Misteri Kematian di Kota Hema

Misteri Kematian di Kota Hema

last updateLast Updated : 2024-07-30
By:  Peony's Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating. 1 review
71Chapters
762views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Tim andalan yang terdiri dari dokter forensik Alana Athaya dan Lili Aneth, serta polisi Bima Argiantara dan Athur Frida, berhasil menyelesaikan kasus pembunuhan. Namun, mereka menghadapi kasus misterius dengan korban mengenaskan yang membawa mereka ke kota Hema untuk penyelidikan lebih lanjut.

View More

Chapter 1

1. Kala Itu

Sekumpulan anak lelaki menertawakan. “Hahahah kalo lo bisa ambil sendal di pohon itu, kita nggak akan gangguin lo lagi,” jelas Haidan. "Lemah! Cewek kampungan!"

"Huuuh! Kampungan!" sahut Andre.

Saat itu, Haidan menjadi anak kecil paling di takuti diusia sebayanya. Sikapnya menjengkelkan.

Alana terus berupaya mengambil sandalnya di pohon. Haidan yang melemparnya. Walaupun sudah memanjat-manjat pohon tetap saja tidak terambil.

“Ciah nangis, gitu aja nangis, lemah!” ejek Haidan.

“Enggak! Alana nggak lemah! Kamu aja! Beraninya ke perempuan!” Hingga diikuti tangisan yang tersedu-sedu. “Bilangin—“ (ucap Alana langsung disergah Haidan).

“Siapa? Emang aduan!” Membuat Haidan dengan paksa melepas sebelah sendal Alana dan melemparnya lagi. “Biar tahu rasa! Sana bilangin!”

“Kamu kenapa sih? Gangguin Alana terus!”

“Karena gue benci sama lo. Kenapa nggak terima?" Haidan mengangkat satu alisnya.

Alana terdiam.

"Ayo guys! Tinggalin aja anak lemah ini.” Haidan membalikan badannya. Mereka mulai berjalan menjauh. Hingga dimana, seseorang melemparnya dengan kerikil.

“Aw!” Haidan melihat ke arah lemparan batu itu dilemparkan. “Woi! Beraninya!" Tatapan Haidan menatap Alana. "Oh ... jadi berani sekarang?"

Alana menatap polos. "Apa? Emang Alana lakuin apa?"

Seorang Anak Lelaki tiba-tiba saja keluar dari semak-semak. Sakunya dipenuhi oleh batu. “Ngapain? Berani lo? Sini maju!” Ia terus melemparkan batu kerikil. "Sini lo maju!'

"Aduh! Aduh!"

"Aduh!"

"Aw!"

Mereka berlarian. “Awas ya!” Membuat Haidan dan teman-temannya menjauh. "Gue tandain muka lo!""

Anak lelaki itu terus mengamati Haidan dan teman-temannya, perlahan mereka sudah tidak terlihat di pandangannya lagi. Kini lirikannya beralih menatap Alana. “Lagian ngapain sih kamu diem aja? Kan bisa lawan mereka! Kamu bakalan diem aja walaupun dibully? Lemah!"

“Siapa sih kamu?” tukas Alana, seraya mengelap air matanya.

“Lain kali lawan aja. Jadi perempuan lemah banget. Tinggal ambil batu, lempar.”

Anak laki-laki itu memanjat pohon. Mengambilkan kedua sendal Alana yang tersangkut. "Nih pake lagi." Tanpa basa-basi Ia berjalan mengambil sepedanya di semak-semak tepat di depan Alana.

“Dari tadi kamu di situ kok baru bantuin Alana?” tanya Alana.

“Buat apa? Males.” Ia masih sibuk membersihkan sepedanya yang penuh dengan rerumputan. Lalu, Ia pergi.

Alana penasaran. Ia mengikuti anak lelaki itu dari belakang seraya memberikan beberapa pertanyaan yang berada di dalam pikirannya.

“Kok Alana nggak pernah liat kamu?”

Ia menghiraukan pertanyaan Alana.

“Kok kamu nggak jawab? Alana punya salah, ya?”

Masih melakukan hal yang sama.

“Kamu rumahnya di mana?”

Ia menghentikan langkah kakinya. Raut wajahnya terlihat malas. “Kenapa? Sana pulang! Ngapain lagi? Mau diusilin anak nakal itu lagi?"

Alana tersenyum manis seraya bertanya. “Kita boleh temenan, kan?” sambil mengajaknya bersalaman.

Ia menghiraukannya. Melanjutkan lagi langkah kakinya dan meninggalkan Alana.

“Aku hari ini main sama kamu, ya? Ya? Ya?" Matanya berbinar menanti sebuah jawaban.

Tanpa menoleh Ia berucap. "Lupain aja. Kita nggak kenal juga. Sana pulang!"

"Kok kamu gitu sih? Jahat banget!"

"Karena aku nggak mau temenan sama anak lemah." Ia berjalan. Kini Alana tak mengikutinya lagi. "Pulang!"

****

Sore itu sangat indah dan cerah. Sunset oranye menyinari wajah Alana. Gadis mungil itu tetap fokus pada mainannya yang baru yang dibelikan papanya, Fadli.

"mau beli berapa? Tunggu yaa," ucap Alana, berimajinasi sedang melayani pembeli. "Silakan duduk."

Takut hal sama kembali terjadi lagi, Alana menjadikan sandalnya sebagai alas duduk. Sejak dahulu, tidak ada anak perempuan seusianya, hanya ada anak-anak nakal, itupun diatas usia Alana.

“Beli berapa? Satu ya? Oke tunggu ya, harap antri,” kata Alana lagi.

Percakapan itu terdengar oleh Haidan dan teman-temannya.

Haidan mengangkat kedua alisnya, sebagai kode bahwa mangsanya sudah ada di depan sana.

“Idih si gila. Ngomong sendiri,” kata Andre, di barengi tawa.

Haidan menimpal. “Enggak punya temen sampe gila gini, hahahaha."

Raut wajahnya langsung berubah. Sandalnya dengan cepat Ia kenakan. Semua barang-barangnya Alana masukkan ke dalam tas.

Melihat itu membuat Haidan tersadar. Tujuannya hanya satu, mengganggu Alana hingga menangis. Dengan cepat tangannya merampas sandal di kaki Alana.

"Lepasin!"

"Nggak!" teriak Alana.

Haidan terus berusaha merampas sandal Alana. Hingga sandalnya berhasil Ia genggam.

"Wleee! Ambil nih!" ejek Haidan.

"Sini Haidan, lemparin sini." Andre menangkapnya. "Sini ambil!"

Mereka terus mengoperkan sandal Alana.

"Sini ambil!" ejek Andre.

"Sini kalo berani ambil," ejek Galih.

Sandalnya dioperkan lagi.

Dengan tatapan yang tajam, Alana membalikkan badannya seraya berjalan menuju rumah. “Ambil aja. Sendalnya juga udah jelek, hitam dan buluk. Kalo kamu mau ambil, silakan. Sekalian cuci sana,” ketus Alana seraya menyilangkan kedua tangannya dan tetap terus berjalan.

Mereka keheranan. Sikap Alana tak sama seperti biasanya. Tentunya membuat hatinya gundah.

"Gue robek! Biar tau rasa!" ancam Haidan.

"Robek ah," timpal Andre.

"Boleh ... nih satu lagi." Alana melempar sendal satunya lagi. "Makan tuh sendal! Nggak punya uang buat beli sendal, ya? Kasian."

Hatinya semakin gundah.

Tak terima diperlakukan seperti itu, Haidan terus mengancamnya. “Yaudah! Gue robek-robek sandalnya, terus gue bakalan buang ke sungai!"

Alana menghiraukannya.

“Sendal kamu udah aku buang!!!” teriak Haidan.

Alana membuka pagar rumahnya, lalu berbalik. “Berisik! Buang aja! Sana buang ke sungai!” Lalu, Alana masuk ke dalam rumahnya.

****

"Jadi, bebek itu nggak punya teman seperti Alana ya, Papa?" tanya Alana polos, ketika Fadli selesai membacakan buku cerita sebelum tidur.

Fadli menatap Alana. "Beda dong, Nak."

"Bedanya apa? Sama-sama kesepian dan sedih, Alana juga rasain itu, Papa."

Fadli tersenyum. "Tapi, bebek itu nggak punya Papa yang sayang seperti Papa ke Alana ... nggak punya Mama yang tulus seperti Mama ke Alana."

"Bebek itu kasian ya, Pa." Alana menatap wajah Fadli. "Papa ... papa bakalan tinggalin Alana, nggak?" Alana menunjuk gambar bebek. "Mamanya kan udah pergi, Papanya juga ... Mama kan sering kerja, Papa kerja juga, tapi sering main sama Alana. Kalo Papa pergi, Alana gimana?"

"Nggak dong sayang."

****

Alana mencari Anak Lelaki itu lagi. Tetapi tetap saja sulit untuk ditemukan.

Matahari sudah berada di barat. Keindahannya, akan di ganti dengan gelapnya malam. Alana akhirnya memutuskan untuk mengakhiri pencariannya dan pulang menuju rumahnya.

Berjalan seorang diri seraya berandai-andai untuk bisa dekat dengan anak lelaki itu. Karena didekatnya Alana merasa aman.

Melihat anak-anak bercanda ria bermain peperangan, perlahan membuat ukiran di dalam senyumnya. “Kapan ya ... Alana kan juga pengen punya temen,” kata Alana seraya mengayunkan kedua tangannya. "Kenapa sih nggak ada yang mau jadi temen Alana. Alana kan juga nggak nakal."

Alana berjalan menuju rumah. Pandangannya tak lepas pada anak-anak itu.

Brughh!!!!

“Papa!” jerit Alana. Tubuhnya tersungkur dalam kerikil.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Supriati Upi
menegangkan ya
2024-05-20 16:00:43
0
71 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status