Share

Bab 8

Author: Blessy
Liana adalah tipe orang yang selalu menepati janjinya, juga selalu melakukan yang terbaik. Dia tiba di lokasi pesta satu jam lebih awal dan bahkan berdandan. Nyatanya, kehadirannya sama sekali tidak diperlukan.

Kai tetap menempel pada Emily. Sebagai orang yang berulang tahun, semua orang tentu saja mengucapkan selamat kepadanya, lalu baru mengobrol dengan Emily. Jika ada masalah atau kekurangan dalam pengaturan pesta, para pelayan juga akan bertanya pada Emily.

Liana berdiri di aula dan merasa lebih seperti orang asing daripada orang asing yang sebenarnya. Untungnya, dia sudah lama menerima kenyataan ini. Dia pun dengan santainya mencari sebuah sudut, lalu menikmati minuman dan makanan ringan.

Dibandingkan dengan merasa sedih karena dikucilkan oleh putranya, saat ini, Liana lebih merasa antusias terhadap kehidupan barunya.

Tepat pukul enam, kue tujuh tingkat didorong masuk dengan lilin dinyalakan. Lampu di dalam ruangan dipadamkan dan lagu ulang tahun mulai diputar.

Kai berdiri di depan kue besar itu dan menyatukan kedua tangannya dengan sopan untuk membuat permohonan. Emily berdiri di belakangnya.

Leonard baru masuk semenit sebelum lampu dipadamkan. Dia melirik putranya yang dikelilingi orang lain, lalu berjalan ke arah Liana di sudut ruangan.

"Kenapa kamu nggak ke sana?"

Liana mendengar pertanyaan Leonard tepat saat lampu padam. Liana tidak repot-repot menjawab.

Setelah lagu ulang tahun berakhir, lampu menyala kembali. Sudah saatnya memotong kue.

Kai dengan antusias mengambil pisau dan berniat memberikannya kepada Emily, tetapi Melisa menghentikannya dari belakang.

"Kai, hari ini ulang tahunmu. Lima tahun yang lalu, tepat pada hari ini, kamu bertemu mamamu untuk yang pertama kalinya. Bukankah seharusnya mamamu yang memotong kue ulang tahun?"

Melisa membungkuk dan berbicara lembut kepada Kai. Dia mengambil pisau dari tangan Kai dan melambaikan tangan kepada Liana di luar kerumunan. "Liana, ayo kemari dan potong kuenya!"

Orang-orang sepertinya baru menyadari bahwa Liana adalah ibu kandung Kai. Dalam sekejap, tatapan penasaran mereka pun tertuju pada Emily.

Emily hampir tidak dapat mempertahankan senyumnya. Dia tanpa sadar menatap Leonard.

"Ibu suruh kamu pergi potong kue," ucap Leonard kepada Liana yang menunduk. Akhir-akhir ini, wanita ini benar-benar gampang marah.

Liana menarik napas dalam-dalam, lalu berdiri, dan berjalan mendekat. Leonard juga mengikutinya.

Kerumunan menyingkir untuk memberi jalan.

Secercah kebencian melintas di mata Emily, tetapi hanya sesaat. Saat Melisa menyerahkan pisau kepada Liana, dia melepaskan genggamannya pada tangan Kai.

Kai menoleh ke arah Emily. Melihat ekspresi sedih Emily, dia langsung berseru, "Aku nggak mau dia yang potong kue! Aku mau Bibi Emily yang potongkan kuenya untukku!"

Kai mengulurkan tangan untuk merebut kembali pisau itu.

Melisa menghentikannya dan berkata dengan nada tegas, "Kalau kamu mau begitu, nanti kita suruh orang bawa masuk kue lain dan biarkan Bibi Emily memotongnya."

Kai bersikeras menyahut, "Aku mau yang ini!"

"Kai Hadinata!" bentak Leonard dengan memanggil nama lengkapnya. Kai pun berhenti mengamuk dan menatap ayahnya dengan agak takut.

"Biarkan Mama yang memotongnya," tambah Leonard.

"Tapi, aku sudah janji ke Bibi Emily bahwa aku akan biarkan dia yang potong kuenya!" ucap Kai dengan tampang cemberut. Dia menatap Liana dan melampiaskan semua kekesalannya pada Liana. "Siapa yang suruh kamu datang? Aku nggak mengundangmu! Kamu nyebelin banget! Kamu cuma bisa buat aku nggak senang! Pergi! Pergi sana!"

Kai melepaskan diri dari cengkeraman Melisa dan mendorong Liana.

Anak-anak seringkali tidak dapat mengendalikan kekuatan mereka. Sementara itu, luka Liana baru sembuh. Ketika didorong, dia pun terdesak mundur. Dia lupa ada gelas anggur yang tertata rapi di belakangnya. Dengan suara gedebuk, semua gelas anggur itu pun jatuh ke lantai.

"Liana!" Leonard yang berdiri tepat di belakang Liana segera mengulurkan tangan untuk menariknya.

Hanya saja, Liana berdiri terlalu dekat dengan gelas anggur itu. Meskipun sudah ditarik agar tidak jatuh ke pecahan gelas, dia masih terluka akibat pecahan kaca yang beterbangan dan meringis kesakitan.

Melisa segera memanggil pelayan untuk membersihkan lantai, sedangkan para tamu juga bubar. Untuk sesaat, keadaannya pun menjadi kacau.

"Kai, kamu baik-baik saja?" tanya Emily dengan cemas kepada Kai.

Kai juga terkejut dan agak takut.

Pandangan Emily tertuju pada Liana yang dipapah untuk berdiri. Kemudian, dia menatap Kai dan berujar, "Jangan takut, Bibi akan menggendongmu keluar."

Dia membungkuk untuk menggendong Kai. Namun, saat berdiri, tubuhnya terhuyung dan dia jatuh ke lantai.

"Bibi Emily! Papa! Papa, Bibi Emily terluka!" seru Kai ke arah ayahnya dengan cemas begitu melihat darah yang mengalir dari luka Emily.

Hampir dalam seketika, Leonard menoleh ke arah Emily dan melepaskan genggamannya. Dia tidak menyadari bahwa Liana terhuyung saat dia melepaskan genggamannya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 24 

    Setelah memastikan bahwa luka Alice tidak serius, Liana menyerahkannya kepada Kian dan langsung pergi ke ruang kerja. Dia baru keluar setelah tengah malam.Dari tadi, Kian telah menunggu Liana di luar. Melihat Liana masih marah, dia berkata dengan khawatir, "Liana, biarkanlah aku melakukan sesuatu.""Kamu sudah membantuku dengan menjaga Alice. Ini adalah sesuatu yang harus kulakukan sendiri." Liana tidak ingin melibatkan Kian.Kian pun memeluk Liana dalam diam.Tidak ada perusahaan yang benar-benar bersih. Dalam lima tahun terakhir, Liana telah membantu menangani banyak urusan perusahaan. Terutama setelah Emily kembali, waktu yang dihabiskan Leonard di kantor tidak sampai dua jam sehari. Dia selalu menangani semua dokumen yang diperlukan dari jarak jauh. Jadi, sangat mudah baginya untuk menimbulkan sedikit masalah bagi Leonard.Kian meliburkan Liana dari pekerjaan perusahaan, juga mencoba menyelesaikan pekerjaan dengan cepat setiap hari agar bisa pulang untuk menemaninya. Dia memindahk

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 23 

    Sesampainya di rumah, Liana sudah lumayan sadar dari mabuknya. Dia memperhatikan Kian menidurkan Alice, lalu duduk di depannya."Kalau sedih, nangis saja." Kian membuatkan air madu untuk Liana, lalu dengan penuh perhatian membuka sebungkus tisu baru.Liana tidak ingin menangis. Tidak ada yang perlu ditangisi. Dia hanya ingin bertanya, "Kamu yang suruh Alice panggil kamu papa?" Kian mengangguk. "Emm. Aku nggak tahan lagi lihat orang itu, tapi kamu melarangku ikut campur. Jadi, aku cuma kepikiran solusi itu. Kalau kamu nggak senang, aku akan suruh Alice jangan panggil aku begitu lagi." Solusi apanya! Itu jelas-jelas adalah pukulan psikologis.Kata-kata Alice mengenai "Papa nggak pernah buat Mama sedih" terus berputar di pikiran Liana. Dia menatap Kian yang lembut dan penuh perhatian, lalu berujar, "Kamu suka dipanggil begitu, sedangkan dia juga bersedia panggil begitu. Ya biarkan saja dia lanjut panggil begitu."Untuk sesaat, Kian masih belum tersadar. Setelah beberapa detik, dia terli

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 22 

    Liana yang tadinya bersandar pada Kian sambil tersenyum tiba-tiba bersikap dingin dan menjaga jarak ketika melihat Leonard. Melihat hal ini, hati Leonard dipenuhi perasaan campur aduk, seperti bumbu yang tidak sengaja ditumpahkan. Dia masih tidak percaya bahwa Liana benar-benar mampu merelakan hubungan yang telah mereka jalin selama lima tahun."Liana, kamu benar-benar sudah yakin? Kamu mau kita jadi orang asing?" tanya Leonard."Leonard, kalau otakmu bermasalah, pergilah ke rumah sakit. Apa aku terlihat seperti orang yang ingin melanjutkan hubungan ini?" Nada Liana dipenuhi dengan rasa jijik yang tak tersembunyi. Apakah dia belum menunjukkannya dengan cukup jelas, sehingga Leonard masih tidak percaya bahwa dia ingin memutuskan semua hubungan dengan Leonard?Leonard merasa hatinya bagai disayat pisau. "Lalu, apa arti kebersamaan kita selama lima tahun terakhir? Kamu bilang kamu menyukaiku dan mau bersamaku. Kamu selamatkan aku dari kecelakaan, juga merawatku waktu aku sakit.""Selain i

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 21 

    Rumah Kian tidak jauh dari perusahaan, hanya sekitar sepuluh menit berkendara. Rumah itu tidak terlalu besar, tetapi didekorasi dengan sangat hangat.Alice sangat menyukai sofa besar di ruang tamu. Dia berguling-guling di atasnya dan enggan untuk bangun."Mama, boleh nggak kita tidur di sofa malam ini?" tanya Alice dengan penuh harap."Boleh. Aku akan ambilkan selimut untuk kalian," jawab Kian. Kemudian, dia masuk ke kamar untuk mengambil selimut.Setelah berguling-guling di sofa lagi, Alice berseru dengan sangat kuat, "Terima kasih, Paman Kian! Paman Kian benar-benar baik!" Liana memandang Alice. Ketika baru mengadopsi gadis kecil ini, Alice masih sangat pemalu dan selalu menempel padanya, juga merasa tidak aman tanpa dirinya. Akhir-akhir ini, Alice dirawat dengan sangat baik dan menjadi jauh lebih berani. Kadang-kadang, ketika Liana sibuk, dia akan pergi mencari Kian sendiri."Kamu suka sama Paman Kian?" tanya Liana mencubit pipinya.Alice mengangguk tiada henti. Kemudian, dia berb

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 20

    Liana berbalik dan pergi dengan tegas.Leonard tidak bisa masuk ke gedung perusahaan dan hanya bisa menunggu di lantai bawah.Kian secara khusus menyuruh sopirnya menurunkan Alice dari tempat parkir samping, sekaligus memberi tahu Liana, "Leonard sepertinya lagi cari tempat tinggal di kompleks apartemenmu. Dia sepertinya mau jadi tetanggamu." Alice mengedipkan matanya. Meskipun masih kecil, dia mengingat nama itu. Dia menatap ibunya dan bertanya dengan bingung, "Mama, apa itu Papa?""Bukan, dia cuma orang asing. Waktu ketemu sama dia kelak, jangan percaya pada apa pun yang dia katakan atau ikut dengannya," pesan Liana sambil mengelus kepala Alice.Alice mengangguk patuh, lalu dibujuk untuk pergi bermain di samping. Liana mengerutkan kening. Dia tidak takut pada Leonard, tetapi Leonard yang selalu mengusiknya sangat berpengaruh pada kehidupannya."Mau nginap di tempatku beberapa hari? Kompleksku punya keamanan yang baik," tanya Kian ragu-ragu. Saat Liana menoleh, dia menambahkan, "Aku

  • Meski Cinta Telah Pudar, Bintang Tetap Bersinar   Bab 19

    "Terima kasih," kata Liana kepada Kian.Kian menatapnya. "Liana, barusan ....""Seperti yang kamu lihat. Aku dan Leonard sudah hidup bersama selama lima tahun, juga punya seorang anak. Terima kasih atas perhatianmu selama beberapa hari terakhir. Besok, aku akan sewa pengasuh. Kamu nggak perlu antar jemput Alice lagi," ujar Liana dengan sopan."Liana!" Melihat Liana yang mencoba menjaga jarak dengannya, Kian menarik tangannya dengan agak marah. "Sejak kamu masuk kerja, aku tahu kamu punya keluarga dan anak. Kalau aku peduli tentang itu, aku nggak akan berusaha keras untuk bersikap baik padamu dan Alice."Liana menatapnya dan menyahut dengan nada tanpa emosi, "Tapi, kamu juga sudah melihatnya. Leonard punya dukungan Grup Hadinata. Dia orang yang keras kepala. Kalau dia melampiaskan amarahnya padamu, itu bisa membahayakan perusahaanmu ...." Kian tiba-tiba tertawa dan berkata dengan yakin, "Liana, kamu bukannya sama sekali nggak menaruh perasaan padaku, 'kan? Kamu mengkhawatirkanku." Sor

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status