Share

6. Aku Tidak Selingkuh, Mas!

"Ternyata seperti ini kelakuanmu, jika suamimu tidak ada di rumah!" geram Ardi. Ia mengepalkan tangannya menahan amarah. Sorot matanya tajam, seperti sebuah kilatan pedang yang siap mencabik - cabik Arumi dan dokter Andrean.

Ternyata apa yang dikatakan ibunya selama ini bukan hanya omong kosong. Hanya saja ia terlalu naif untuk mempercayainya. Cintanya pada Arumi membuatnya selalu menutup mata. Tapi hari ini ia melihat semuanya dengan mata kepalanya sendiri. Ia semakin yakin jika Dinda memang benar- benar bukan darah dagingnya. Seketika kebenciannya pada anak itu kembali menguasai hatinya.

"Mas, kamu salah sangka!" Arumi menarik tangannya dari genggaman tangan dokter Andrean. Lalu ia berdiri menghampiri suaminya.

"Aku tidak buta, Arumi!" ucapnya dingin.

"Dokter Andrean hanya …." Arumi ingin menjelaskan semuanya. Namun belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya, Ardi sudah memotongnya.

"Ternyata benar yang dikatakan Ibu. Kamu hanyalah wanita murahan, yang merelakan tubuhmu disentuh oleh sembarang lelaki!" Ardi menatap istrinya dengan jijik.

Kata-kata Ardi bagaikan anak panah yang melesat tepat mengenai ulu hatinya. Ini terlalu menyakitkan. Matanya mulai perih, dan berkaca- kaca. Perlahan sudut matanya penuh dengan air mata yang sebentar lagi hendak jatuh. Tega sekali Ardi menuduhnya seperti itu.

Dokter Andrean yang masih duduk di sofa, tidak bisa tinggal diam, menyaksikan pertengkaran mereka. Ia segera bangkit menghampiri Arya. Ia ingin membantu Arumi menjelaskan semuanya kepada suaminya. Namun, belum sempat dokter Andrean membuka mulutnya. Sebuah bogem mentah mendarat di wajahnya.

"Bugh!" Pukulan Ardi tepat mengenai dagunya, membuatnya terhuyung ke belakang. Arumi yang melihat hal itu menjerit. Sementara Ardi terlihat masih memburu dokter Andrean.

"Lelaki kurang ajar! Perusak rumah tangga orang!" Ardi kembali mengayunkan tangannya ke arah dokter Andrean. Namun seketika Arumi berlari, memasang badan untuk dokter Andrean. Ia tidak mau dokter yang dengan tulus ingin membantunya itu, justru babak belur karena ulah suaminya.

"Cukup, Mas!" teriaknya. Tangan Ardi seketika berhenti di udara.

"Jadi kau mau membela selingkuhanmu ini, ha?" Ardi menatap tajam mata istrinya. Tangannya masih mengepal erat bersamaan dengan amarahnya yang semakin memuncak.

"Dia bukan selingkuhanku! Sampai kapan kau terus menuduhku berselingkuh?" Arumi meninggikan suaranya. Ia benar- benar sudah tidak tahan dengan sikap Ardi yang arogan.

"Semua buktinya sudah jelas, kau masih mau berkilah!" Wajah Ardi semakin memerah, dan tulang rahangnya semakin mengeras. Arumi bisa melihat berapa marahnya Ardi padanya.

Bibir Arumi terkunci. Rasanya percuma ia membela diri, selama Ardi masih dikuasai amarah.

Melihat istrinya terdiam, Ardi semakin marah. Ia merasa jika istrinya telah mengakui perselingkuhannya. Ia mengayunkan tinjunya ke arah cermin yang tergantung di tembok sampingnya.

"Prang!" cermin itu hancur berantakan, bersamaan dengan darah yang mengalir dari telapak tangan Ardi. Seolah tak merasakan rasa sakit di tangannya, Ardi masih tetap berdiri kokoh. Ia menatap tajam Arumi yang masih berdiri di depannya.

"Baiklah. Aku akan segera menceraikanmu!" ucap Ardi mantap. Sebelum berbalik badan dan kembali meninggalkan Arumi yang masih berdiri mematung.

"Deg." Dunia Arumi terasa berhenti berputar saat itu. Tubuhnya lemas mendengar ucapan Ardi barusan. Tanpa mau mendengar penjelasan apapun darinya, Ardi menjatuhkan talak padanya.

Dinda yang menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya terlihat sangat shock. Gadis kecil itu termangu menatap punggung ayahnya yang berjalan semakin jauh.

===

"Eh, Ibu denger suamimu sudah tidak pulang ke rumah ya?" Bu Minah mencolek lengan Arumi, yang tengah sibuk memilih sayuran di lapak Kang Udin. Arumi tersenyum kecil menanggapi ucapan Bu Minah. Memang dua hari setelah pertengkaran itu, Ardi tidak lagi pulang ke rumahnya. Sepertinya ia benar- benar marah.

Kalau biasanya Arumi akan mengalah dan buru- buru meminta maaf, kali ini rasanya ia sudah lelah. Ia merasa sudah terbiasa dengan sikap Ardi yang meninggalkan dia seenaknya sendiri. Hidup berdua dengan Dinda, rasanya lebih nyaman daripada harus mendengar pertengkaran setiap harinya. Walaupun kadang Arumi selalu bingung menjawab pertanyaan Dinda, kenapa ayahnya tak kunjung pulang ke rumah.

"Mas Ardi nginep di rumah Ibu, kebetulan Ibu sedang tidak enak badan dan butuh dijagain," sahut Arumi. Ia tidak suka mengumbar masalah pribadinya pada orang lain. Apalagi pada tetangga yang bermulut lemes seperti Bu Minah.

"Ah, yang bener?" Bu Sri yang sedang memilih sayuran menghentikan aktivitasnya dan ikut nimbrung dengan obrolan mereka.

"Ya memang kenyataannya seperti itu," sahut Arumi tanpa melihat ke arah mereka.

"Tapi, kemarin aku bertemu dengan Bu Hilda. Dia mengatakan kalau kamu dan Ardi akan segera bercerai!" Mbak Sri mulai menceritakan apa yang ia tahu, "Katanya kamu ketahuan selingkuh, dan Ardi tidak mau memaafkanmu lagi," sambungnya.

Arumi terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia bahkan tidak pernah menyangka jika mertuanya mengatakan hal itu pada Bu Sri. Ia lupa jika Bu Sri dan Bu Hilda sama- sama istri seorang pensiunan. Mereka sering mengadakan pertemuan sesama istri pensiunan. Entah itu makan atau acara pameran. Ada saja barang yang dipamerkan ketika mereka bertemu. Ya, bukan mertuanya kalau tidak suka pamer.

Emang bener kamu selingkuh, Arumi?" Bu Minah kembali menyenggol lengan Arumi sembari menaikkan sebelah alisnya. Namun Arumi tak bergeming. Ia justru segera meminta Kang Udin menghitung belanjaannya. Ia ingin segera pergi dari tempat itu, agar lepas dari introgasi ibu-ibu komplek yang terus menatapnya hina.

"Kamu tuh, nggak tahu diuntung ya! Sudah dipungut dari panti asuhan, masih saja bertingkah. Baguslah kalau Ardi cepat sadar dan berniat menceraikanmu!" Bu Sri terus nyerocos menghujat Arumi, tanpa memberinya kesempatan untuk membela diri.

Terakhir ia mengatakan jika Ardi akan segera menikah dengan wanita pilihan Ibunya.

Antara percaya dan tidak Arumi mendengarnya. Ia segera membayar barang belanjaannya dan segera pergi. Ia sudah tidak tahan mendengar omongan orang- orang itu. Meski Arumi sudah menjauh dari sana, sayup- sayup ia masih bisa mendengar orang - orang itu melontarkan cemooh padanya.

Melangkahkan kakinya kasar, Arumi menyusuri jalan kecil menuju ke rumahnya. Batinnya terus bertanya-tanya. Benarkah suaminya akan menikah lagi? Ia harus mencari tahu kebenarannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status