Sudah beberapa hari ini Lilian mengerjakan 'tugas' dari Jaden disela-sela pekerjaan rutinnya. Jaden bahkan mengirim makan siang untuknya walau ia berada di kantor.
Ya, makan siang yang selalu dikirim oleh seorang kurir itu, akan selalu ia dapati tepat setelah jam makan siang dimulai. Bahkan saat dirinya sedang tidak berada di ruangannya, ia akan selalu mendapatkan hidangan tersebut di atas mejanya saat ia kembali.
Dan saat sepulangnya ia dari bekerja, Lilian juga akan mendapati lagi hidangan makan malam untuk ia 'nilai'. Sekarang sudah hari kelima sejak Jaden pergi. Dan seperti biasanya, Lilian akan berkirim pesan atau sekadar menjawab telepon dari Jaden yang sebagian besar hanya berisi perdebatan saja.
[ Lapor. Hidangan malam ini, enak. ]
Pesan teks terakhir yang Jaden terima dari Lilian, ia baca lagi berulang-ulang kali. Setiap kali ia membaca, setiap kali pula ia tak dapat menahan senyumnya.
Sungguh khas Lilian, mengomentari hidangan milikn
Aroma yang menggugah selera memenuhi indra penciuman Lilian dan mengiringi dirinya yang terbangun dari tidurnya."Kau sudah bangun?" suara maskulin yang familier membawanya ke kesadarannya sepenuhnya.Hal yang pertama kali Lilian lihat saat ia membuka matanya adalah, Jaden.Ya, Jaden sedang duduk di atas lantai, dan menopang dagunya di pinggir ranjang sembari mengamati Lilian.Lilian mengerjap, sedikit tersentak dengan keberadaan Jaden yang mengagetkannya. Dengan cepat ia bangkit dan duduk. Saat ia akan turun dari ranjang Jaden, seketika itu juga Jaden menahan lengannya."Mau ke mana?""Tentu saja kembali ke ...""Ini masih sangat pagi. Masih ada waktu dua jam sebelum kau berangkat bekerja. Dan jangan coba-coba pergi dari sini sebelum tuan rumah mengizinkanmu. Itu sangat tidak sopan. Bukankah sudah pernah kukatakan padamu sebelumnya? Jangan pergi diam-diam ketika kau bangun di atas ranjangku."Lilian menghela napasnya perlahan.
Lilian bergegas menuju lantai atas tempat restoran terbaru Jaden untuk pertemuan pembicaraan proyeknya dengan perusahaan. Hari ini Lilian akan menampung keinginan dan masukan dari Jaden selaku klien perusahaan mereka. Blazer hitam, celana panjang dan rambut ponytail tinggi menjadi padunan gaya bekerja Lilian siang ini sebelum ia bertemu dengan Jaden. Padunan itu tampak menonjolkan sisi dirinya secara profesional. Lilian segera menuju ke area restoran Jaden begitu ia keluar dari lift. Restoran yang selama beberapa hari ini direnovasi, terlihat tampak jauh berbeda dari sebelumnya. Lilian tanpa sadar mengamati setiap sudut ruangan saat dirinya masuk. Restoran Jaden tampak terang, nyaman sekaligus elegan. Renovasi kilat yang dilakukan oleh ahlinya memang tampak sangat memuaskan. Mereka dapat menyulap gedung di lantai itu hingga tampak mewah dan menakjubkan. "Kau takjub?" sapa Jaden yang telah berada di belakang Lilian secara tiba-tiba. Lilia
"Menarik, kau ada hubungan sesuatu dengan wanita itu?" Sarah mendekati Jaden dan bergelayut manja di salah satu lengannya. "Apa wanita itu teman tidurmu? Bagaimana jika wanita itu ikut terseret ke dalam pusaranmu, Jaden?" Jaden menghempas dengan jijik tangan Sarah yang menyentuhnya. "Tutup mulutmu dan segeralah kau pergi dari sini!" geramnya. "Wah, rupanya ia tak hanya sekadar teman tidurmu ya?" tantang Sarah lagi. Ia tersenyum manis ke arah Jaden. "Aku lihat tadi kau begitu peduli padanya. Kau begitu manis memperlakukannya. Apakah kau menyukainya? Wah, tak kusangka kau akan menaruh hatimu pada seorang wanita." Sarah berucap dengan ekspresi yang seolah-olah tak percaya. "Tapi ... bagaimana jika ia sampai tahu tentang dirimu yang sebenarnya ya? Aku yakin ia pasti akan terkejut. Ia pasti shock dan mungkin akan berlari seperti kucing kecil yang ketakutan. Bahkan mungkin, ia tak akan mau lagi untuk dekat denganmu, haha ..." "Tutup mulutmu
Jaden bersikeras mengantarkan Lilian pulang dengan mobilnya. Ia tak ingin Lilian menyetir dalam keadaan seperti itu. Lilian tampak pucat dan kelelahan. Ia tahu benar apa efek dari mimpi buruk yang ia alami. Tapi melihat keadaan wanita itu, tampaknya ia mengalami mimpi buruk yang jauh, jauh lebih mengerikan dibandingkan dengan mimpi buruknya sendiri, karena Lilian tampak berbeda. Ia terlihat kelelahan dan ketakutan yang tak seperti ketakutan biasa. Maka dari itu, ia langsung berinisiatif membawa tas Lilian begitu mereka sampai. "Terima kasih," jawab Lilian setelah Jaden mengantarkannya hingga ke ruang tamunya. "Berterima kasih saja tak cukup. Lekas mandi dan aku akan menunggumu di sini." "Di sini? Haruskah? Oh, please, bisakah kau tunggu di tempat lain?" protes Lilian. "Oke, aku akan pergi. Kau tahu di mana aku akan menunggumu, bukan? 10 menit saja, jika kau belum naik ke atas ranjangku, aku yang akan datang kemari untuk membawamu sendiri
Jaden tak bosan-bosannya menatap Lilian yang masih terpejam dalam tidurnya karena wanita itu terlihat begitu tenang dan damai. Jaden yg telah terbangun dan menyiapkan sarapan sebelumnya, kini telah berbaring kembali di samping Lilian. Ia memeluk Lilian lagi dengan senyum yang mengembang dan nyaman. Sama seperti Lilian, Jaden semalaman terlelap tanpa terbangun sambil memeluk wanita itu. Tak lama setelah Jaden kembali memeluknya, Lilian mulai bergerak-gerak. Ia akhirnya menguap dan membuka matanya. "Selamat pagi, tidurmu nyenyak?" Jaden menyibak sejumput rambut ke belakang tengkuk wanita itu dan kemudian mengecup leher polos Lilian dengan lembut. Lilian sedikit bergetar dengan kecupan selamat pagi Jaden. Ia tak menyangka dengan 'sambutan' selamat pagi yang begitu mesra dan tiba-tiba itu. "I ... iya, tidurku nyenyak," ucapnya. "Jangan turun. Tunggulah ...," perintah Jaden saat Lilian hendak turun dari ranjangnya. Ia meraih meja lipat yang
Lilian menggigit bibirnya dan menggerutu dengan kesal saat ia masuk ke dalam lift. Ia mengeluarkan bedak dengan kaca di dalamnya untuk memeriksa lipstiknya lagi. Benar saja, lipstik tipis pink-nya sedikit berantakan karena ciuman 'paksa' Jaden tadi. Lilian buru-buru menghapus bagian yang berantakan agar tidak tampak mencolok. Jika sebelumnya Jaden selalu membuatnya berdebar karena ketakutan, akhir-akhir ini ia juga sering melakukannya. Sama-sama membuatnya berdebar, tetapi dengan cara yang berbeda. Bukan dengan cara yang menakutkan, tetapi dengan cara manis yang sering membuatnya merona. Lilian sendiri tak sepenuhnya mengerti dengan apa yang ia rasakan. Mungkin sejak Jaden memperlihatkan gelang pasangan yang bersinar itu padanya, ia jadi sering memikirkannya. Ia bahkan telah mengungkap sedikit demi sedikit kelemahannya dan masa kelamnya pada pria itu. Melihat bagaimana Jaden bereaksi dan memperlakukannya, dalam hati kecilnya mungkin Lilian jadi
Jaden menerobos begitu saja pintu kantor Lilian yang tak terkunci karena ia tahu tak ada orang lain lagi selain Lilian di dalam. Ia mendapati wanita itu terkejut karena kehadirannya yang begitu tiba-tiba. "Hanya itu makan malammu?" tanyanya sambil mengernyit menatap Lilian yang sedang mengunyah sepotong biskuit. Pertanyaan spontan yang selalu refleks ia lontarkan ketika wanita itu mengunyah sesuatu yang kurang sesuai dengan bayangannya. "Muntahkan sekarang juga apa pun yang ada di dalam mulutmu dan ikuti aku!" dengan gaya memerintah yang Lilian tahu betul tak dapat dibantah, Jaden kali ini membuatnya mengikutinya ke kursi tamu miliknya. Jaden meletakkan kotak yang sebelumnya ia tenteng di salah satu tangannya. Dan jelas, Lilian dapat dengan mudah menebak apa isinya. "Apa kau tak memiliki pekerjaan hingga malam-malam berkeliaran di kantorku?" tanya Lilian heran. "Aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku yang menggunung, Nona. Sekarang duduklah,
Lagi-lagi Lilian terbangun dari tidurnya di sebelah Jaden saat pagi menjelang. Sudah beberapa hari ini ia selalu lembur dan tak pernah beranjak ke atas ranjang atas kemauannya sendiri. Lilian sering terlelap karena kelelahan mengerjakan pekerjaannya. Dan entah kapan, Jaden selalu saja berhasil memindahkannya ke atas ranjang. Ia selalu terbangun di atas ranjangnya mau pun ranjang Jaden sendiri pada keesokan harinya. Dan bahkan ia sendiri tak menyadari itu sampai dirinya membuka mata. "Hari ini adalah pembukaan pengundian bagi karyawan yang beruntung mendapat kehormatan untuk membuat syuting iklan dengan timku. Sebaiknya kau memakai baju kerja yang sedikit formal, karena akan ada jumpa pers yang dilanjutkan dengan syuting hari ini juga," ucap Jaden saat memperhatikan Lilian sedang menyisir rambutnya. "Aku tahu. Bukannya apa-apa, tapi bisakah kau tak membuat heboh semua orang dengan pembukaan undian hari ini? Bukankah seharusnya itu telah dibuka beberapa hari se