"Oh ya, kata Dina kamu lagi pesan mobil baru? Benar?" Bu Sumi bertanya lagi yang spontan kujawab dengan anggukan."Benar, Bu. Alhamdulillah tabungan saya sudah cukup. Makanya karena butuh juga untuk transportasi kalau harus pulang malam supaya lebih aman, jadi saya belikan saja mobil baru. Nanti Dina juga bisa gantian pakai, Bu. 'Kan lebih aman kalau pake mobil," sahutku lagi."Hmm, apa nggak terlalu cepat kamu beli barang-barang, Vir? Surat cerai kamu 'kan belum keluar, ibu khawatir terjadi masalah nanti dengan keluarga mertua kamu? Nggak papa?" ujar Bu Sumi kembali dengan nada khawatir, seolah aku telah benar-benar beliau anggap anak kandung sendiri hingga sekecil apapun hal yang menimpaku, beliau merasa ikut susah melihatnya."Semoga nggak, Bu. Toh, mobilnya juga baru dipesan dan insyaallah sebentar lagi surat cerai saya dan Mas Alvin keluar jadi saya kira nggak akan ada masalah lagi nanti.""Ya, semogalah begitu." Bu Sumi tersenyum lalu kembali meneruskan aktivitasnya. Dibantu ol
[Vira, apa ini Ayu? Apa maksud kamu posting foto dia lagi di toko perhiasan imitasi? Kamu mau fitnah dia beli emas sepuhan? Gila kamu ya, segitu dengkinya sama orang sampai tega bikin fitnah seperti ini!] balas Mbak Yuni lagi pada stori wa-ku.[Oh jadi ini Ayu, calon menantu ibu yang baru? Sorry, Mbak kalau aku nggak ngenalin. Aku pikir cuma mirip aja. Soalnya dia beli perhiasan banyak banget, persis seperti yang aku beli di toko itu. Entah buat pake sendiri atau buat dihadiahkan ke orang. Ya, udah Mbak, kalau bukan Ayu yang asli, santai aja. Mungkin aku yang salah....] Kububuhi emot telapak tangan menyatu sebagai pernyataan minta maaf meskipun kulakukan karena pura-pura belaka. Sengaja aku tak mau ngotot mengatakan kalau perempuan itu memang benar-benar Ayu adanya. Selain Mbak Yuni tidak akan percaya begitu saja dengan ucapanku, aku juga berharap Mbak Yuni penasaran dan mencari tahu sendiri faktanya. Pasti akan lebih menohok jika ia tahu dari diri sendiri bukan dari orang lain sepe
Aku menutup aktivitas hari ini di aplikasi menulis yang kuikuti dengan memposting bab ke sekian cerbung yang selama ini menghasilkan cuan tidak sedikit pada rekeningku.Saat ini aku sudah bisa menarik pembaca untuk membuka gembok lebih dari seribu orang setiap bab. Pencapaian yang cukup fantastis buatku saat ini.Namaku pun sudah tiga bulan ini bertengger di posisi sepuluh besar dengan perolehan royalti yang tidak sedikit. Cukup untuk membuatku bisa mewujudkan plan demi plan yang ada di benak ini.Namun, berbeda dengan sebelumnya, saat ini aku justru tak mau lagi mengunggah perolehan yang kumiliki itu di status wa yang khusus aku setel hanya bisa dilihat oleh Mbak Yuni dan ibu saja.Mulai sekarang aku sengaja pura-pura seolah kegiatan menulis yang kuikuti dan usaha toko pakaian yang kukelola tidak berkembang sebagaimana yang aku harapkan dan macet agar kelak bisa memberikan kejutan lebih besar lagi pada mereka saat aku sudah benar-benar berada di puncak kesuksesan dan mencapai segalan
Satu minggu berlalu. Hari ini setelah semua barang-barang yang diperlukan untuk menyusun isi dalam toko seperti rak, gantungan baju, patung, dan produk pakaian yang hendak dijual sudah terkumpul, aku dibantu Dina, Lina dan Mas Ferdy yang kebetulan sedang tidak dinas, memberesi isi dalam toko supaya besok pagi bisa segera buka.Dibantu dua orang karyawan yakni satu orang karyawan laki-laki dan satu orang perempuan yang baru saja aku terima kerja tanpa menjelaskan status bahwa akulah pemilik toko tersebut, akhirnya susunan rak-rak pakaian, manekin dan display toko bisa ditata dengan baik dan rapi. Besok pagi kemungkinan besar toko ini sudah bisa dibuka untuk pertama kalinya.Aku tersenyum puas melihat hasil kerja keras yang kulakukan yang sekarang mulai membuahkan hasil ini. Meskipun isi tabungan harus terkuras habis karenanya dan hanya menyisakan uang untuk melunasi pembelian mobil yang saat ini sedang dalam pemesanan saja, tetapi aku merasa bangga dan puas. Akhirnya, proses menuju su
Aku melangkahkan kaki menuju gedung pengadilan agama yang berdiri kokoh di depanku. Hari ini setelah empat belas hari terlewati, sidang kedua perceraianku dengan Mas Alvin kembali digelar.Seperti dulu, kali ini aku juga berharap Mas Alvin tak akan datang lagi. Begitu pun trio julid, ibu, Mbak Yuni dan Ayu, semoga mereka juga tak menampakkan batang hidungnya kembali di gedung pengadilan ini.Namun, belum sempat aku tersenyum lega, dari kejauhan sosok tiga orang anggota keluarga 'cemara', yakni ibu, Mbak Yuni dan Mas Alvin, terlihat sudah duduk di kursi ruang tunggu pengadilan. Tak terlihat sosok Ayu di sana. Entahlah, apa mungkin mereka sudah pecah kongsi dengan gadis itu setelah Mbak Yuni diam-diam mencari tahu soal keaslian perhiasan itu atau tidak karena tumben pagi ini tak terlihat gadis itu bersama mereka.Tapi tadi pagi saat iseng-iseng membuka foto profil Mbak Yuni di WhatsApp, aku memang melihat gambar PP Mbak Yuni sudah diganti. Kalau kemarin ia memasang foto tangan besarnya
"Maksud kamu apa, Yu? Jangan ikut campur dulu karena ini urusan keluarga," sergah Mbak Yuni sembari menghampiri Ayu lalu merengkuh bahu gadis itu, bermaksud mengajak gadis itu untuk duduk dan menenangkan diri, tetapi Ayu menolak."Lepaskan, Mbak! Aku cuma ingin kalian ingat kalau kalian pernah janji akan membuat Mas Alvin secepatnya bercerai dari isterinya dan menikah denganku, tapi kenapa sekarang kalian seolah hendak membuat prosesnya jadi lama lagi? Apa maksudnya?" tanya Ayu dengan ekspresi kesal yang tidak bisa disembunyikan."Ayu, ini bukan waktu yang tepat buat kamu komplain dan nyari masalah seperti ini. Sabarlah dulu, nanti kalau urusan dengan Vira sudah selesai, kita akan bicarakan soal hubungan kamu sama Alvin lagi," kali ini ibu yang bicara berusaha membujuk gadis itu supaya mundur, tetapi lagi-lagi Ayu menolak."Bu, sekali Mas Alvin masuk ruangan sidang di sana, maka proses cerainya akan memakan waktu lebih lama lagi, makanya aku minta supaya kalian tidak usah ganggu Vira
Empat belas hari kemudian.Aku melangkahkan kaki dengan lega keluar dari ruangan sidang pengadilan agama. Alhamdulillah setelah tiga kali sidang tanpa dihadiri oleh Mas Alvin selaku tergugat, hakim pun menjatuhkan putusan verstek yang menyatakan bahwa pada akhirnya gugatanku dapat dikabulkan oleh pengadilan.Aku pun bernafas lega. Keluar dari gedung pengadilan disambut oleh Dina yang pada sidang kali ini baru punya kesempatan lagi untuk menemaniku.Rencananya setelah ini kami akan menuju dealer mobil tempat di mana aku memesan mobil dulu dan akan melakukan pembayaran. "Din, ingat ya. Siapa yang punya mobil ini jangan sampai bocor dulu ke telinga ibu, Mbak Yuni dan Mas Alvin ya. Aku mau mempersiapkan kejutan buat mereka soalnya." ucapku kembali mengingatkan Dina sebelum masuk ke showroom."Ah siap. Insyaallah rahasia sama aku pasti terjamin kok, Say. Yuk, ah aku udah nggak sabar pengen naik mobil baru. Habis mobil Mas Ferdy dibawa dia terus jadi jarang bisa pinjam," sahut Dina sembari
"Vira, gimana surat cerai kamu, sudah keluar?" tanya Bu Sumi saat kami sedang makan malam bersama.Mendengar pertanyaan ibu, sesaat aku terdiam. Merasa jengah karena di hadapanku duduk pula Mas Ferdy yang kebetulan hari ini sedang mengunjungi ibu dan Dina sejenak, sebelum besok pagi harus kembali lagi ke tempat tugas seperti biasanya.Ya. Setiap kali ingat perjodohan yang dilakukan ibu pada kami berdua, setiap kali itu pula hatiku didera rasa jengah tapi sekaligus juga berbunga-bunga. Itu sebabnya, sedari tadi terus kutundukkan wajah guna menyembunyikan debaran dan rasa malu yang tak berhenti-berhenti melanda hati ini setiap kali bertemu lelaki berpembawaan diri tenang dan menghanyutkan itu."Sudah, Bu. Tadi siang sudah aku ambil di pengadilan," ucapku dengan suara lirih dan serak akibat rasa malu dan jantung yang tak berhenti bergetar sedari tadi. Aku pun buru-buru menyeruput gelas minuman untuk membasahi kerongkonganku yang terasa tercekat agar lebih plong."Alhamdulillah, kalau beg