Share

Pembunuhan yang menggemparkan warga.

   Pagi itu tampak ramai orang orang berkumpul di sekitaran kali yang ada di depan Aula pertemuan RT/RW.

Garis pembatas dari Polisi dipasang, beberapa Petugas Polisi ada disitu, Petugas Forensik dari kepolisian mengangkat mayat dari bawah jembatan kali tersebut. Di batu yang ada pada pinggir kali/selokan ada tulisan "Hell...Lo." dan tulisan "Tempatmu di Neraka!"

Orang orang yang menyaksikan tampak bergidik ngeri melihat mayat yang rusak terbujur kaku itu, ada sebagian warga yang menutup hidungnya karena tercium bau menyengat dari mayat itu.

Terlihat mayat yang ditandu itu mulutnya rusak bekas sayatan pisau, dari jari jarinya menghitam, dan di jari jari mayat tersebut tidak ada kuku kuku mayat tersebut.

Sepertinya mayat itu dibunuh dengan kejam dengan menyobek mulut dan mencabut kuku kuku jarinya.

Mayat tersebut diangkat dan dimasukkan kedalam mobil ambulance. Diantara warga yang menyaksikan bergidik melihat sosok mayat itu.

"Itukan pak Riyadi ?" Ujar salah seorang Warga yang ada ditempat itu.

Mendengar siapa mayat itu sontak warga warga ramai berbisik bisik kasak kusuk.

Diantara warga warga itu tampak Randi yang baru pulang dari mini market melihat kerumunan tersebut.

Ketika Randi menatap mayat Riyadi yang dimasukkan kedalam mobil ambulance oleh petugas paramedis, wajah Randi terdiam terpaku melihatnya.

"Pantes beberapa hari ini gak keliatan pak Riyadi, ternyata..." Ujar salah satu warga.

"Kasihan nasibnya...mati mengenaskan begitu." Ujar Warga lainnya.

"Siapa yang tega membunuhnya sekejam itu ya?" Ujar Warga lainnya lagi.

"Ya gak tau, kok nanya saya, wong pak Riyadi itu orangnya juga gitu, tengil, angkuh, merasa paling hebat dikampung ini, gak kan heran kalo banyak orang yang dendam sama dia, musuhnya banyak." Ujar salah satu Warga.

"Huuss, jangan sembarangan ngomong, biarin Polisi yang mengurusnya." Ujar pak RT menyuruh para warga diam agar tidak membuat gosip gosip yang bisa membuat keruh suasana.

Randi berjalan melangkah masuk kedalam gang rumahnya, terdengar suara teriakan tangisan dan raungan dari dalam rumah Riyadi, Istri Riyadi Tatik meraung raung menangis meratapi kematian Riyadi, suaminya.

Randi mendengar itu sejenak berhenti melangkah, mendengar tangisan itu, namun kemudian Randi kembali melangkahkan kakinya kerumahnya, membuka pintu rumah lalu masuk kedalam rumahnya.

Dari dalam rumah, dibalik horden jendela rumahnya Randi sekilas mengintip kearah luar rumah.

"Kasihan..." Ujar Randi menghela nafasnya .

Randi duduk di sofa ruang tamu, membuka bungkusan belanjaan yang dibelinya dari minimarket.

Randi mengambil roti lalu memakannya, dengan santai Randi menikmati roti itu, lalu Randi membakar rokoknya, menghembuskan asap rokok tersebut, tampak wajah Randi terlihat tenang.

Sore itu, Yana datang kerumah dan menemui Randi yang sedang menikmati kopinya diruang tamu.

"Kapan kamu mau pergi dari rumahku ini?" Tanya Yana pada Randi.

"Secepatnya, kalo aku udah dapat uangnya." Ujar Randi.

"Aku udah ada uangnya, kapan kamu perginya biar nanti aku transfer uangnya." Jelas Yana .

"Kalo kamu udah ada uangnya, bisa sekarang atau besok kamu transfer, biar aku bisa bayar dp utk rental mobil dan sewa kontrakan rumah di Jakarta." Ujar Randi pada Yana.

"Ya udah, mana nomor rekening kamu, nanti aku transfer." Ujar Yana.

"Bukannya kamu nyimpan nomor rekeningku?" Ujar Randi.

"Lupa, gak tau simpan dimana." Ujar Yana cuek.

"Oh gitu." Ujarnya . Lalu Randi mengambil ponselnya, mengetik dipesan wa , dan mengirimkannya ke Yana.

"Itu nomor rekening bank aku, kasih tau ya kalo udah kamu transfer." Ujar Randi.

Yana melihat notif, ada pesan wa yang masuk di ponselnya, pesan dari Randi.

"Iya." Jawab Yana, lalu Yana melangkah keluar rumah meninggalkan Randi sendiri dirumah itu.

Terdengar suara pengajian malam itu dari arah rumah Riyadi yang meninggal, rumah itu tepat berada disamping rumah Randi.

Suara pintu garasi rumah terbuka, Randi tahu kalau yang datang itu Yana. Terdengar suara Yana dan anak anak memasuki rumah.

"Kamu ambilin pet cargonya di kamar atas sana." Ujar Yana pada Sekar.

Sekar mengangguk, lalu dia segera melangkah naik tangga menuju lantai atas rumah.

Sementara Yana menyiapkan 2 kandang kucing, dan Dewi mengambil bungkusan makanan makanan kucing dan meletakkannya di dalam tas yang dibawanya.

Semua kebutuhan kucing di masukkan kedalam tasnya, obat obatan, shampo, tempat makan, gunting kuku kucing, hair driyer.

Sekar turun dari lantai atas, tiba tiba Sekar merasa mual, Sekar cepat berlari kearah wastafel yang ada didapur, Sekar muntah. 

Tapi tidak ada yang keluar dari mulutnya, Sekar muntah karena terasa sangat mual sekali. Melihat itu Yana mendekati Sekar.

"Kamu sakit ? Sana pake minyak angin, masuk angin kali kamu." Ujar Yana, Sekar memgangguk.

"Iya kali Ma, dari kemaren kok kerasa mual terus, eneg." Ujar Sekar, Yana melangkah ke kamarnya, membuka pintu kamar, lalu keluar dengan membawa minyak angin .

"Oleskan ini." Kata Yana pada Sekar sambil memberikan minyak angin.

Sekar mengambil minyak angin itu, lalu duduk di kursi meja makan, mengoleskan minyak angin keperut dan dahinya.

Dewi menggendong Max, kucingnya lalu memasukkannya ke kandang, tak lama, Yana juga datang menggendong Shisy kucing satunya lagi dan memasukkannya ke kandang yang lain.

"Udah semua kan ?" Tanya Yana pada anak anaknya.

"Pasir nya Ma ?" Ujar Sekar masih menahan rasa mualnya.

"Berat, nanti beli aja yang barulah." Ujar Yana, Sekar mengangguk.

Lalu Yana, Sekar dan Dewi keluar dari rumah itu, Randi mengintip dari balik horden jendela ruang tamu, melihat kepergian Yana dan anak anaknya membawa 2 ekor kucing.

Randi menghela nafas, Randi melangkah pelan, menghampiri Mira yang rebahan dikursi santai ruang keluarga bersama anaknya Cleo. Mira Kucingnya yang berbulu orange , Randi membelai lembut kepala Mira, kucing itu menyambutnya.

Randi lalu melangkah ke taman, di situ ada Lolo sedang duduk diam , Randi menggendongnya, lalu menciumi kucingnya tersebut.

"Kalian ikut papah yaa..."

"Temani papah. " Ujar Randi pada kucingnya itu.

Tak lama Yana tiba tiba masuk kedalam rumahnya, langsung melangkah ke arah kamar, Randi kaget tidak menyangka Yana kembali.

Tak berapa lama Yana keluar kamar membawa tas berisi pakaian, melangkah hendak keluar dari pintu taman samping garasi.

Langkah Yana terhenti, menoleh pada Randi yang sedang bermain bersama kucingnya ditaman.

"Itu tetangga dajjal, siapa yang meninggal ?" Tanya Yana pada Randi.

Yana menjuluki Istri Riyadi, tetangganya itu sebagai Dajjal, karena sifat orangnya yang culas, licik, biang fitnah, ghibah dan biang rusuh di lingkungan itu.

"Lakinya Dajjal, si Riyadi." Jawab Randi cuek.

Mendengar perkataan Randi, Yana kaget. Tak menyangka kalau yang dibunuh itu Riyadi, tetangganya.

"Mati juga tuh orang, mati kenapa?" Tanya Yana lagi.

"Dibunuh. Mayatnya ditemui si Jarwo pagi tadi." Ujar Randi, mendengar itu Yana kaget. Tak menyangka kalau Riyadi di bunuh.

"Haa?!!"

"Itulah akibatnya merasa diri paling hebat, ketemu musuh akhirnya mati." Jelas Yana, Randi hanya diam saja. Yana lalu melangkah keluar tinggalin Randi ditaman itu, Randi kembali bermain bersama kucingnya.

Hari itu, tampak lingkungan depan rumah Randi sepi, tidak seperti biasa yang ramai dan berisik karena terdengar suara ocehan teriakan Riyadi dan suara gerung gerung motornya .

Randi tampak duduk memejamkan matanya di sofa ruang tamu, menikmati keheningan suasana itu, tampak wajahnya menyiratkan kedamaian dan ketenangan.

"Nikmatnya suasana hening ini." Ujar Randi.

Tak berapa lama ponselnya berbunyi, Randi membuka matanya lalu mengambil ponselnya, ada pesan wa dari Yana. Randi lalu mengkliknya.

Dalam pesan itu tampak ada photo transferan dengan nominal transferan dari Yana. Melihat itu Randi tersenyum, lalu melihat photo transferan itu.

Randi mengetik pesan.

"Kok 5 juta ? gak cukup, aku perlunya paling gak 8 juta." Ujar Randi mengirimkan pesan ke hape Yana. Tak lama ada balasan dari Yana, Randi membaca pesan Yana.

"Besok sisanya aku transfer, rekeningku maksimal bisanya transfer 5 juta perharinya." Jelas Yana pada Randi.

"Ok, aku tunggu sisanya besok ya, terima kasih." Balas Randi mengirim pesan ke Yana. Tak ada lagi balasan dari Yana, Randi kemudian mengecek transferan Yana melalui aplikasi bank yang ada di ponselnya.

Melihat uang 5 juta ada direkeningnya, Randi tersenyum senang.

Yana datang menemui Wiwin di warungnya.

Melihat kedatangan Yana, Wiwin tetangganya itu tersenyum.

"Eeh, mbak Yana...duduk sini mbak." Sapa Wiwin ramah.

Wiwin salah seorang tetangga rumah Yana yang akrab dengan Yana.

Yana lalu duduk di kursi yang ada didepan warung Wiwin itu, Wiwin duduk disampingnya.

"Mbak, emang benar pak Riyadi itu meninggalnya dibunuh ?" Tanya Yana hati hati pada Wiwin.

"Iya mbak, mayatnya ditemui suami saya, ada di kolong jembatan kali itu tuh mbak yang didepan Aula pertemuan erte." Jelas Wiwin.

"Liat mayatnya serem deh mbak, kuku kuku tangannya gak ada, mulutnya rusak bekas sayatan gitu." Ujar Wiwin sambil bergidik seram menceritakan kondisi mayat Riyadi saat ditemukan,Yana mengangguk paham.

"Polisi sedang memanggil anaknya si Irfan tadi pagi." Ujar Wiwin.

"Loh kok anaknya dipanggil ke kantor polisi mbak ?" Tanya Yana.

"Semua orang ditanyain kok mbak sama Polisi yang menyelidiki kasusnya."

"Nah, si Irfan itu dipanggil karena menurut kesaksian salah seorang warga kita, beberapa hari sebelumnya Irfan sama bapaknya, pak Riyadi itu berantem." Jelas Wiwin.

"Ooh, Ya saya tahu itu kabarnya, karena anaknya emosi kesal dibentak bapaknya suruh benerin motor, padahal Irfannya baru bangun tidur." Ujar Yana mencoba mengingat apa yang pernah terjadi.

"Nah, karena itu mbak, Polisi mau cari tau, kayaknya sih Irfan di curigai sebagai tersangka.Ya karena pernah berantem itu." Ujar Wiwin.

"Masa sih anaknya tega bunuh bapaknya sendiri mbak. " Ujar Yana.

"Ya mana tau mbak, namanya kalap. Tapi eh, mudah mudahan aja bukan." Ujar Wiwin.

"Iya mbak, kita gak bisa langsung nuduh. Paling bisa liat perkembangan kabar dari kepolisian ya." Ujar Yana.

"Oh ya mbak, saya mau beli Gula sama berasnya 5 kilo. Sampe lupa mau belanja." Ujar Yana alihkan pembicaraan.

"Oh, iya mbak. sebentar ya." Wiwin masuk kedalam Warungnya, tak lama,Wiwin memberikan bungkusan beras dan gula kepada Yana.

Yana menerimanya lalu memberikan uang pada Wiwin.

"Terima kasih mbak, saya pamit ya." Ujar Yana.

"Loh, kembaliannya mbak Yana?" Ujar Wiwin.

"Udah ambil aja, gak apa mbak." Ujar Yana tersenyum, lalu naik ke motornya.

"Terima kasih mbak." Ujar Wiwin, Yana menyalakan mesin motornya lalu mengangguk pamit ke Wiwin, motor Yana melaju meninggalkan Wiwin.

Bel pintu berbunyi, Randi melihat dari layar monitor cctv rumahnya. Tampak Marwan berdiri di teras depan pintu rumahnya.

Randi melangkah membukakan pintu rumahnya.

"Masuk Wan." Ujar Randi.

"Assalamu'alaikum." Ujar Marwan sambil salim dan cium tangan Randi.

"Waalaikumsalam." Jawab Randi, sebelum duduk Marwan memberikan bungkusan pada Randi.

"Ini ada makanan dari rumah bang, buat makan abang." Ujar Marwan.

"Waah, jadi ngerepotin kamu Wan." Ujar Randi sambil menerima bungkusan makanan dari Randi itu.

"Sebentar ya Wan." Randi berlalu tinggalkan Marwan yang duduk disofa ruang tamu, Randi melangkah kearah ruang makan. Meletakkan makanan dimeja makan.

Randi lalu melangkah ke Kulkas, mengambil botol air dan gelas, kemudian dia berjalan menuju ruang tamu sambil membawa gelas dan botol air minum.

" Diminum Wan, maaf, cuma air biasa." Ujar Randi sambil menuangkan air kedalam gelas dan memberikan pada Marwan.

"Terima kasih bang, gampang, saya bisa ambil sendiri didapur." Ujar Marwan tersenyum.

"Mbak Yana sama anak anak belum pulang bang?" Tanya Marwan.

"Belum." Jawab Randi sambil berusaha menyembunyikan wajah sedihnya itu dihadapan Marwan.

"Lama juga ya." Ujar Marwan.

"Kita ngobrol di musholla aja yuk." Ajak Randi pada Marwan.

Marwan mengikuti Randi yang berjalan menuju musholla yang ada didalam rumah itu. Randi duduk di salah satu sajadah, asbak rokok diletakkannya didepannya, mengambil rokok dan membakarnya, Marwan duduk dihadapannya. Randi terdiam sejenak, menghela nafasnya, Randi menatap wajah Marwan lemah.

"Saya digugat cerai istri. " Ujar Randi dengan berat hati memberitahukan masalahnya pada Marwan. Marwan kaget mendengarnya.

"Innalillahi...masalahnya apa bang?" Ujar Marwan pada Randi.

"Entahlah, saya juga bingung Wan, ditanya masalahnya apa,Yana gak mau bicara dengan saya."

"Bingung aja liatnya, selama nikah gak pernah sekalipun kami ribut, tiap hari kemana mana berdua, urus usaha berdua, selalu becanda dirumah maupun diluar rumah." Ujar Randi menghela nafas berat.

"Saya gak habis pikir, kok ya mendadak tiba tiba minta cerai tanpa ada masalah yang terjadi sebelumnya." Ujar Randi.

"Udah coba buat ajak mbak Yana ngobrol baik baik bang ?" Tanya Marwan.

"Gimana mau ngobrolin masalah itu Wan, Liat muka saya aja gak mau, kalo ketemu saya keliatan buru buru pengen menghindar, mukanya kayak jijik liat saya, jadi gak bisa ngobrol, karena selalu menghindar kalo diajak ngobrolin masalah." Jelas Randi.

"Yang Sabar bang, Allah sedang naikin derajat abang ke yang lebih tinggi lagi. Saya yakin." Ujar Marwan.

Randi tersenyum getir mendengar Marwan bilang Allah sedang naikkan derajatnya dengan masalah itu, Randi menyembunyikan senyum getir kebencian , karena Randi benci jika mendengar nama Tuhan disebut, namun Randi tidak ingin Marwan mengetahui hal itu, Randi menutupinya.

"Mungkin begitu Wan." Ujar Randi menjawab ucapan Marwan tadi padanya.

Terdengar suara bel pintu rumah berbunyi, Randi melihat ke layar monitor cctv.

"Siapa malam malam begini datang?" Ujar Randi sambil melirik jam yang ada di dinding rumah, jam menunjukkan pukul 23:40 wib malam.

Randi berjalan melangkah membuka pintu rumah, muncul keamanan lingkungan erte didepan pintu.

"Motor siapa itu didepan?" Tanya Kemanan itu ketus tanpa salam dan sopan.

"Oh, motor Saudara saya, ini baru mau pamit pulang." Ujar Randi.

"Kalo mau nginap bilang, lapor ke erte, motor dimasukkan kerumah, kalo bertamu liat waktu, lagi pandemi covid begini, lagi ada pembunuhan, kalo bertamu ada batasnya." Ujar Keamanan itu, Randi mengangguk.

Marwan datang sudah memakai helm dan jaketnya, mendekati kemanan erte.

"Iya Mas, Maaf, ini saya mau pulang." Ujar Marwan menenangin.

Keamanan itu melengos pergi begitu saja.

Keamanan itu memang dikenal dilingkungan itu angkuh. Randi tak menyukai cara dan sikapnya, namun karena ada Marwan, Randi berusaha menahannya.

"Maaf ya Wan, emang gitu tuh keamanan, biasa, merasa jadi keamanan, jadi bisa seenaknya gak pake sopan santun sama adab negur orang." Ujar Randi.

"Iya ga apa bang, biasa, padahal bukan sekali ini saya datang kerumah abang pulang malam malam, saya paham sih situasinya." Ujar Marwan.

"Saya pamit dulu bang." Ujar Marwan sambil salim ke Randi.

"Iya, hati hati di jalan." Jawab Randi.

Marwan naik ke motornya, menyalakan mesin, Randi melihat didepan gang ditutup oleh palang pintu.

"Bentar Wan, gangnya udah dipalang." Ujar Randi , Lalu melangkah membuka palang pintu gang.

Marwan menjalani motornya, berlalu tinggalkan Randi, Randi melihat kepergian Marwan dijalanan itu, Randi melihat ke arah Keamanan yang tampak sedang berdiri ngobrol bersama seorang warga yang ronda tidak jauh darinya.

Randi menatap tajam pada Keamanan erte tersebut, wajah Randi memperlihatkan kebencian pada keamanan itu karena sikapnya tadi. Lalu kemudian Randi melangkah kearah rumahnya setelah menutup palang pintu di gang itu.

Randi membuka pintu, masuk kedalam rumahnya, mematikan semua lampu lampu yang ada didalam rumahnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mr.AXZ
laki lemah mo matek betina selingkuh anak mba happy family
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status