Memasuki dealer, kedatangan kami diterima dengan ramah dan baik oleh mbak-mbak SPG dan bagian marketing show room. Aku pun melihat-lihat dan langsung tertarik pada sebuah mobil jenis city car yang harganya paling masuk ukuran kantongku saat ini. Aku sudah lama menginginkannya dan sudah lama pula mencari tahu spesifikasi mobil ini sehingga tak perlu lagi ragu dan banyak bertanya. Namun demikian para SPG cantik itu tetap menjelaskan tanpa diminta. Aku pun meminta mereka mengurus surat-surat yang diperlukan walaupun aku berencana membeli mobil itu secara cash karena uang yang kumiliki sudah cukup untuk itu. Meskipun awalnya mereka menawarkan membeli dengan sistem kredit tetapi setelah kujelaskan bahwa aku ingin membeli secara tunai saja, maka mereka pun segera menyiapkan surat pesanan dan kuitansi penerimaan tanda jadi. "Kamu yakin mau bayar booking fee sekarang juga, Vir? Yakin pilih mobil ini?" tanya Dina kaget saat tahu aku hendak menyerahkan tanda jadi pembelian mobil saat itu ju
Dini hari setelah melaksanakan kewajiban salat subuh dua rakaat, aku mengambil ponsel dan mengecek pembaharuan pada akun-akun media sosialku.Semalam aku sudah sangat lelah dan mengantuk hingga sebelum pukul sepuluh malam aku sudah terlelap tidur.Kubuka pesan baru pada akun WhatsApp yang jumlahnya puluhan itu lalu membukanya satu persatu. Aku melihat satu pesan yang dikirimkan oleh Mbak Yuni padaku tadi malam.Kubuka pesan itu dengan rasa ingin tahu yang tak bisa dicegah lagi.[Kamu beli mobil baru, duit dari mana?????] tanya Mbak Yuni mengomentari postingan stori whatsapp yang semalam kuunggah. Tak lupa tanda tanya panjang berjajar di belakangnya seolah-olah tak percaya jika aku benar-benar sudah bisa membeli mobil baru.Ingin rasanya aku tertawa membaca pesan itu tapi takut mengganggu Dina yang masih serius berdoa di atas sajadah. Jadi kutahan sebisa mungkin walaupun bahuku berguncang karenanya.[Bukan aku, Mbak. Tapi Dina yang beli mobil baru,] balasku pada Mbak Yuni. Sengaja aku
"Oh ya, kata Dina kamu lagi pesan mobil baru? Benar?" Bu Sumi bertanya lagi yang spontan kujawab dengan anggukan."Benar, Bu. Alhamdulillah tabungan saya sudah cukup. Makanya karena butuh juga untuk transportasi kalau harus pulang malam supaya lebih aman, jadi saya belikan saja mobil baru. Nanti Dina juga bisa gantian pakai, Bu. 'Kan lebih aman kalau pake mobil," sahutku lagi."Hmm, apa nggak terlalu cepat kamu beli barang-barang, Vir? Surat cerai kamu 'kan belum keluar, ibu khawatir terjadi masalah nanti dengan keluarga mertua kamu? Nggak papa?" ujar Bu Sumi kembali dengan nada khawatir, seolah aku telah benar-benar beliau anggap anak kandung sendiri hingga sekecil apapun hal yang menimpaku, beliau merasa ikut susah melihatnya."Semoga nggak, Bu. Toh, mobilnya juga baru dipesan dan insyaallah sebentar lagi surat cerai saya dan Mas Alvin keluar jadi saya kira nggak akan ada masalah lagi nanti.""Ya, semogalah begitu." Bu Sumi tersenyum lalu kembali meneruskan aktivitasnya. Dibantu ol
[Vira, apa ini Ayu? Apa maksud kamu posting foto dia lagi di toko perhiasan imitasi? Kamu mau fitnah dia beli emas sepuhan? Gila kamu ya, segitu dengkinya sama orang sampai tega bikin fitnah seperti ini!] balas Mbak Yuni lagi pada stori wa-ku.[Oh jadi ini Ayu, calon menantu ibu yang baru? Sorry, Mbak kalau aku nggak ngenalin. Aku pikir cuma mirip aja. Soalnya dia beli perhiasan banyak banget, persis seperti yang aku beli di toko itu. Entah buat pake sendiri atau buat dihadiahkan ke orang. Ya, udah Mbak, kalau bukan Ayu yang asli, santai aja. Mungkin aku yang salah....] Kububuhi emot telapak tangan menyatu sebagai pernyataan minta maaf meskipun kulakukan karena pura-pura belaka. Sengaja aku tak mau ngotot mengatakan kalau perempuan itu memang benar-benar Ayu adanya. Selain Mbak Yuni tidak akan percaya begitu saja dengan ucapanku, aku juga berharap Mbak Yuni penasaran dan mencari tahu sendiri faktanya. Pasti akan lebih menohok jika ia tahu dari diri sendiri bukan dari orang lain sepe
Aku menutup aktivitas hari ini di aplikasi menulis yang kuikuti dengan memposting bab ke sekian cerbung yang selama ini menghasilkan cuan tidak sedikit pada rekeningku.Saat ini aku sudah bisa menarik pembaca untuk membuka gembok lebih dari seribu orang setiap bab. Pencapaian yang cukup fantastis buatku saat ini.Namaku pun sudah tiga bulan ini bertengger di posisi sepuluh besar dengan perolehan royalti yang tidak sedikit. Cukup untuk membuatku bisa mewujudkan plan demi plan yang ada di benak ini.Namun, berbeda dengan sebelumnya, saat ini aku justru tak mau lagi mengunggah perolehan yang kumiliki itu di status wa yang khusus aku setel hanya bisa dilihat oleh Mbak Yuni dan ibu saja.Mulai sekarang aku sengaja pura-pura seolah kegiatan menulis yang kuikuti dan usaha toko pakaian yang kukelola tidak berkembang sebagaimana yang aku harapkan dan macet agar kelak bisa memberikan kejutan lebih besar lagi pada mereka saat aku sudah benar-benar berada di puncak kesuksesan dan mencapai segalan
Satu minggu berlalu. Hari ini setelah semua barang-barang yang diperlukan untuk menyusun isi dalam toko seperti rak, gantungan baju, patung, dan produk pakaian yang hendak dijual sudah terkumpul, aku dibantu Dina, Lina dan Mas Ferdy yang kebetulan sedang tidak dinas, memberesi isi dalam toko supaya besok pagi bisa segera buka.Dibantu dua orang karyawan yakni satu orang karyawan laki-laki dan satu orang perempuan yang baru saja aku terima kerja tanpa menjelaskan status bahwa akulah pemilik toko tersebut, akhirnya susunan rak-rak pakaian, manekin dan display toko bisa ditata dengan baik dan rapi. Besok pagi kemungkinan besar toko ini sudah bisa dibuka untuk pertama kalinya.Aku tersenyum puas melihat hasil kerja keras yang kulakukan yang sekarang mulai membuahkan hasil ini. Meskipun isi tabungan harus terkuras habis karenanya dan hanya menyisakan uang untuk melunasi pembelian mobil yang saat ini sedang dalam pemesanan saja, tetapi aku merasa bangga dan puas. Akhirnya, proses menuju su
Aku melangkahkan kaki menuju gedung pengadilan agama yang berdiri kokoh di depanku. Hari ini setelah empat belas hari terlewati, sidang kedua perceraianku dengan Mas Alvin kembali digelar.Seperti dulu, kali ini aku juga berharap Mas Alvin tak akan datang lagi. Begitu pun trio julid, ibu, Mbak Yuni dan Ayu, semoga mereka juga tak menampakkan batang hidungnya kembali di gedung pengadilan ini.Namun, belum sempat aku tersenyum lega, dari kejauhan sosok tiga orang anggota keluarga 'cemara', yakni ibu, Mbak Yuni dan Mas Alvin, terlihat sudah duduk di kursi ruang tunggu pengadilan. Tak terlihat sosok Ayu di sana. Entahlah, apa mungkin mereka sudah pecah kongsi dengan gadis itu setelah Mbak Yuni diam-diam mencari tahu soal keaslian perhiasan itu atau tidak karena tumben pagi ini tak terlihat gadis itu bersama mereka.Tapi tadi pagi saat iseng-iseng membuka foto profil Mbak Yuni di WhatsApp, aku memang melihat gambar PP Mbak Yuni sudah diganti. Kalau kemarin ia memasang foto tangan besarnya
"Maksud kamu apa, Yu? Jangan ikut campur dulu karena ini urusan keluarga," sergah Mbak Yuni sembari menghampiri Ayu lalu merengkuh bahu gadis itu, bermaksud mengajak gadis itu untuk duduk dan menenangkan diri, tetapi Ayu menolak."Lepaskan, Mbak! Aku cuma ingin kalian ingat kalau kalian pernah janji akan membuat Mas Alvin secepatnya bercerai dari isterinya dan menikah denganku, tapi kenapa sekarang kalian seolah hendak membuat prosesnya jadi lama lagi? Apa maksudnya?" tanya Ayu dengan ekspresi kesal yang tidak bisa disembunyikan."Ayu, ini bukan waktu yang tepat buat kamu komplain dan nyari masalah seperti ini. Sabarlah dulu, nanti kalau urusan dengan Vira sudah selesai, kita akan bicarakan soal hubungan kamu sama Alvin lagi," kali ini ibu yang bicara berusaha membujuk gadis itu supaya mundur, tetapi lagi-lagi Ayu menolak."Bu, sekali Mas Alvin masuk ruangan sidang di sana, maka proses cerainya akan memakan waktu lebih lama lagi, makanya aku minta supaya kalian tidak usah ganggu Vira