Ding! Ding! Ding!
Tiga notifikasi pesan masuk kedalam ponsel Angga secara beriringan. Tangan Angga mulai gemetar karena merasa ponselnya tidak membawa kabar baik sepanjang hari ini.Angga bahkan ingin melempar ponsel tersebut keluar jendela taksi, andai saja ia punya uang lebih untuk membeli yang baru. Getar ketegangan memilin sarafnya, menawarkan kilatan kebebasan dalam tindakan drastis tersebut.Namun, realitas pahit kemiskinan finansial memaksanya menahan diri, mengikatnya dalam kebingungan. Perang batin antara emosi dan keterbatasan ekonomi memuncak, meninggalkan Angga terperangkap dalam situasi yang semakin mencekik.Setelah melakukan persiapan psikologis, membuka kunci layar, Angga mengintip siapa kiranya yang mengirim pesan kali ini. Apakah Joshua yang merasa bersalah atau Pak Liem yang memburu dirinya agar berkemas secepat mungkin.Terlihat sebaris nama yang sama adalah pengirim tiga pesan yang mengacaukan pikirannya barusan.Nona Agatha, begitulah Angga menyimpan namanya dalam kontak ponsel.Meski tebakannya meleset, Angga masih tidak bisa berbahagia. Nona Agatha ini sudah menjadi bagian paling mencolok dalam kehidupannya setahun belakangan ini.Bagaimana tidak, berbagai latar belakangnya dikupas habis oleh sang gadis demi memaksanya mengambil pendidikan ulang untuk menjadi dokter ortopedi.Rasa kesal membakar dalam dirinya, menggelitiknya dengan lelucon kejam kehidupan.Sungguh ironis, Angga merasa seolah-olah semua kerja keras dan waktu yang ia dedikasikan di bedah umum menjadi tak berarti di mata sang nona sombong ini.Ya, di dalam benak Angga, nama Agatha dan kesombongan akan selalu beriringan. Setidaknya itu yang dipikirkannya sebelum hari ini.Nona Agatha sombong, tapi dia tidak pernah membuat keputusan sepihak. Juga, setidaknya dia mengakui kerja keras dan keterampilan bedahnya. Tidak seperti para rekan sejawat, perawat dan bahkan pasien yang terkadang mencemooh diagnosanya hanya karena latar belakangnya.Pesan pertamaIMG 0007819.jpgSebuah foto selfienya dengan seorang wanita tua. Wanita tua itu tersenyum memandang wajah sang gadis yang tatapannya mengarah ke kamera.Wanita tua itu adalah neneknya!! Satu-satunya keluarga terhubung dengan darah yang masih tersisa.Neneknya tidak pernah tersenyum seperti itu sebelumnya. Nenek pasti sangat menyukai Nona Agatha. Tanpa sadar matanya memerah saat melihat foto itu.Menutup tampilan foto, Angga membuka pesan kedua.Angga, maafkan aku yang lancang. Tapi aku sudah menghubungi dan membujuk Akademisi Ling.Beliau akhirnya membuat konsesi dan mengizinkanmu meneruskan bedah umum dengan syarat kau mampu mewarisi jubahnya dalam spine orthopedic terlebih dahulu.Jadi, aku mohon agar kau juga membuat konsesi. Aku tau ini akan menjadi kerja keras bagimu. Tapi kau akan menjalani kehidupan yang lebih keras sebagai dokter bedah tanpa seorang mentor yang membimbing mu.Saat ini, sejujurnya Angga sangat terharu dengan usaha dan kegigihan gadis itu. Tidak hanya membujuk dirinya, tapi juga membujuk sosok elit setingkat akademisi senior yang duduk di takhta para ahli untuk membuat sebuah konsesi.Tanpa perlu membaca pesan ketiga, Angga sudah memutuskan untuk menerima tawaran Nona Agatha kali ini dan mulai mengetik pesan balasan.Terima kasih Nona Agatha atas kerja kerasmu. Baiklah, aku memutuskan menerima semua tawaranmu dengan segala persyaratannya.Cheers, untuk kerjasama kita di masa depan. Semoga segalanya akan menjadi lebih baik untuk kita.Selesai mengetik, Angga memeriksa ulang kata-katanya apakah ada kesalahan ketik sebelum mengirimnya. Terlihat tidak ada masalah, kirim.Kurang dari lima detik pesan terkirim, terdapat kiriman balasan.Serahkan semuanya padaku, aku akan mengurusnya untukmu./cheers//cheers/ Terimakasih Angga.Pesan singkat disertai dua emoticon gelas bersulang tampak lucu bagi Angga. Tanpa sadar dia terkekeh dan membalas lagi./cheers//cheers/ Terimakasih Agatha.Mungkin karena kelegaan mendapat mentor untuk karir masa depan dan mimpinya atau karena kemampuannya telah diakui seseorang, suasana hati Angga kini melambung bahagia.Tak terasa taksi telah sampai ke tempat tujuan, Angga bergegas turun dan membayar. Namun dia tersadar, wilayah ini tidak dilalui taksi dan kendaraan umum. Akan menunda waktu jika mencari taksi lain.Jadi, Angga memutuskan untuk meminta sopir taksi menunggu sekitar setengah jam dan akan membayar waktu tunggunya. Dia menyampaikannya dengan terburu lalu langsung melesat menuju klinik tanpa menunggu respon sang sopir.Yang tidak diketahui Angga, sopir taksi sedang berbangga hati karena akhirnya dia mengalami kembali sensasi menjadi pahlawan penyelamat, meski dirinya hanyalah sopir, tapi dia juga mengantarkan pahlawan menyelamatkan medan perang.Perasaan penuh kepahlawanan adalah mimpi yang menjadi candu bagi sang sopir yang telah mengemudi di jalan lebih dari dua dekade. Baginya, perasaan seperti ini lebih berharga daripada uang tips. Jadi, sang sopir menunggu Angga dengan kebahagiaan sambil menikmati mimpi pahlawannya yang memabukkan....Semua persiapan telah dimulai oleh Jessica dan para staffnya. Saat Angga tiba di ruang operasi, seekor Golden Retriever telah dibius dan tertidur dengan lidah terjulur miring ke sisi wajahnya. Operasi yang akan dilakukan adalah C-Section.Proses operasi caesar pada anjing Golden Retriever dimulai dengan mempersiapkan pasien dan ruang operasi. Anjing Golden Retriever tersebut diletakkan pada meja operasi dengan posisi terlentang. Tim bedah hewan memastikan anestesi yang tepat diberikan untuk memastikan keadaan anjing dalam kondisi tenang dan tidak merasa sakit selama operasi.Setelah anestesi bekerja, area sekitar perut di cukur dan dibersihkan dengan antiseptik untuk mengurangi risiko infeksi. Kemudian, tim bedah melakukan insisi pada perut anjing di sekitar area rahim (uterus) dan ovarium. Angga memilih insisi midline, insisi ini adalah sayatan vertikal yang dibuat dengan hati-hati untuk meminimalkan trauma dan memfasilitasi proses operasi.Setelah mencapai rahim dan ovarium, bedah melakukan pengeluaran rahim dan ovarium dengan hati-hati melalui insisi yang sudah dibuat. Hal ini diperlukan untuk menghindari cedera pada organ-organ di sekitarnya. Proses ini membutuhkan keahlian khusus dalam menangani jaringan dan organ-organ internal.Setelah operasi selesai, anjing Golden Retriever akan dipindahkan ke ruang pemulihan. Di sini, mereka, induk anjing dan bayi-bayinya akan dipantau dengan cermat. Obat penghilang rasa sakit dan perawatan pasca operasi diberikan untuk memastikan pemulihan yang baik.Angga tidak banyak bicara selama proses ini yang sebenernya cukup membuat Jessica heran.Seusai operasi, Jessica berniat menyapa Angga, namun Angga lebih dulu bertanya, "Jessica, jam berapa sekarang?"Jessica secara reflek menjawab, "Jam 14.43, anggap saja seperempat jam kurang dari jam 3 sore, Ada apa Angga?"Angga menjawab dengan gelisah, "Aku harus cepat kembali ke rumah sakit, aku ada urusan penting. Maaf Jess, aku terburu-buru. Sampai jumpa."Angga, dengan wajah yang terpancar ketegangan dan tekad, tiba-tiba meluncur pergi tanpa memberi kesempatan pada Jessica untuk berkata-kata.Ia bergerak cepat, langkah-langkahnya seolah-olah dipicu oleh suatu dorongan mendesak.Perilakunya yang begitu tiba-tiba meninggalkan Jessica dengan rasa keterkejutan yang terpahat di wajahnya, dan ia hanya bisa menyaksikan sosok Angga yang semakin menjauh, bergerak dengan terburu-buru seperti sosok yang membawa misi penting yang harus diemban.Memikirkan perilaku Angga yang lebih pendiam dari biasanya dan ketergesaannya ketika pergi, Jessica memiliki tebakan dalam hatinya.Sepupunya, Joshua, pasti mengganggu urusan Angga demi membantunya di klinik. Jadi, apakah dirinya yang berhutang budi pada Angga, atau sepupunya?....Saat Angga melangkah keluar dari pintu klinik yang bersih, menghirup aroma antiseptik yang khas di udara, matanya langsung mencari taksi yang dengan setia menunggunya di luar. Setiap langkah yang diambilnya terasa ringan, dan rasa lega mengalir dalam dirinya.Cahaya matahari yang menyinari langit biru membuat rambutnya berkilau, dan embusan angin sejuk seakan memberi nafas baru. Ia menghampiri taksi dengan hati yang lega, mengingatkan dirinya pada rasa kesederhanaan yang datang setelah momen yang tegang di dalam klinik.Sang sopir pun sangat cekatan, tanpa komando dari Angga pun, ia langsung menunjukkan keahlian dan pengalamannya dalam mengemudi. Sepertinya ada pemahaman diam-diam diantara keduanya.Setelah merilekskan tubuhnya, terdengar suara yang tiba-tiba menggema di telinga Angga.Ding!Ding!!Daaang!!! Drrszztttt.... rsszzttNgiiiing.....Sistem Dokter Ajaib telah menemukan Host potensial!!Aktivasi sistem!! Mulai!!Ngiiiiiiiiiing....Suara mekanis datang dan pergi begitu tiba-tiba. Meninggalkan Angga yang masih kebingungan, telinganya berdenging di antara keheningan. Pertanyaan besar masih menggantung di udara, seperti kabut yang belum tercerahkan.Apa sebenarnya yang terjadi? Bisakah suara misterius ini menjadi petunjuk atau awal dari sesuatu yang lebih kompleks?----------------Tuan Alan duduk di kursi dekat Billy dengan wajah yang mencerminkan kekhawatiran dan ketidaksetujuan. Rambut putihnya yang berantakan memberikan kesan kelelahan, seolah mencerminkan beban yang diemban oleh lelaki tua tersebut. Dengan tatapan tajam, ia mengamati cucunya yang masih terguncang oleh ledakan emosi.Menghela napas lelah, lelaki tua berambut putih bertanya, "Ada yang salah dengan fokusmu, Nak. Apa urusan operasi ilegal bocah itu dengan pertumbuhan kemampuan bedahmu?"Suara Tuan Alan terdengar lembut, namun terdapat kelelahan yang mendalam di dalamnya. Pertanyaannya mencerminkan kebingungan dan keprihatinan terhadap perasaan Billy yang begitu terpolarisasi terhadap Angga.Walaupun merasa tidak menyenangkan, Tuan Alan tetap mengatakan penilaiannya, "Selalu menyalahkan orang lain membuktikan bahwa kau tidak sehat secara mental, Billy.” Tuan Alan menghisap udara malam dan berkata dengan tenang.Meski Billy tengah terombang-ambing dalam gejolak emosional, kehadiran dan kata-kata
"Apakah kau merasa lebih baik dari Ayahmu atau penanganan bedah yang tidak kompeten, aku tidak akan mengatakan banyak hal. Tapi setidaknya kau tau, kau memang tidak lebih baik dari bocah miskin yang kau ganggu itu."Ketika kata-kata keras dari kakeknya mencapai telinga Billy, suasana hatinya terasa hancur. Dengungan tumpul yang mengiringi pernyataan itu membuatnya merasa seperti terdampar di samudra keputusasaan. Semua ambisi dan tekadnya seakan-akan menguap begitu saja. Perasaan hampa dan keputusasaan merayapi pikirannya, membuatnya meragukan dirinya sendiri.Seperti telah terkena vonis mati, semua ambisi dan tekadnya untuk belajar hampir habis.Dengan bayangan Angga yang semakin menghantuinya, Billy merasa kehilangan semangat dan ambisinya. Apakah selama ini usahanya hanya sia-sia? Apakah benar bahwa dia tak lebih baik dari "bocah miskin" yang kini memenangkan persaingan?Berarti level diriku tidak sebaik Angga, apakah aku akan tetap berkompetisi di masa depan? Bersaing tanpa hasil!
Sebelum berpisah setelah melakukan operasi usus buntu secara simultan, Akademi Ling memberi pesan pada Angga untuk tidak hanya berfokus pada kemampuan bedah. Berulang-ulang Sang Guru mengingatkan akar mempelajari biokimia darah dan ion.Karena beberapa faktor, Angga mengira mungkin karena permasalahan adik Agatha sehingga gurunya lebih perhatian.Tapi ternyata tuntutan Sistem bahkan lebih ekstrem!kini bukan hanya masalah biokimia darah dan ion saja, perubahan hormon dan berbagai reaksi ikut dijejalkan Sistem kepada Angga.Angga merasa aneh, tapi ia yakin Sistem pasti tidak berniat buruk.pada akhirnya lagi-lagi ia terlalu dalam ritme pembelajaran yang akan menembus dimensi baru yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya...........Angga, yang tenggelam dalam fokusnya pada bidang baru, tidak menyadari dampak besar siaran langsungnya. Di seluruh negeri, banyak dokter muda terinspirasi oleh siaran tersebut. Materi pembelajaran yang disajikan begitu komprehensif dan detail, tanpa disadar
Dengan langkah mantap, Angga mengambil pesan antar dengan cermat, memilih koridor jalanan dengan terampil tanpa kendala berarti. Segera setelah dia tiba di apartemen mereka yang nyaman, dia merasakan ketenangan yang akrab dari rutinitas sehari-hari.Namun, saat pintu apartemen terbuka, keheningan yang menenangkan itu terasa agak mencurigakan. Angga meniti langkahnya dengan hati-hati di sepanjang lorong, matanya mencari tanda-tanda keberadaan Agatha. Namun, tidak ditemukan bayangan Agatha. Sekilas, pandangannya tertuju pada sepatu dengan hak 3 inci yang tergeletak dengan anggun di lantai. Sentuhan feminitas yang khas dari sepatu itu tak dapat disangkal. Sebuah bukti yang tak terbantahkan: Agatha telah kembali."Mungkin Agatha sedang mandi atau berganti pakaian?" gumam Angga dengan suara yang hampir terdengar samar di tengah keheningan apartemen yang sepi, membenamkan dirinya dalam spekulasi sederhana. Dengan gerakan ringan dan teratur, Angga menempatkan kantong-kantong dari kotak maka
Suara yang terdengar di telinga Joshua semakin buruk."Hey Angga, kau bukan anjing, berhenti menggigit! Berhenti, ah~"Yang menanggapi teriakan Agatha hanya suara geraman.Di saluran lain, Joshua sudah kembali dari rasa keterkejutannya, kini ia sedang memikirkan Angga yang sedang membuat Agatha kewalahan.Tingkah laku temannya itu sangat kekanakan-kanakan, namun berpikir lebih jauh, sepertinya wajar karena ini pengalaman baru untuknya.Joshua terus membatin, Tapi, apakah awalnya Angga ingin pamer ketika mengirim pesan?Sampai pada kesimpulan ini, Joshua berkeringat dingin. Dengan wajah seperti apa dia akan menghadapi Angga dimasa depan?Setelah jebakan hormon ini berlalu, semuanya akan menjadi canggung.Joshua benar-benar menyesali provokasinya kepada Angga di masa lalu yang menggodanya karena telah melajang sejak lahir. Hal ini mungkin menyebabkan temannya itu sekarang menjelma menjadi seperti remaja impulsif ketika memiliki pasangan. Tidak sabar untuk pamer.Mengusap wajahnya kasar,
"Jika kau menganggap aku melakukan semuanya untuk pertunjukan, akan ku buktikan padamu, disini, tanpa orang lain menonton, sejauh apa aku bisa melakukannya!"Tak terduga, suasana di mobil menjadi tegang ketika Agatha, dengan tangan gemetar, mencoba melepas gesper sabuk pengaman Angga. Sesuatu yang seharusnya menjadi tindakan sederhana berubah menjadi momen yang menyulitkan. Entah bagaimana kejadiannya, tombol buckle yang seharusnya mudah dilepaskan menjadi macet, menghancurkan momen Agatha yang baru saja mendominasi di dalam kendaraan.Gesekan kecil dari gesper sabuk seolah memperbesar ketegangan di dalam mobil. Angga memandang Agatha dengan linglung. Sementara itu, Agatha berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menyelesaikan situasi yang tiba-tiba memalukan ini, tetapi setiap usaha tampaknya hanya membuat gesper semakin terjebak.Dihadapkan dengan mata Angga yang tak fokus dan posisi mereka yang cukup ambigu, Agatha yang ingin menghilangkan rasa malunya, mendapat kilasan inspirasi, "Ang