
0%(0)
7
0%(0)
6
0%(0)
5
0%(0)
4
0%(0)
3
0%(0)
2
0%(0)
1
0%(0)
10 / 10.0
73 ratings · 73 reviews
Write a review
user avatar
Sepenuhnya.Manusia
Semangat kak nulisnya! Semoga banyak yg baca, Amin...
2022-03-18 20:52:23
0
user avatar
Cheruu
Wah kereen niih, lanjuut kak <3
2021-09-29 00:42:09
0
user avatar
Cadburry♥
Lanjut dong Avv><
2021-09-24 21:19:45
0
user avatar
Ryuzy_hdr
wah bagus banget, kereen. lanjut kak
2021-09-23 15:00:21
0
user avatar
elhrln
ya ampun, Evelinne
2021-09-21 06:47:35
0
user avatar
Andi Sasa
Dtggu kelanjutannya suhu
2021-09-20 22:35:22
0
user avatar
Zhi
Sounds interesting nih ceritanya.
2021-09-20 12:49:45
0
user avatar
Nicholas Underwood
Cerita yang bagus.
2021-09-20 10:19:29
0
user avatar
I'm okay
Bagus banget kak!
2021-09-20 09:00:50
0
user avatar
Senja99
Seru ceritanya
2021-09-20 05:26:27
0
user avatar
Penulis Lepas
Keren kak lanjutkan lagi ya
2021-09-20 04:33:38
0
user avatar
Biru Tosca
Bagus... semangat ya ...
2021-09-19 21:29:37
0
user avatar
Aksara Rindu
Semangat Thor
2021-09-19 21:06:27
0
user avatar
Intan lestari
Bagus ceritanya...
2021-09-19 21:00:55
0
user avatar
Meina H.
Semangat, ya ... ^^
2021-09-11 10:00:20
0
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 5
20 Chapters
PERMULAAN
“Ini.. apa? Apa aku kena penyakit mematikan? Kenapa bisa kayak gini?” Eveline panik sejadinya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat dingin yang menguncur membasahi dahi dan lehernya. “Kenapa.. Ada darah?” Eveline semakin panik. Sosok cantik bertubuh mungil dengan rambut panjang terurai tengah dibuat ketakutan oleh sesuatu yang baru pertama kali ia rasakan. Sepulang dari sekolahnya, ia segera berlari menuju kamar mandi dan mengunci dirinya selama tiga jam untuk menelaah apa yang tengah menerpa dirinya. “Celanaku berdarah.. Apa aku kena kanker? Atau tumor? Atau.. gagal ginjal?” kata Eveline lemas. Raut wajahnya kian panik dengan kepastian yang tidak kunjung ia dapatkan. Pikirannya pun sulit untuk berpikir jernih. Matanya mengawang ke langit-langit. Dia sangat bertanya-tanya apa yang sebenarnya ia alami. Hanya dinding kamar mandi yang ia ajak bicara selama berjam-jam. Tanpa ada jawaban yang bisa meringankan beban pikirannya. BRAKK!
last updateLast Updated : 2021-06-17
Read more
DUA MERPATI KECIL
“Tante, sepertinya Eveline sebentar lagi mau meninggal.. Eve nggak tahu apa yang terjadi.. Tapi, Eve berdarah,” ucap Eveline tiba-tiba. Memecah suasana hening. Tante Yosina terpaku. Linda pun demikian. Mereka sama-sama terkejut dengan ucapan yang baru saja terlontar dari mulut Eveline. “Eve.. Kamu nggak apa-apa? Kamu baik-baik aja, nak?” tanya Tante Yosina cemas. Air mukanya berubah dalam sekejap. Mereka bertiga tengah duduk bersama di depan rumah Tante Yosina setelah makan. Duduk beralaskan tikar persegi yang tak terlalu besar. Sembari menunggu isi perut mereka dicerna dengan baik, bercengkerama adalah salah satu opsi yang tepat. Udara dingin mulai membuat kulit Eveline kedinginan. Tapi, hal itulah yang ia sukai. Menjadi satu dengan alam. Bertautan dengan angin dingin hingga menusuk kulit. “Tadi pulang sekolah Eve berdarah, tante. Ada darah keluar dari tubuh Eveline. Eve takut kalau punya penyakit parah. Eve belum mau meninggal,” jawab Elle d
last updateLast Updated : 2021-06-17
Read more
TRAGEDI DI MASA LALU
Hanami Eveline. Gadis kecil yang dilahirkan dari keluarga yang memiliki banyak kisah dramatis yang tragis. Hari dimana dia dilahirkan, hari itu pula yang menjadi awal dari seluruh bencana yang ada di kehidupannya sampai saat ini. “Sayang ... Kok kamu nggak pernah makan di rumah? Masakan ibu nggak enak ya?” ucap Bu Dewi dengan wajah yang memelas. Dia duduk mendekati Eveline yang tengah mengerjakan soal matematika di ruang tamu. Semakin lama, tubuh Bu Dewi semakin dekat dengan tubuh putrinya. Membuat Eveline tidak nyaman. “Eveline, kok kamu diam aja, nak? Masakan ibu pasti nggak enak ya..,” lanjut Bu Dewi. Eveline hanya terdiam sambil terus menggerakkan pensil di jemarinya untuk menghitung rumus-rumus yang memusingkan. Bahkan tatapan matanya tidak berpindah sekali pun.                                                 &nb
last updateLast Updated : 2021-06-17
Read more
SALAH KLIK
Jam menunjukkan pukul sebelas siang. Masih dalam suasana yang terik dan cerah. Eveline dan Linda pulang dari sekolah lebih awal. Karena para guru mengadakan rapat dadakan untuk membahas Hari Pendidikan Nasional, terpaksa siswa-siswi segera dipulangkan tanpa melanjutkan pelajaran yang lain. Tentu hal itu merupakan kesenangan yang dahsyat pagi para peserta didik. Sepulang sekolah, Eveline dan Linda berencana untuk tidak langsung pulang ke rumah. Mereka pergi ke sebuah warung internet (warnet) untuk memecahkan rasa penasaran yang berputar di benak mereka sejak beberapa waktu ke belakang. Tanpa memikirkan hal lain, tempat yang mereka tuju setelah keluar dari lingkungan sekolah adalah warung internet. Tempat itu hanya berjarak kurang lebih 50 meter dari sekolah mereka. “Eve, nulisnya bener di sini? Namanya menstruasi, kan?” tanya Linda. Tangannya mengetik huruf-huruf di papan keyboard komputer dengan dua jari telunjuk. Gerakan jarinya masih
last updateLast Updated : 2021-06-17
Read more
MAS SAGARA
“Eve, aku tinggal masuk ke kelas dulu, ya. Kamu sendirian dulu nggak apa-apa, kan? Nanti kalau udah waktunya pulang sekolah, aku ke sini lagi,” ucap Anastasia, si ketua kelas. Anastasia juga merupakan teman yang cukup akrab dengan Eveline. Eveline menganggukkan kepalanya dengan uluran senyuman kecil. Menginsyaratkan bahwa dia baik-baik saja dan Anastasia bisa kembali ke kelas untuk mengikuti pembelajaran yang tengah berlangsung. Hari ini, bukan hari yang menyenangkan bagi Eveline. Tapi, bukan juga hari yang menyedihkan. Pelajaran baru berjalan 30 menit. Sayangnya, penyakit maag Eveline mendadak kambuh untuk yang kesekian kalinya dan membuatnya harus beristirahat di ruang UKS. Di sisi lain, Eveline cukup lega. Penyakitnya tahu kapan waktu yang tepat untuk kambuh. Yaitu, saat ini! Saat mata pelajaran Pak Setya sedang dilakukan di kelasnya. “Ah, pelajaran matematikanya aja udah susah setengah mati. Ditambah lagi, Pak Setya orangnya aneh. Kenapa s
last updateLast Updated : 2021-06-17
Read more
SOSOK AYAH
“Pak.. Kenapa Pak Setya ada di sini?” tanya Eveline gugup. Keringat dingin yang membasahi kulit kepalanya sudah mulai terasa. Ada rasa panik dan takut yang tiba-tiba menggerayangi kulit Eveline. Eveline penasaran mengapa tiba-tiba gurunya menghampiri siswi yang sakit. Karena apa yang dilakukan Pak Setya adalah bukan hal yang biasa. “Kenapa memangnya? Kalau murid saya ada yang sakit, apa saya nggak boleh jenguk? Penyakit maag kamu kambuh saat pelajaran saya. Tentu saja secara nggak langsung saya juga bertanggung jawab,” jawab Pak Setya ringan. Kedua kakinya mulai membawanya berkeliling ruangan UKS yang luasnya hanya setengah dari ruang kelas. Langkah kakinya tenang dan lamban. Diperhatikannya satu persatu poster kesehatan dan alat-alat kesehatan yang di tata rapi di sebuah almari kecil. Tangannya mulai memeriksa apakah setiap alat berfungsi dengan baik atau tidak. “Terima kasih, Pak. Tapi, Pak Setya nggak perlu repot-repot. Sebentar lag
last updateLast Updated : 2021-06-17
Read more
DENDAM MARSHA
“Loh, Eve? Kok kamu udah balik ke kelas? Bukannya perut kamu masih sakit, ya?" Anastasia menatap Eveline yang baru saja memasuki kelas. "Tapi tenang aja, dua jam lagi kita pulang kok. Masih ada pelajaran seni rupa. Gampang lah ya. Kita nggak usah mikir keras. Nggak usah mikirin rumus-rumus,” sambung Anastasia santai. Eveline hanya menganggukkan kepalanya. Dia sama sekali tidak keberatan dengan pelajaran seni rupa yang akan segera dimulai. Di samping materinya yang ringan, guru seni rupa dirasa tidak terlalu rewel dan cukup santai dengan para siswa-siswi. “Iya, Nas. Mumpung lagi jam istirahat, nih. Tadi aku udah izin sama Bu Latri buat balik ke kelas. Kepalaku malah jadi pusing kalau tiduran terus,” jawab Eveline. Eveline berjalan tertatih sambil memegangi perutnya yang masih sedikit perih. Ternyata, terlalu lama di ruang UKS juga membuatnya teramat jenuh. Tidak ada teman yang bisa ia ajak bicara. Hanya Bu Latri yang sesekali menanyai k
last updateLast Updated : 2021-06-18
Read more
MOTOR BELALANG
Beberapa hari berlalu.. Hari berjalan normal seperti biasanya. Seperti biasa pula, Eveline dan Linda berangkat sekolah bersama-sama. Mereka suka bertukar cerita sembari melangkahkan kaki-kaki kecil mereka. “Lin, aku pengen nabung deh buat beli handphone. Temen-temen di kelasku udah punya handphone semua. Kayaknya seru deh kalau punya handphone sendiri,” celetuk Eveline. Eveline dan Linda tengah melalui sebuah jembatan besi yang menjadi rute harian mereka untuk berangkat ke sekolah. Rute yang menjadi favorit Eveline karena di bawah jembatan itu terpampang sebuah sungai panjang yang indah. Tepi jembatan itu biasa menjadi tongkrongan anak-anak berandalan dengan sepeda motor yang dimodifikasi sebagian rupa hingga menyerupai sebuah gerobak hajatan. Para anak lelaki yang berkumpul seperti rombongan pawai. Ketika motor itu lewat, otomatis akan mengundang tawa orang-orang yang menyaksikannya. “Tapi kan harga handphone mahal banget, Eve. Kalau
last updateLast Updated : 2021-06-18
Read more
PERTIKAIAN
"Ciyeee ... Ada yang dianter sama preman jalanan, nih! Nggak malu ya? Hahaha,” ejek Vidia dengan nada bicara yang menyebalkan. Gadis ber-ego tinggi itu melangkahkan kaki jenjangnya dengan anggun perlahan seperti seekor burung bangau. Pergerakannya diikuti oleh dua sahabat segerombolannya. “Dia itu orang baik, Vi. Jangan menghakimi dia karena penampilannya. Kamu sendiri nggak kenal sama dia, kan?” jawab Eveline halus. Dibanding membantah, ucapan Eveline lebih terdengar seperti sebuah nasehat. Waktu istirahat berjalan kurang menyenangkan untuk Eveline. Saat Eveline, Linda, dan Anastasia tengah asyik menikmati soto ayam pesanan mereka di kantin sekolah, muncullah tiga monster pengganggu yang merusak pemandangan. “Kalau nggak ada Bang Lucas, aku sama Eveline udah telat ke sekolah, tau! Kalau kamu nggak tahu apa-apa, mending tutup mulut kotormu itu!” sahut Linda dengan nada bicara yang tinggi. "Bacot!! Mulutmu itu yang kotor!" bentak Vidia
last updateLast Updated : 2021-06-18
Read more
FITNAH
“Kenapa bawa aku kesini, Mas? Aku balik ke kelas ya, lima menit lagi kan bel masuk,” ucap Eveline gugup. Baku hantam yang terjadi di kantin mereda berkat kedatangan Mas Sagara. Kalau saja dia tidak datang, pasti kericuhan itu akan berlangsung jauh lebih lama. “Nggak apa-apa, Eve. Aku nggak ada maksud apa-apa. Aku cuma mau menjauhkan kamu dari tiga perempuan psikopat itu. Bukan cuma kamu kok yang muak. Aku juga muak! Setiap hari di telepon sama Marsha sampai aku terpaksa harus mengganti nomorku berkali-kali,” ucap Mas Setya. Terlihat bahwa dia juga resah dengan Marsha yang terus mengincarnya. Dari sekian banyak lokasi yang dapat dituju, entah kenapa Mas Sagara mengajak Eveline untuk ngobrol berdua di dekat gudang sekolah. Lokasinya berada di bagian belakang sekolah. Tempat itu sangat sepi dan jarang ada siswa-siswi yang berlalu lalang di area tersebut. “Mas Sagara nggak perlu nolong aku lagi,” jawab Eveline singkat. Semenjak mereka sampai di tempat itu
last updateLast Updated : 2021-06-19
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status