Share

Bab 7 

Author: Blessy
Liana tidak menghubungi siapa pun. Dia hanya menyewa perawat pendamping dan berniat untuk memulihkan diri dengan tenang.

Namun, Emily malah datang mencarinya dengan dahi diperban. Melihat Liana terbaring di ranjang pasien, kelembutan di wajahnya digantikan oleh keangkuhan dan kegembiraan atas kemalangan orang lain.

"Liana, kalau kamu tahu apa yang terbaik untukmu, sebaiknya kamu pergi dan beri tempat untukku. Berusaha bertahan nggak akan berakhir baik untukmu. Kamu nggak akan bisa mengalahkanku!"

Liana merasa geli dengan sikap angkuh Emily.

"Kalau kamu begitu percaya diri, buat apa kamu sengaja datang cuma untuk ucapkan hal-hal ini padaku?" tanya Liana dengan serius.

Secercah amarah melintas di mata Emily. Dia menyadari bahwa meskipun Leonard bersikap baik padanya seperti dulu, Leonard tetap menjaga jarak dengannya. Hal ini membuatnya gelisah. Oleh karena itu, dia sangat ingin menyingkirkan Liana.

"Kamu seharusnya mengenalnya dengan baik. Dia sangat keras kepala. Begitu dia memutuskan sesuatu, membuatnya berubah pikiran sangatlah sulit. Tapi, dia juga nggak suka sama orang yang licik dan kejam. Kalau dia tahu apa yang kamu lakukan, apa menurutmu dia masih akan bersikap baik padamu?" tanya Liana.

Setelah bersama bertahun-tahun, Liana merasa dirinya sangat mengenal temperamen Leonard.

"Kamu mengancamku?" Wajah Emily langsung menjadi muram. Dia menatap Liana dengan penuh kebencian.

Liana menjawab dengan tenang, "Aku cuma mengatakan yang sebenarnya."

"Kalau begitu, kita lihat saja. Aku mau tahu Leonard akan percaya sama kamu atau aku. Seperti kali ini, jelas-jelas aku sendiri yang jatuh, tapi dia langsung berasumsi kamu yang melakukannya tanpa bertanya."

Mungkin karena ingin mendapatkan kembali kepercayaan dirinya, Emily sendiri yang mengungkit masalah ini.

"Bahkan putramu sendiri juga membencimu dan lebih menyukaiku. Liana, kamu kira kamu bisa menang dariku? Kamu pasti kalah! Kuberi kamu satu kesempatan terakhir, pergilah sendiri. Kalau kamu pengertian, aku akan izinkan Kai untuk mengunjungimu kelak. Kalau nggak, aku akan buat dia menolak mengakuimu sebagai ibunya untuk selamanya!"

Setelah Emily pergi, Liana mengeluarkan ponselnya yang setengah tersembunyi di bawah selimut dan mengakhiri rekaman.

Liana dirawat di rumah sakit selama seminggu. Selain Emily, Leonard bahkan tidak pernah menunjukkan batang hidungnya.

Kai memang pernah datang sekali, tetapi itu juga demi Emily. Tujuannya adalah untuk membuat Liana meminta maaf kepada Emily. Dia mengatakan bahwa luka di dahi Emily mungkin akan meninggalkan bekas luka, juga memaki Liana berhati busuk karena merusak penampilan seseorang.

Mungkin karena telah banyak merenung selama dirawat di rumah sakit, Liana menyadari bahwa semua masalah ini tidak berarti apa-apa di hadapan hidup dan mati. Dia juga tidak lagi sakit hati ataupun merasa marah ketika mendengar kata-kata putranya.

Liana bahkan merasa sedikit penasaran. Jadi, dia bertanya, "Apa yang akan kamu lakukan kalau aku nggak minta maaf?"

'Seperti ayahmu yang pakai kekerasan?' tambah Liana dalam hati.

Kai memelototi Liana dan menjawab dengan suaranya menggelegar, "Kalau kamu nggak minta maaf, aku nggak akan akui kamu sebagai mamaku! Aku nggak punya mama sekejam kamu!"

Liana melambaikan tangan kepadanya. "Dadah, Kai."

Ayah dan anak ini benar-benar mirip dan sangat menginginkan kepergiannya. Bagus juga, setidaknya mereka bertiga memiliki tujuan yang sama.

"Kamu benar-benar nggak pernah belajar dari kesalahan!" Kai pergi dengan marah dan tidak pernah datang lagi.

Setelah rasa sakitnya mereda, Liana keluar dari rumah sakit dan kembali ke vila. Sebelum kembali, dia sengaja memeriksa CCTV untuk memastikan Leonard dan Kai tidak ada di rumah. Dia membuang semua barang yang belum sempat dia buang hari itu, lalu membawa KTP-nya dan tinggal di hotel.

Kontraknya dengan Melisa akan berakhir dalam tiga hari. Liana awalnya berencana untuk beristirahat di hotel selama tiga hari, lalu pergi dengan paspor yang telah disiapkan Melisa. Namun, pada hari terakhir, pintu kamarnya diketuk. Yang datang adalah Leonard.

"Liana, kamu harus tahu batasan merajuk." Leonard menarik dasinya sambil berjalan masuk. Dia merasa sangat frustrasi. Ekspresi acuh tak acuh Liana hanya makin memicu amarahnya.

"Kamu nggak jawab telepon, bahkan belajar kabur dari rumah? Apa aku terlalu baik padamu selama ini?"

"Maaf." Liana langsung mengakui tindakannya. Hal itu membuat ekspresi Leonard membaik.

Namun, Liana malah menambahkan, "Aku sudah blokir nomormu, makanya aku nggak jawab panggilanmu."

"Kamu!" Tubuh Leonard gemetar saking marahnya.

"Ada urusan apa?"

Liana merasa beberapa hari terakhir di rumah sakit dan hotel adalah saat-saat paling santai yang pernah dilewatinya dalam lima tahun terakhir. Sampai-sampai saat melihat Leonard sekarang, dia sama sekali tidak punya kesabaran. "Kalau nggak ada hal lainnya, pulanglah. Aku mau istirahat."

"Liana, apa kamu lupa besok itu hari apa?" tanya Leonard sambil menahan amarahnya.

Liana bertanya, "Hari apa?"

"Besok itu hari ulang tahun Kai. Aku akan adakan pesta ulang tahunnya di Hotel Indara. Datanglah tepat pukul enam malam." Seusai berbicara, Leonard menatap Liana lekat-lekat dan menambahkan, "Setelah pesta itu berakhir, kita bicara baik-baik."

Liana menolak tanpa ragu, "Aku nggak akan pergi."

"Liana, kamu ibunya!" seru Leonard.

"Dia nggak anggap aku ibunya. Pergi ke sana juga cuma akan dihina. Aku nggak sesenggang itu sampai-sampai mau buat diri sendiri sengsara." sahut Liana. Kemudian, dia mendorong pria itu keluar dan membanting pintu hingga tertutup.

Dunia tiba-tiba menjadi sunyi.

Leonard ingin bicara dengannya? Heh! Ketika dia mencoba berbicara dengan Leonard sebelumnya, apakah Leonard pernah memberinya kesempatan? Tidak. Jadi, Liana juga tidak ingin memberinya kesempatan itu.

Sebelumnya, Liana berniat untuk berpisah baik-baik. Jadi, dia bersikeras ingin mengklarifikasi semuanya. Jika dipikir-pikir lagi sekarang, dia sepertinya sudah kehilangan akal sehatnya. Tidak ada yang peduli soal itu. Sekarang, dia juga tidak peduli.

Leonard pasti telah mengeluh kepada Melisa. Oleh karena itu, malam itu Liana menerima telepon dari Melisa yang memintanya untuk menghadiri pesta ulang tahun Kai.

"Liana, anggap saja ini hal terakhir yang kamu lakukan selama masa kontrak," kata Melisa dengan nada sangat merendah, nyaris seperti memohon. "Ini pertama kalinya kita adakan pesta ulang tahun buat Kai. Semua anggota keluarga akan hadir. Kamu juga pergilah."

Liana setuju. Melisa benar, itu adalah hari terakhir kontrak mereka. Dia juga hanya perlu bersabar untuk yang terakhir kalinya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 24 

    Setelah memastikan bahwa luka Alice tidak serius, Liana menyerahkannya kepada Kian dan langsung pergi ke ruang kerja. Dia baru keluar setelah tengah malam.Dari tadi, Kian telah menunggu Liana di luar. Melihat Liana masih marah, dia berkata dengan khawatir, "Liana, biarkanlah aku melakukan sesuatu.""Kamu sudah membantuku dengan menjaga Alice. Ini adalah sesuatu yang harus kulakukan sendiri." Liana tidak ingin melibatkan Kian.Kian pun memeluk Liana dalam diam.Tidak ada perusahaan yang benar-benar bersih. Dalam lima tahun terakhir, Liana telah membantu menangani banyak urusan perusahaan. Terutama setelah Emily kembali, waktu yang dihabiskan Leonard di kantor tidak sampai dua jam sehari. Dia selalu menangani semua dokumen yang diperlukan dari jarak jauh. Jadi, sangat mudah baginya untuk menimbulkan sedikit masalah bagi Leonard.Kian meliburkan Liana dari pekerjaan perusahaan, juga mencoba menyelesaikan pekerjaan dengan cepat setiap hari agar bisa pulang untuk menemaninya. Dia memindahk

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 23 

    Sesampainya di rumah, Liana sudah lumayan sadar dari mabuknya. Dia memperhatikan Kian menidurkan Alice, lalu duduk di depannya."Kalau sedih, nangis saja." Kian membuatkan air madu untuk Liana, lalu dengan penuh perhatian membuka sebungkus tisu baru.Liana tidak ingin menangis. Tidak ada yang perlu ditangisi. Dia hanya ingin bertanya, "Kamu yang suruh Alice panggil kamu papa?" Kian mengangguk. "Emm. Aku nggak tahan lagi lihat orang itu, tapi kamu melarangku ikut campur. Jadi, aku cuma kepikiran solusi itu. Kalau kamu nggak senang, aku akan suruh Alice jangan panggil aku begitu lagi." Solusi apanya! Itu jelas-jelas adalah pukulan psikologis.Kata-kata Alice mengenai "Papa nggak pernah buat Mama sedih" terus berputar di pikiran Liana. Dia menatap Kian yang lembut dan penuh perhatian, lalu berujar, "Kamu suka dipanggil begitu, sedangkan dia juga bersedia panggil begitu. Ya biarkan saja dia lanjut panggil begitu."Untuk sesaat, Kian masih belum tersadar. Setelah beberapa detik, dia terli

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 22 

    Liana yang tadinya bersandar pada Kian sambil tersenyum tiba-tiba bersikap dingin dan menjaga jarak ketika melihat Leonard. Melihat hal ini, hati Leonard dipenuhi perasaan campur aduk, seperti bumbu yang tidak sengaja ditumpahkan. Dia masih tidak percaya bahwa Liana benar-benar mampu merelakan hubungan yang telah mereka jalin selama lima tahun."Liana, kamu benar-benar sudah yakin? Kamu mau kita jadi orang asing?" tanya Leonard."Leonard, kalau otakmu bermasalah, pergilah ke rumah sakit. Apa aku terlihat seperti orang yang ingin melanjutkan hubungan ini?" Nada Liana dipenuhi dengan rasa jijik yang tak tersembunyi. Apakah dia belum menunjukkannya dengan cukup jelas, sehingga Leonard masih tidak percaya bahwa dia ingin memutuskan semua hubungan dengan Leonard?Leonard merasa hatinya bagai disayat pisau. "Lalu, apa arti kebersamaan kita selama lima tahun terakhir? Kamu bilang kamu menyukaiku dan mau bersamaku. Kamu selamatkan aku dari kecelakaan, juga merawatku waktu aku sakit.""Selain i

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 21 

    Rumah Kian tidak jauh dari perusahaan, hanya sekitar sepuluh menit berkendara. Rumah itu tidak terlalu besar, tetapi didekorasi dengan sangat hangat.Alice sangat menyukai sofa besar di ruang tamu. Dia berguling-guling di atasnya dan enggan untuk bangun."Mama, boleh nggak kita tidur di sofa malam ini?" tanya Alice dengan penuh harap."Boleh. Aku akan ambilkan selimut untuk kalian," jawab Kian. Kemudian, dia masuk ke kamar untuk mengambil selimut.Setelah berguling-guling di sofa lagi, Alice berseru dengan sangat kuat, "Terima kasih, Paman Kian! Paman Kian benar-benar baik!" Liana memandang Alice. Ketika baru mengadopsi gadis kecil ini, Alice masih sangat pemalu dan selalu menempel padanya, juga merasa tidak aman tanpa dirinya. Akhir-akhir ini, Alice dirawat dengan sangat baik dan menjadi jauh lebih berani. Kadang-kadang, ketika Liana sibuk, dia akan pergi mencari Kian sendiri."Kamu suka sama Paman Kian?" tanya Liana mencubit pipinya.Alice mengangguk tiada henti. Kemudian, dia berb

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 20

    Liana berbalik dan pergi dengan tegas.Leonard tidak bisa masuk ke gedung perusahaan dan hanya bisa menunggu di lantai bawah.Kian secara khusus menyuruh sopirnya menurunkan Alice dari tempat parkir samping, sekaligus memberi tahu Liana, "Leonard sepertinya lagi cari tempat tinggal di kompleks apartemenmu. Dia sepertinya mau jadi tetanggamu." Alice mengedipkan matanya. Meskipun masih kecil, dia mengingat nama itu. Dia menatap ibunya dan bertanya dengan bingung, "Mama, apa itu Papa?""Bukan, dia cuma orang asing. Waktu ketemu sama dia kelak, jangan percaya pada apa pun yang dia katakan atau ikut dengannya," pesan Liana sambil mengelus kepala Alice.Alice mengangguk patuh, lalu dibujuk untuk pergi bermain di samping. Liana mengerutkan kening. Dia tidak takut pada Leonard, tetapi Leonard yang selalu mengusiknya sangat berpengaruh pada kehidupannya."Mau nginap di tempatku beberapa hari? Kompleksku punya keamanan yang baik," tanya Kian ragu-ragu. Saat Liana menoleh, dia menambahkan, "Aku

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 19

    "Terima kasih," kata Liana kepada Kian.Kian menatapnya. "Liana, barusan ....""Seperti yang kamu lihat. Aku dan Leonard sudah hidup bersama selama lima tahun, juga punya seorang anak. Terima kasih atas perhatianmu selama beberapa hari terakhir. Besok, aku akan sewa pengasuh. Kamu nggak perlu antar jemput Alice lagi," ujar Liana dengan sopan."Liana!" Melihat Liana yang mencoba menjaga jarak dengannya, Kian menarik tangannya dengan agak marah. "Sejak kamu masuk kerja, aku tahu kamu punya keluarga dan anak. Kalau aku peduli tentang itu, aku nggak akan berusaha keras untuk bersikap baik padamu dan Alice."Liana menatapnya dan menyahut dengan nada tanpa emosi, "Tapi, kamu juga sudah melihatnya. Leonard punya dukungan Grup Hadinata. Dia orang yang keras kepala. Kalau dia melampiaskan amarahnya padamu, itu bisa membahayakan perusahaanmu ...." Kian tiba-tiba tertawa dan berkata dengan yakin, "Liana, kamu bukannya sama sekali nggak menaruh perasaan padaku, 'kan? Kamu mengkhawatirkanku." Sor

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status