Share

Sidang Pengadilan

   Bel pintu berbunyi, Randi segera membuka pintu rumahnya, malam itu tampak Marwan datang kerumahnya.

"Assalamu'alaikum." Ujar Marwan sambil salim dan mencium tangan Randi.

Ya, Marwan selalu mencium tangan Randi tiap bersalaman, untuk menghormati dan segan Marwan kepada Randi, karena Randi pernah membantu dan memberikan modal usaha untuknya merintis usaha potong ayam yang kini sudah sukses dijalaninya selama 3 tahun ini.

"Waalaikum'salam, masuk Wan, bawa aja helmnya." Ujar Randi, Marwan masuk kedalam rumah dengan membawa helmnya dan meletakkannya disofa panjang ruang tamu. Randi menutup pintu rumahnya.

"Mau ngopi Wan ?" Tawar Randi kepada Marwan. Marwan duduk di sofa sambil tersenyum menatap Randi.

"Gak usah repot repot bang, air putih aja." Ujar Marwan.

"Ya, kalo mau kopi, buat sendiri ya, saya gak tau takaran seleramu." Ujar Randi.

"Siap." Ujar Marwan tersenyum.

"Mbak Yana kemana bang, keliatan rumah sepi?" Tanya Marwan.

"Sedang dirumah Jogja sama anak anak, urus 1000 harian almarhum ibunya." Jelas Randi.

"Oh gitu. Udah berapa hari ?" Tanya Marwan.

"Udah seminggu ini sih, paling bolak balik Yana pulang kerumah pergi lagi." Jelas Randi.

"Jadi abang sendirian ? Makannya gimana ?" Tanya Marwan.

"Ya makan yang ada dirumah Wan, seadanya, dikulkas ada telur sama mie instan ya dimasak , terus makan." Jelas Randi.

"Sekarang udah makan bang ?" Tanya Marwan pada Randi.

"Udah tadi sore." Jawab Randi berbohong.

"Keluar sebentar yuk bang  cari makan." Ujar Marwan pada Randi.

"Ayo deh, sekalian saya mau transfer ke rekening saya, oh ya, maaf, ada uangnya kah?" Tanya Randi pada Marwan.

"Ada bang." Marwan mengambil uang dari tas selempangnya, dan menyerahkan uang 3 juta tersebut pada Randi.

"Ini bang, mohon dihitung dulu." Ujar Marwan.

"Terima kasih Wan, Saya terima ya." Randi mengantongi uang itu tanpa menghitungnya lagi.

"Yuk Wan. " Randi mengajak Marwan untuk keluar rumah, tapi saat di teras rumah, langkah Randi terhenti.

"Sebentar Wan, sekalian kita cari gas ya, dirumah gas habis." Ujar Randi, Marwan mengangguk.

Randi masuk kedalam rumah mengambil tabung gasnya.

Tak lama Randi keluar rumah sambil menenteng tabung gas, mengunci pintu rumahnya.

Ada pak Riyadi tetangga sebelah rumahnya yang sedang menggergaji kayu di depan halaman rumahnya, Randi cuek saja tidak menegurnya.

Ya, Keluarga Randi tengah bermusuhan dengan keluarga Riyadi 1 tahun lalu akibat istrinya Riyadi melabrak masuk kedalam rumah mereka. Marwan pun tahu masalah itu dari Randi yang pernah menceritakannya. Randi naik ke motor Marwan, Marwan menjalankan motornya, mereka pergi.

2 jam berlalu, Randi dan Marwan akhirnya kembali kerumah. Randi turun dari motor.

"Saya langsung ya bang, besok saya kesini lagi, sesuai rencana kita." Ujar Marwan pada Randi sambil meletakkan tabung gas berisi di depan pintu rumah.

"Iya, terima kasih ya Wan." Ujar Randi.

"Iya bang, Assalamu'alaikum." Marwan salim dan mencium tangan Randi, lalu naik ke motornya, sekilas Marwan melirik Riyadi yang cuek bekerja, Marwan  berlalu meninggalkan Randi yang lantas membuka pintu rumahnya dan masuk kedalam rumah sambil menenteng tabung gas.

   Di suatu Malam, Dari arah kamar mandi terdengar suara siraman air, Randi sedang mandi , tak berapa lama Randi keluar dari kamar mandi taman, rambutnya terlihat basah. Randi melangkah ke sofa yang ada diruang tamu, melirik sesaat pada jam di dinding. Jam menunjukkan pukul 03;15 dini hari. Randi merebahkan tubuhnya disofa.

"Seger juga kepala yang sakit diguyur air dingin tengah malam." Ujar Randi bicara sendiri, Randi sepertinya sengaja mandi malam untuk menahan sakit kepala akibat tumor otaknya agar tidak terasa sakit.

Randi lalu memejamkan matanya tertidur. Berusaha menenangkan dirinya dan melupakan sejenak permasalahan yang terjadi dalam hidupnya.

   Pagi itu Randi sudah tampak rapi, ia bersiap siap hendak pergi, tak berapa lama, driver ojol datang, Randi langsung buka pintu rumahnya, menutup pintu dan menguncinya kembali.

Randi lalu duduk di motor driver ojol, motor melaju berlalu dari tempat itu.

Randi tiba di Kantor Pengadilan Agama. Randi rupanya memenuhi panggilan sidang pertama gugatan cerai dirinya di pengadilan itu.

Tampak di ruang tunggu itu puluhan orang menunggu, ada yang duduk di kursi kursi yang disediakan, ada yang berdiri disekitar ruang tunggu. Randi melangkah mendekati panitia, menyerahkan amplop pada panitia .

"Silahkan tunggu ya pak, nanti berdasarkan nomor urut sidang dipanggil." Jelas Panitia.

"Baik pak." Ujar Randi melangkah mencari tempat duduk, lalu Randi duduk disalah satu kursi yang kosong dipojokan.

Selang 1 jam kemudian, nomor urut Randi dipanggil, Randi segera berdiri dan melangkah berjalan menuju ruang sidang yang diarahkan dan ditunjuk panitia.

Didalam ruang tunggu sidang, Randi duduk disalah satu kursi panjang yang ada didalam ruangan itu. Dia mengamati seluruh ruangan, terlihat beberapa orang duduk diruangan itu, ada yang sendirian, ada yang bersama keluarga.

Tak lama Randi melihat Yana datang bersama pengacaranya, duduk disalah satu kursi yang ada diruangan itu.

Randi tampak santai dan cuek melihat Yana, beda dengan Yana, begitu melihat Randi ada di ruangan itu, wajahnya terlihat menahan marah. Tak lama, datang seorang bapak duduk disamping Randi.

"Mau sidang juga pak?" Tanya bapak itu.

"Iya, bapak juga ?" Tanya balik Randi.

"Iya pak, sidang gugatan cerai dari istri saya." Jelas bapak itu.

"Sama pak." Jawab Randi.

"Sebenarnya saya gak mau cerai pak, tapi istri saya emosi, pake sewa pengacara segala gugat cerai saya." Jelas bapak itu.

"Masalah apa pak?" Tanya Randi berusaha membuka obrolan.

"Biasa pak, masa pandemi covid 19 ini, saya di pehaka dari kerjaan, nganggur udah 1 tahun ini gak ada penghasilan, alasannya masalah ekonomi." Jelas bapak itu.

"Tapi saya gak yakin kalo istri minta cerai karena masalah ekonomi, karena kami baik baik saja kalo soal itu."

"Saya tahu istri saya punya pria lain selingkuhannya, saya yakin itu alasannya untuk cerai, makanya saya berkeras gak mau cerai."

"Saya sempat emosi dan mengancamnya , kalo nekad cerai akan saya bunuh. Karena itu dia gugat cerai saya." Jelasnya.

Mendengar itu Randi kaget menatap  wajah Bapak yang tampak kesal tersebut.

"Bapak yakin istri bapak selingkuh?" Tanya Randi pada bapak itu.

"Wong saya udah ketemu dan liat langsung kok pak." Jelasnya, Randi menghela nafas.

"Yang sabar aja pak. Repot juga sih karena Bapak ada ancaman gitu." Ujar Randi.

"Itu istri saya yang duduk di kursi ke tiga dari depan sama pengacaranya." Ujar Bapak itu.

Randi melihat kearah yang ditunjuk bapak tersebut, tampak seorang wanita duduk , disampingnya Yana, istrinya, dan dihadapan mereka seorang pria yang pastinya Pengacara. Randi mengangguk paham.

"Saya kasihan sama istri saya, bayar mahal mahal pengacara itu , padahal itu pengacara baru , saya tahu rumah dan orangnya itu bagaimana." Jelas Bapak itu.

"Biar aja pak, itu udah jadi keputusannya." Ujar Randi menenangkan.

Tak lama Panitia sidang menyebut nama dan nomor urut si bapak untuk segera masuk keruangan sidang.

"Saya masuk dulu pak." Ujar Bapak itu pada Randi.

Randi melihat kepergian Bapak itu , lalu pandangannya kearah istri dari bapak itu dan pengacaranya.

Tampak Yana berdiri keluar dari ruangan itu sepeninggalnya pengacaranya yang masuk keruang sidang.

Tidak sampai 30 menit, bapak itu keluar lagi dari ruang sidang, berjalan mendekati Randi dan duduk kembali disamping Randi.

"Nunggu Mediasi pak." Ujar Bapak itu.

"Mediasi? Sekarang juga? Bukannya mediasi ada waktu lainnya ?" Tanya Randi.

"Mediasi paling sebentar pak, kalo pasangan tetap berkeras lanjut sidang ya diputuskan sidang lanjutan." Jelas Bapak itu.

"Oh gitu, saya kira kalo mediasi akan ada beberapa tahap prosesnya." Ujar Randi.

"Nggak pak." Jelas Bapak itu.

Tak lama Panitia sidang memanggil nama Randi dan Yana untuk masuk keruang sidang nomor 3.

"Saya permisi dulu pak." Ujar Randi pada Bapak itu. Melangkah masuk kedalam ruang sidang.

Didalam ruang sidang sudah ada Hakim dan Wakil hakim serta Yana dan Pengacaranya.

"Pak Randi Setiawan, benar ?" Ujar Hakim tersebut. Randi mengangguk. Sementara Yana menahan marah melirik Randi.

"Yang menggugat cerai istri atas nama Yana Lestari ?" Ujar Hakim menoleh ke arah Yana.

"Iya pak." Jawab Yana.

"Ini cerai yang keberapa ?" Tanya Hakim pada Yana.

"Yang kedua Pak." Ujar Yana.

"Yang pertama siapa yang menggugat cerai ?" Tanya Hakim.

"Saya pak." Jawab Yana.

"Sudah dua kali cerai, dua kali menggugat cerai." Ujar Hakim.

"Pak Randi, masih mau pertahankan rumah tangganya ?" Tanya Hakim.

"Iya pak." Jawab Randi.

"Saya tidak mau pak." Jawab Yana tegas.

"Begini ya, kita disini tidak bisa langsung memutuskan cerai atau tidaknya, harus ada proses yang dilakukan, ada tahapan tahapannya." Jelas Hakim.

"Disini saya akan mengarahkan untuk memberikan kesempatan kepada kedua pasangan untuk berfikir lagi , dalam hal ini mediasi.

Kalau nanti dalam mediasi tidak bisa ditemui titik temu untuk damai dan rujuk, maka sidang akan dilanjutkan." Jelas pak Hakim.

"Sampai disini jelas ya?" Ujar Hakim. Randi dan Yana mengangguk.

"Untuk itu, Saya akan membuatkan berita acara untuk diadakannya mediasi hari ini juga. Mohon ditunggu." Ujar Hakim.

Yana dan pengacara berdiri dan mohon pamit pada Hakim, Randi pun mengikuti keluar ruangan. Diluar ruang sidang, Pengacara Yana mendekati Randi .

"Jangan pulang dulu ya pak, tunggu mediasi." Bisik Pengacara itu pada Randi,

Randi meliriknya dan mengangguk, lalu melangkah kembali duduk di kursinya semula tadi.

Yana dan Pengacara pun duduk ditempat mereka tadi. Tak lama Bapak yang jadi teman ngobrol Randi datang dari arah ruang lain, mendekati Randi.

"Saya pamit pak, sampe ketemu lagi." Ujar Bapak itu.

"Udah beres pak ?" Tanya Randi.

"Udah mediasi, lanjut sidang gugat cerai." Jelas Bapak itu.

"Main kerumah saya pak, Alamat saya ini." Bapak itu kasih alamat yang ditulisnya di secarik kertas lengkap dengan nomor handphone. Randi menerima secarik kertas itu dan mengantonginya .

Randi dan Yana tampak ada diruang mediasi, ada seorang petugas mediasi duduk dihadapan mereka.

"Jadi intinya, ibu Yana sudah tidak mau lagi melanjutkan pernikahan dengan pak Randi?" Ujar Petugas itu.

"Iya pak." Jawab Yana dengan tegas. Randi yang duduk di sofa hanya diam saja tak bicara apa apa.

"Baiklah kalau begitu, saya akan buatkan berita acara untuk sidang gugat cerai berikutnya."

"Nanti akan ada surat panggilan sidang kedua untuk bapak, mohon diterima ya pak." Ujar Petugas tersebut, Randi mengangguk. Mereka berjabat tangan.

"Saya permisi pak." Ujar Yana.

Randi pun berdiri dari duduknya dan ikut pamit juga kepada Petugas mediasi.

"Saya juga permisi pak. Terima kasih." Ujar Randi berjalan meninggalkan petugas mediasi itu. Yana tampak melangkah dengan cepatnya, wajahnya menahan emosi amarah yang sangat pada Randi.

Melihat Yana yang berjalan cepat tergesa gesa itu hanya tersenyum tipis saja, Randi jalan santai melangkah, keluar dari gedung pengadilan agama itu.

Sore itu Randi tampak duduk santai di sofa ruang tamu , tak berapa lama terdengar suara motor berhenti didepan pintu garasi rumahnya, pintu garasi terbuka, Yana masuk kedalam Garasi rumah.

Yana bisa membuka pintu garasi rumah karena selalu membawa kunci pintu garasinya.

Tampak Yana wajahnya emosi menahan amarah, melangkah cepat masuk kedalam rumahnya, menghampiri Randi yang duduk di sofa.

"Ngapain kamu pake datang ke sidang segala, bikin lama proses cerainya tau." Ujar Yana marah pada Randi.

"Justru kalo aku gak datang kepengadilan prosesnya akan semakin lama, sidang bisa ditunda tunda beberapa minggu sampe aku datang sebagai tergugat." Jelas Randi.

"Nggak, kalo kamu gak datang,gak perlu ada mediasi mediasian kayak tadi, bikin malu aja. tanpa mediasi sidang bisa langsung diputuskan." Jelas Yana.

"Kata siapa ? Kata Pengacaramu? Tolol benar tuh pengacara kalo gak tau proses sidang perceraian bagaimana, rugi kamu bayar dia mahal mahal!" Ujar Randi ketus pada Yana.

"Dulu papahnya Sekar dan Dewi gak datang disidang cepat, langsung diputuskan cerai." Jelas Yana.

"Ngarang kamu, tetap aja nunggu sebulan sampe tiga bulan prosesnya, ada sidang panggilan pertama, kalo gak datang tergugat ditunda, panggilan kedua, gak juga datang, panggilan ketiga, kalo gak datang juga tergugat baru tuh hakim buat keputusan vertek." Jelas Randi pada Yana.

"Lagian, kalo aku mau bantah semua isi gugatan kamu itu aku pasti menang, semua cuma kebohonganmu aja yang ditulis pengacaramu!" Tegas Randi.

"Ribut setiap hari dari awal nikah ? Ngarang, kalo kita ribut tiap hari dari awal nikah gak kan betah aku hidup 7 tahun sama kamu, gak bakal juga kamu hamil dan keguguran gagal punya anak kalo kita ribut tiap hari, gak kan ada keharmonisan, becanda, pergi tiap hari berdua usaha jalani bisnis." Ujar Randi.

"Tidak bekerja kamu bilang?"

"Kamu tau pengorbanan besar apa yang sudah aku lakukan demi hidup bersama kamu? "

" Karena ingin merintis bersama, usaha dari nol aku rela mengundurkan diri dari kerjaanku dan berhenti sebagai sutradara, tiap ada panggilan job aku selalu menolak dan mengatakan bahwa aku sudah pensiun sebagai sutradara!"

"Itu aku lakukan demi kamu, karena melihat kesungguhanmu untuk mau berusaha dari nol bersamaku maka aku niatkan untuk meninggalkan dunia pekerjaanku!" Ujar Randi dengan tegas menyerang Yana, mendengar semua perkataan Randi, Yana hanya terdiam.

"Gak ada usaha dan kerja kamu bilang? Usaha toko pakaian dan ekspedisi yang aku jalani itu bukan usaha namanya ? Walau sebagian modal dikasih kakakku, tapi modal dari kakakku itu untukku, agar aku ada pekerjaan, ada pendapatan untuk keluarga!!" Bentak Randi pada Yana.

"Dan kamu seenaknya nyuruh tutup kios ekspedisi dan toko pakaian itu karena alasan sepi tidak ada pengunjung disebabkan adanya pandemi covid 19!"

"Jadi siapa yang mau kalo usaha itu berhenti, aku atau kamu?!"

"Aku nurut sama kamu untuk menutup usaha itu dan  ikut membantumu berusaha yang lain, tiap hari menemani kamu pergi kesana sini nyari member untuk bisnis MLM kamu yang gak jalan itu. Aku yang salah ?!"

"Gak pernah kasih nafkah kamu bilang? Tiap hasil yang kudapat dari usaha toko pakaian dan kios ekspedisi selalu masuk kerekeningmu, dompetku kosong!

Aku ada uang kalo kamu meletakkan beberapa ratus ribu kedompetku, untuk kartu kreditpun kamu yang buat, ada uang direkening bank aku pun karena kamu yang kasih, bagaimana aku dibilang gak kasih nafkah kalo semua uang pendapatan dari awal usaha kita sudah kamu ambil semua?"

"Mobil, rumah, semua aset atas namamu aku buat, karena memang itu milikmu. Aku gak punya apa apa, makanya aku bingung saat kamu usir aku dari rumah ini."

"Kalo hal ini aku sampaikan didepan hakim lengkap dengan fakta dan bukti nyata fisik serta kesaksian kakakku, aku jamin hakim akan menolak gugatan ceraimu yang mengada ada itu!"

"Dan aku bisa menuntut pengacaramu itu karena sudah memfitnah dan membuat hal kebohongan yang merusak nama baikku!!" Ujar Randi pada Yana dengan emosinya, melampiaskan uneg unegnya.

"Udahlah, udah terlanjur, sekarang aku tanya, sidang berikutnya kamu datang apa nggak ?" Tanya Yana.

"Nggak!" Jawab Randi.

"Kalo aku udah dapat pinjaman uang, gak sampe hari dan tanggal sidang berikutnya aku pasti udah angkat kaki dari rumah kamu ini." Ujar Randi.

"Aku terima kasih sama kamu diizinkan numpang untuk sementara waktu sampai aku dapatkan uang buat biaya kepergianku dari rumah ini." Jelas Randi.

"Memang kamu butuh biaya berapa buat bisa pergi dari rumah ini ?" Tanya Yana.

"Delapan juta paling tidak, untuk rental mobil 3,5 jt karena aku minta mobil yang ukuran besar ,yang bisa masuk kandang kucing , itu karena kamu bilang gak mau urus 3 kucing yang aku ambil dari jalanan." Ujar Randi.

"Sisanya buat aku bayar kontrakan rumah, karena mendadak , sedapatnya aja, ada sewa rumah dua juta perbulan. Sisanya buat usaha aku kesana kemari buat ongkos cari kerjaan dan makanku." Ujar Randi.

"Ya udah, nanti aku usahakan uangnya, aku pinjam ke teman atau saudaraku,nanti ku kabari." Ujar Yana.

"Iya." Jawab Randi.

Yana melangkah meninggalkan Randi. Yana masuk kedalam kamarnya, tak lama keluar kamar dan pergi begitu saja meninggalkan Randi yang duduk disofa.

Terdengar suara pintu garasi ditutup dan motor Yana berlalu dari jalanan itu, Randi yang mengintip di horden jendela ruang tamu menghela nafas melihat kepergian Yana. Tiba tiba dia merasakan kepalanya, menahan rasa sakit, dia terhuyung berjalan ke arah sofa.

"Udah dihina, diinjak injak masih juga sayang sama orang kayak gitu Randiii...Randiii." Ujar Rahman pada Randi , Randi mendengar suara itu kaget berbalik melihat kearah Rahman.

"Sejak kapan kamu datang?" Tanya Randi sambil melangkah ke sofa. Duduk menatap Rahman yang tertawa menatapnya.

"Kami kali, bukan kamu, aku datang dengan Sanur, Roni dan Sandi." Jelas Rahman.

Randi melihat ke arah Sandi, Roni dan Sanur yang tersenyum melambaikan tangan padanya.

Randi terdiam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status